KONTAK SAYA

Email Twitter Facebook

TELUSURI

GALERI FOTO

Kategori Arsip Daftar Isi

MULAI DARI SINI

Pelayanan Portfolio Pembayaran

Selasa, 26 April 2011

Amukti Sang Senopati

     Lamping bukit terjal yg ditumbuhi lumut setebal betis orang dewasa itu begitu sunyi meremang dalam kabut senja hari, semilir angin sedingin es meluncur dari lereng sebelah tenggara pegunungan kawi, rinai hujan perlahan membasuh bumi, kilat melintas disusul gelegar halilintar merobek angkasa, sedetik kemudian hujan disertai badai melanda kawasan tsb, dikaki gunung kawi sebuah dusun rata dengan tanah tersapu matrial tanah dan batu yg longsor menimpanya tanpa ampun.
Tujuh belas tahun setelah kejadian yg mengerikan itu kawasan lereng gunung kawi menjadi tempat yg sangat disakralkan penduduk sekitar, tak seorangpun berani mendatanginya, hanya orang2 yg punya kepentingan duniawi dg menghalalkan segala cara dg modal nekad menyambanginya. Sementara itu dari puncak gunung kawi sebelah barat sekelebatan bayangan biru dg cepat dan tanpa suara melesat kearah tenggara, saking cepatnya sosok bayangan biru kini telah sampai dilamping bukit terjal yg ditumbuhi lumut tebal.
"aku harus segera menemukannya, kalau tidak tirakatku selama empat purnama akan sia2.." gumam bayangan biru yg ternyata seorang pria separuh baya dg pakaian ringkas berwasna biru.
"aku harus menemukannya.." kembali ucapan yg sama keluar dari bibir laki-laki ini, sosoknya kembali melesat mengelilingi kawasan berbatu begitu menerobos semak belukar yg lebat, telinganya lapat2 mendengar suara tangisan bayi.
"ah..gusti Allah..apakah ini pertanda yg ku dapat dalam wirid ku semalam.." setelah bergumam yg tak jelas kembali laki2 tua ini lentingkan tubuhnya kesumber tangisan bayi yg didengarnya, senyum sumringgah tampak dari sudut bibirnya, dihadapannya terlindung dibawah akar pohon panggang seekor menjangan dg tenang tengah menyusui dua orang orok yg sepertinya baru dilahirkan karena ari2 dari kedua orok ini belum puput, mengetahui ada orang yg datang dg sangar menjangan betina segera ambil ancang2 untuk menyerang.
"maaf datuk, aku tdk bermaksud jahat, aku hanya mau mengambil ke dua orok itu, aku akan memeliharanya dg baik.."
Seakan mengerti ucapan orang menjangaan betina ini angsurkan kedua orok dg mulutnya kearah orang berbaju biru, seorang orok perempuan diterimanya dg kasih oleh orang tua ini, tapi ketika mau mengambil orok lelaki sebuah kilat tepat jatuh di hadapannya, dg sigap orang berbaju biru ini lentingkan badannya kebelakang.
"ah..rupanya, aku cuma berjodoh dg orok perempuan ini.." membatin orang ini.
"baiklah datuk, terimakasih atas kepercayaannya, mengenai orok laki2 itu biarlah gusti Allah yg punya kehendak.." setelah berkata seperti itu, tubuh lelaki tua dg mendukung orok perempuan lesatkan tubuhnya kearah asal dia datang, sedang sang menjangan kembali menyusui orok laki2 yg terbungkus kain berwarna biru kehitaman atau wulung.
                                                   _¤_

      Dua puluh tahun tlah berlalu, puncak gunung kawi tersaput kabut dini hari namun dalam keheningan subuh lapat2 mengalun gema suasa seruling yg menyayat kalbu, entah siapa yg meniup seruling itu yg jelas getar yg ditimbulkannya mampu merontokan daun2 waringin putih yg bertebaran disepanjang lerengnya.
"kidang selasih, tenaga intimu mulai ada kemajuan.."
Dara baju biru yg tengah asik meniup seruling berpaling ke arah orang yg menegurnya, senyum manis tampak merekah dari bibirnya yg ranum.
"guru..maapkan bila suara seruling saya mengusik kekusukan guru sholat shubuh.."
"kidang selasih, duapuluh tahun tlah berlalu saatnya kau mengetahui ihwal dirimu.."
"maksud guru.."
"ambil air wudu mu, solat shubuh..baru kau temui aku di lamping bukit batu berlumut,"
Tanpa menunggu jawaban dari muridnya, lelaki tua ini lentingkan badannya kearah lereng sebelah tenggara diikuti pandangan mata sang murid yg penuh tanda tanya.

                                                        _¤_


     Langkah kidang selasih terhenti, didepan sana dibawah pohon panggang yg berusia ratusan tahun gurunya terlihat berdiri mematung.
"guru.." tegurnya, sambil membungkuk hormat.
"duapuluh tahun silam, kalian aku temukan disela akar pohon ini, disamping rumpun relasih bersama seekor induk kijang betina yg tengah menyusuimu.."
"maksud guru.."
Tanpa diminta orang tua berjubah biru dg alis tebal berwarna sama dg jubahnya pandang sesaat murid tunggalnya ini, perlahan satu kisah meluncur dari bibirnya.
Hampir sepeminuman teh orang tua ini menuturkan ihwal kehidupan muridnya, selesai bercerita dihisapnya dalam2 rokok kawung yg hampir padam.
"jadi guru tidak tahu siapa kedua orang tua, yg tega membuang saya.."
Sang guru cuma mengangguk pelan.
"sekarang waktunya buatmu turun gunung, diluar sana kehidupan yg lebih baik menantimu.."
"guru, kalau saya pergi siapa yg akan mengurus guru.."
Orang tua ini cuma tersenyum
"selasih..aku tlah terbiasa hidup sendiri, disisa umurku aku ingin lebih mendekatkan diri pada sang maha pencipta.."
"maap guru.."
"ada yg akan kau tanyakan selasih.."
"diawal guru bilang kalian berdua, apakah.."
"ah, pikunnya otak tua ini, kau benar selasih, kamu masih punya saudara laki2, tapi waktu itu sambaran kilat seakan menghalangiku untuk mengambilnya.." "lalu apakah guru tahu dimana keberadaan saudara saya itu.."
"tiga hari lamanya, aku berada ditempat ini mengawasi saudaramu, tepat hari ke tujuh seorang alim ulama melintas dikawasan ini, dan mungkin sudah jadi garisan ilahi saudaramu yg di beri nama menjangan wulung oleh orang alim, yg ternyata sinuhun cerbon, sunan gunung jati di angkatnya menjangan wulung jadi anaknya.."
"jadi, saudara saya sekarang ada di cerbon guru.."
"seharusnya begitu, namun angkara dan keserakahan menguasainya, ini menjadi tugasmu untuk meluruskan angkara saudaramu.."
"baik guru..wejangan dan tugas dari guru akan saya laksanakan.."
"berangkatlah sekarang.." dg takjim diciumnya tangan guru yg sudah belasan tahun membimbingnya itu, sedetik kemudian sosok rampingnya tampak berkelebat menuruni lereng bukit kawi, setelah tiga hari melakukan perjalanan disatu tegalan kidang selasih melihat seorang pemuda tegap berikat kepala merah tengah berlari tanpa busana, dg segera dara ayu ini menyelipkan pakaian hitamnya dibilik dangau ditengah tegalan, lalu melesat keatas wuwungan dangau kemudian meniup serulingnya dikala pemuda tegap dg ikat kepala kain merah telah selesai memakai pakaian yg diletakannya dibilik dangau.
                                                    _¤_

      Setelah berpisah dg mpu. Danurwenda, senopati andawiyah wira panjunan tampak berjalan gontai menuju lembah subur disebelah barat bukit ilalang, pemuda gagah yg telah memutuskan tdk kembali ke kesultanan cerbon karena malu pasukan pinangeran yg dikomandoinya kalah telak oleh laskar kesangyangan alas sinang perbukitan loyang ini berhenti disebuah telaga berair hijau, dan tanpa membuka baju menceburkan diri didalamnya, pemuda ini lupa dengan kejadian yg pernah dialaminya dulu dimana mpu danur wenda merasa terusik dg tingkahnya mandi tanpa izin ditelaga biru kediaman sang mpu ini.
Hal yg sama terjadi baru beberapa saat berenang mantan senopati cerbon ini merasakan sambaran dari samping kirinya.
"blaaarrr...!!"
Dg sigap pemuda tegap ini lentingkan tubuhnya keatas tapi tak dinyana disaat badannya masih mengapung diudara dari dalam telaga melesat satu sosok mengerikan dg caling mencuat dan rambut tebal riap-riapan. "anak manusia lancang, terimalah kemarahan jantra bolang.."
Mahluk menyeramkan ini lantas pukulkan kedua tangangannya sekaligus, sepuluh jalur pasir merah meluncur deras kearah senopati andawiyah wira panjunan.
                                                   _¤_
"blaaarr..!!"
Dentuman keras menggetarkan kawasan telaga, kobaran api gemeretak melamun pepohonan, belum sempat senopati andawiyah wirapanjunan jejakan kaki ketanah, kembali sepuluh jalur pasir melabraknya. "deess.., blaar.."
Kembali dentuman keras terdengar memekakan telinga.
"dhanawa..aku tdk punya urusan dg mu, kenapa kau turunkan tangan jahat pada ku.."
"anak manusia lancang..tdk ada urusan katamu, seenak udelmu mandi tanpa izin, kau masih berdalih tak ada urusan.."
Sesaat pemuda tegap ini terperangah.
"ah, terulang lagi.." keluhnya dlm hati.
"dhanawa, kalau begitu aku minta maap..aku tdk tahu..kawasan ini kekuasaanmu.."
"sifat manusia dari dulu tak pernah berubah, berbuat keonaran, baru minta maaf.."
"dhanawa.."
"aku jantra bolang, anak manusia, kau boleh pergi dg syarat tanggalkan lengan kirimu, sebagai penebus kelancanganmu"
"saratmu tak mungkin aku penuhi jantra bolang.."
"kalau begitu.."
"blaaaarr..!"
Sebuah batu hancur terkena sambaran kaki jantra bolang, penguasa telaga bolang ini lantas melesat memburu senopati andawiyah, pertempuran sengit pecah.
                                               _¤_

      Kuda penarik gerobak itu tampak berhenti didepan pendopo padukuhan lembah cimanuk, seorang pengawal pintu gerbang menyongsongnya.
"maap kisanak ada keperluan apa.."
Seorang pemuda gagah turun dari kereta
"prajurit, kau tdk mengenaliku.." prajurit ini pandang wajah gagah dihadapannya dg seksama.
"ah..rd.puronegoro, maapkan saya silahkan masuk raden.."
"terimakasih paman.."
Kembali kereta kuda itu melaju kedalam pendopo, aki tinggil yg kebetulan berada disana segera menyongsongnya.."
"rd. Puronegoro, bgaimana keadaanmu..mana adikmu rd.purwo.."
"dia ada didlm kereta, terluka parah kami ingin menemui tabib nyimas. Endang dharma.."
Paras aki tinggil sesaat berubah
"ada apa kyai.."
"sebaiknya raden bawa adik raden ke dlm pendopo.."
Aki tinggil segera memanggil beberapa pengawal, tak lama tubuh adik rd.puronegoro ini terbaring di dipan pendopo
"bagaimana kyai..apa nyimas endang dharma bisa dipanggil kemari.."
"rd. Tabib nyimas endang dharma telah wafat.."
Tersentak pemuda ini mendengar ucapan kyai tinggil.
"kyai, lalu apa yg harus kami lakukan.."
"jika saja, akuwu wiralodra ada mungkin beliau sedikit bisa membantu, sayang sekarang beliau sedang menghadap kekesultanan cerbon.."
"terpaksa saya membawa adik purwo ke kesultanan.."
"lebih cepat akan lebih baik raden.."
Tanpa buang waktu pemuda gagah ini naikan kembali tubuh rd.purwo ke gerobak, tak lama gemeretak roda kereta kuda meninggalkan pendopo lembah cimanuk..

                                                       _¤_
     Tanding jurit antara senopati andawiyah wira panjunan dan jantra bolang semakin seru, disaat pukulan maut sepuluh jalur pasir dg ganas menyambar kearah pemuda gagah ini, diudara terdengar suara kucing yg menggelegar memekakan telinga yg sontak membuyarkan pukulan maut jantra bolang, tubuh dhanawa penghuni telaga bolang ini tampak terlempar kebelakang terbanting ketanah dg keras begitu sosoknya kembali bangkit didepan sana sebilah keris tanpa eluk berwarna hitam legam tergenggam ditangan kanan sang senopati.
"chandra mawa.." sentak jantra bolang tersurut mundur.
"dhanawa kau mengenali senjata ini.."
"siapa andika sebenarnya, semua kalangan tahu riwayat keris mustika ciptaan mpu.adiluhung itu.."
"aku sahabatnya.."
tubuh tinggi besar mengerikan jantra bolang perlahan pudar satu sosok pemuda tampan berambut ikal panjang sebahu berdiri menjura hormat kearah senopati andawiyah wira panjunan.
"saya jantra bolang, cantrik dari padepokan mpu adiluhung, beliau menugaskan saya menjaga kelestarian dan keasrian kawasan talaga ini dari tangan2 yg angkara.."
senopati andawiyah lantas salami pemuda dihadapannya.
"aku andawiyah.."
"apakah andika senopati dari kesultanan cerbon itu.."
"jabatan itu, telah aku tanggalkan.."
"saya mengerti keputusan yg diambil senopati, namun beberapa pekan yg lalu prajurit pinangeran kesultanan cerbon saya dengar masih mencari senopati.."
"jantra bolang, aku gagal menjalankan tugas dari sinuhun sebagai konsekuensinya mundur dan menanggalkan jabatan adalah sumpah mutlak prasetya seorang prajurit.."
"senopati, kekalahan prajurit kesultanan dari laskar kesangyangan tdk sepenuhnya kesalahan senopati..."
"jantra, tdk ada istilah anak buah atau prajurit yg salah, justru pemimpinlah yg bertanggung jawab karena tdk becus mengurus bawahannya.."
"baiklah senopati, itu semua adalah keputusanmu.."
senopati andawiyah cuma tersenyum dilain kejap sosoknya telah melesat kearah utara, sedang jantra bolang kembali kewujud dhanawanya mencebur masuk kedalam telaga.

                                                     -¤-
     Lembayung senja semburat diufuk barat, hembusan angin dingin tampak menyibak rambut panjang pemuda yg tengah melaju dg kereta kudanya, sebentar2 pemuda gagah ini palingkan wajahnya ke dalam kereta.
"niluh seroja, bagaimana kondisi purwo adikku.."
"panasnya semakin tinggi kakan puro, bahkan kain basah utk mengompres langsung mengering.."
pemuda gagah yg bukan lain dari rd. Puronegoro usap wajahnya berulang kali, rombongan ini sebelumnya telah singgah dipadukuhan lembah cimanuk utk minta bantuan tabib wanita nyimas endang dharma, namun sesuatu hal tak terduga telah terjadi.( baca eps. Jer basuki mawa bea)
ditikungan sungai kereta kuda itu hentikan lajunya.
"kakang ada apa.."
"tetap didalam niluh.."
niluh seroja sibak sedikit tirai kereta, didepan sana rd.puronegoro tampak menghampiri satu sosok berjubah putih.
"kyai sidum, terima hormat saya.."
"angger puronegoro, bawa adikmu kehadapanku.."
tanpa membuang waktu sosok rd.purwo kini terbaring dihadapan lelaki tua tsb.
"sepuluh jalur pasir.." gumam orang tua berjubah putih ini.
"kyai mengenali pukulan yg bersarang didada adik saya.."
orang berjubah ini lantas pejamkan matanya sesaat ketika tangannya mengusap dada rd. Purwo sinar kebiruan tampak membias dari dalam dada rd. Purwo, bersamaan dg itu mata yg sekian lama terpejam tampak membuka, begitu mengenali orang disampingnya dg takjim rd.purwo cium tangan kyai.sidum.
"jantra bolang tdk bermaksud mencelakai kalian, dia hanya menjalankan tugasnya, rd. Berdua sebaiknya kembali menjalankan tugas dari sinuhun cerbon, berjalanlah kearah selatan begitu melewati pohon tak berdaun, berarti tujuan kalian mencari jati tunggal sudah dekat.."
kedua pangeran murid sunan gunung jati ini lantas rapatkan kedua tangannya kedada, disusul pudarnya sosok kyai sidum.
"kakang puro, mungkin sampai disini saya bisa mengantar.." ujar niluh seroja memecah keheningan.
"niluh kau hendak kemana.."
"saya akan mencari pembunuh kakek guru, kakang berdua lanjutkan tugas dari sinuhun.."
"niluh maafkan, kami blm bisa membantumu.."
"sudahlah kakang, saya mengerti.."
niluh seroja cuma tersenyum, sebenarnya jauh dilubuk hatinya tdk rela berpisah dg rd. Puronegoro ya amat dikasihinya ini, namun tanggung jawab bela pati atas tewasnya kakek gurunya membuat hati dara jelita ini menjadi kuat.
"kakang jagalah ini, kelak saya akan mengambilnya lagi."
digenggamnya tangan raden puronegoro, begitu dibuka sebuah tusuk konde perak berukir bunga seroja tampak berkilat tertimpa mentari diujung senja.
"saya pamit kakang."
seiring dg ucapannya, kini sosok dara jelita yg sekian lama menemani dlm perjalanan tampak jauh berada diujung bukit sebelah timur dan tak lama raib disela2 karang nan terjal, rd. Puronegoro tarik nafasnya dalam2, perasaan aneh mengalir dg deras keujung simpul saraf disekujur tubuhnya, dimasukkannya tusuk konde perak itu dibalik bajunya.
"adik purwo, apa kau sudah kuat untuk melanjutkan perjalanan.."
"kakang, gadis itu jatuh hati padamu.."
"kau ini..tugas penting menanti kita..ayo.."
tanpa menghiraukan adiknya rd. Puronegoro lentingkan tubuhnya keatas kuda dan dg segera gebrak binatang ini kearah selatan, sementara adiknya rd.purwo cuma senyum2 melihat tingkah kakaknya tak lama, dua ekor kuda tampak berkejaran di lamping bukit menuju kearah selatan.
                                                  -¤-
     Dalam eps. Dahana bukit ilalang dikisahkan bagaimana senopati andawiyah wirapanjunan dg tiba2 campakkan baju Zirahnya karena merasa gagal menjalankan tugas dari sinuhun cerbon menumpas laskar kesangyangan hutan sinang perbukitan loyang dan meninggalkan begitu saja puluhan prajurit pinangeran kacerbonan yg dipimpinnya beserta panglima muntar braja luwuk disatu daerah hutan sancang sebelah barat telaga bolang.
"panglima apa rencana kita selanjutnya.."
"prajurit elang saba, hampir satu sasih kita mencari keberadaan senopati namun belum ada hasil, lebih baik kita kembali ke kesultanan.."
"kalau itu keputusan panglima kami manut saja.."
Belum kering ucapan elang saba, diatas sana suasana yg semula terang mendadak sontak redup, detik berikutnya gaung suara tertawa terdengar menggelegar memekakan telinga.
"gelap ngampar... Cepat salurkan hawa inti pada telinga kalian.."
teriak panglima muntar memperingatkan, detik berikutnya sosok2 prajurit pinangeran yg terlambat bertindak bergelimpangan dg tubuh kering kerontang.
Kegelapan dan gaung suara memekakan telinga terus membahana satu per satu prajurit yg memiliki hawa inti rendah menjadi korban, disaat seperti itulah terdengar suara seruling menggema menindih suara tawa yg menggelegar dan perlahan suasana gelap kembali terang, tampaklah didepan sana satu sosok pemuda tegap dg ikat kepala kain merah berkacak pinggang.
"lagi2 seruling itu, pasti dia ada disekitar sini." gumam sang pemuda dlm hati.
"menjangan wulung ternyata kau.."
pemuda ini cuma senyum jumawa
"panglima muntar, urusan kita belum selesai.."
"apa maksudmu.."
menjangan wulung tudingkan telunjuknya.
"aku menantangmu duel.."
......
                                                -¤-


     Suasana tegang menggantung diudara rd.menjangan wulung lantas rubah kuda2nya, sementara panglima muntar memberikan isarat pada prajurit pinangeran agar menepi dari gelanggang pertempuran.
"panglima muntar, mana atasanmu senopati andawiyah, tanggung jika cuma kau yg tewas.."
"sombong, jumawa sesumbarmu..menghadapi penghianat macam dirimu, kakang andawiyah tdk usah repot2 turun tangan.."
rahang rd.menjangan wulung tampak terkatup menandakan amarahnya mulai terpancing, tapak tangan kanannya mulai mengepal, udara sekitar dirasakan memanas langit mulai meredup.
"warangan temiang geni, celaka.." keluh panglima muntar dlm hati.
"kekhawatiran tergambar jelas diwajahmu panglima, kau mengenal ajianku ini, menyerahlah selagi ada kesempatan.."
walau agak gamang namun dg tenang panglima muntar lantas satukan telapak tangannya didepan dada, hawa dingin mulai merambah menindih hawa panas yg dirasa. Detik berikutnya diawali bentakan lantang tubuh rd.menjangan wulung melesat dg sebat kearah tiga titik mematikan panglima muntar, pertempuran sengit pecah.
Sepuluh jurus tlah berlalu, duel antara keduanya semakin seru namun lambat laun sesepuh para warok hutan sinang perbukitan loyang ini mulai diatas angin dan dalam satu kesempatan tendangan berantai telak mengenai dada panglima muntar.
"dueess.."

     panglima muda ini tampak terhuyung kebelakang, melihat itu rd.menjangan wulung segera hantamkan telapak tangannya yg mengandung racun ganas warangan temiang geni ke arah panglima muntar.

      Diatas pucuk dahan satu sosok dara dg seruling perak ditangannya tampak bersiap melesat kebawah, namun niatnya urung satu sosok lain dg kecepatan kilat telah berdiri diantara panglima muntar dan rd.menjangan wulung.
"DHUUUAAAARRR..!!"
Dentuman keras bak membelah jagat, debu pasir buluh temiang beracun buyar berhamburan, rd.menjangan wulung terbanting dg keras ketanah, panglima muntar terlempar kebelakang berguling sesaat lalu tubuhnya tertahan batang pohon yg tumbang, ditengah arena satu sosok gagah tegak berdiri sambil menggenggam sebilah belati berkilat tertimpa mentari pagi.
"kakang senopati.." ucap panglima muntar yg lantas ambruk tak sadarkan diri kemudian beberapa prajurit memapahnya ketempat aman, dilain tempat rd.menjangan wulung telah bangkit dan kembali pasang kuda2.
"bagus, akhirnya kau muncul senopati.."
"sebenarnya ini bukan urusanku lagi, namun menyerang orang yg sudah lemah adalah pengecut, aku tdk bisa membiarkannya.."
"senopati, jangan banyak cakap..ini hari kekalahan pasukanmu dipalagan sekar kemulyan akan lengkap dg tewasnya dirimu.."
"buktikan ucapanmu..menjangan wulung.." sentak
senopati andawiyah lantas selipkan belati lading pengukir jagat yg tadi digunakan menangkis racun temiang geni dibalik bajunya, dg tenang atur posisi kuda2.
"keluarkan semua kemampuanmu senopati, bila perlu keris chandramawa dan lading pengukir jagat sekaligus kau gunakan..agar kematianmu tdk penasaran.."
senopati andawiyah cuma diam, dia tahu lawan bermaksud memancing amarahnya.
Sementara dara ayu dg seruling perak yg dari tadi diam dipucuk dahan tampak berubah parasnya.
"menjangan wulung..jangan2 pemuda itu.." gumamnya dalam hati.

                                                        -¤-
 "senopati lihat serangan.." bentak rd.menjangan wulung, sosok pemuda tegap dg ikat kain merah dikepalanya ini mendadak raib dari pandangan namun indra waskita senopati muda ini telah menduganya begitu sambaran hawa panas terasa menyayat kulit dg gerakan kilat lesatkan badannya keudara.
"buuukk.!!"
tendangan melingkar sang senopati mendarat telak di dada rd.menjangan wulung.
"braaak..!!"
sosok pemuda ganas ini terhempas kebatang pohon hingga tumbang, lelehan darah tampak mengalir dari sela bibirnya namun pemuda keras hati ini lantas rapal ajian gelap ngampar tingkat enam, sontak kegelapan mengandung hawa maut menyergap kawasan itu hingga radius seratus depa.
"blaaaarr.!!"
dentuman dahsyat terdengar begitu suara sahdu seruling menggema ditempat tsb.
Udara panas dan suasana gelap pekat sontak sirna, didepan sana sosok rd.menjangan wulung bak raib ditelan bumi namun gema suara seruling masih terdengar syahdu.
"ilmu pemindah suara yg sempurna, orang nya mungkin tlah jauh ribuan tombak dari sini.."
senopati andawiyah lantas hampiri panglima muntar yg telah siuman dari pingsannya.
"kakang senopati kau kembali.."
senopati andawiyah cuma tersenyum setelah memberikan beberapa totokan untuk memperlancar peredaran darah sebuah butiran putih diletakannya ditangan panglima muntar.
"adik muntar, cepat telan dan atur jalan nafasmu.."
begitu melakukan yg diperintahkan senopati andawiyah, detik berikutnya panglima muntar muntahkan darah hitam bercampur buluh bambu berduri.
"racun warangan temiang geni sangat dahsyat, untung adik cuma terserempet saja.."
"kakang senopati, kami mencarimu kemana2, lebih baik kita kembali ke kesultanan.."
senopati andawiyah sesaat tarik nafasnya dalam2.
"adik muntar, keputusanku telah bulat..silahkan kalian saja yg kembali ke kesultanan.."
"kakang senopati..."
"jangan lagi kau panggil aku dg senopati..!!" suara senopati andawiyah terdengar menggelegar...
" jabatan itu telah aku tanggalkan..
Dengarkan kalian semua..prajurit pinangeran, ini perintah terakhirku..
Yang punya istri, anak dan keluarga di kesultanan keluar dari barisan..!!"
suara senopati lantang menggema beberapa detik berlalu dlm keheningan...
Beberapa saat kemudian..satu persatu prajurit tampak keluar dari barisannya, yg tinggal hanya puluhan prajurit saja termasuk panglima muntar brojoluwuk.
"mulai detik ini, aku bukan senopati..., kalian kembalilah kekesultanan..sampaikan salam hormatku pada gusti sultan kanjeng sunan gunung jati.."
Tanpa menunggu komando dua kali kurang lebih seribu prajurit kesultanan cerbon tinggalkan tempat itu.
"kakang senopati..eeh.. Maaf, maksuk saya kakang andawiyah, sekarang apa rencanamu.."
"adik muntar, aku akan kepadukuhan lembah cimanuk..dan menetap disana sebagai orang biasa, bagaimana dg kalian semua.."
"kami akan ikut kakang.."
"kalau begitu, lepas semua baju zirah dan senjata kalian, ganti baju seperti rakyat jelata..kita menuju padukuhan lembah cimanuk.."
dalam sekejap, semuanya telah berubah menjadi rakyat jelata, sedang semua baju perang dan senjata dikubur disatu tempat.
Mentari semburat kemerahan diufuk barat ketika puluhan bekas pasukan kesultanan ini melangkahkan kakinya kearah tenggara dimana padukuhan lembah cimanuk berada.

                                                           -¤- 
Salam Bhumi Deres Mili 
Penulis
Kyt

kelanjutannya di : Awal Mula Peradaban



5 komentar:

  1. Semakin seru saja ceritanya!! Dahsyat deh..

    BalasHapus
  2. Mas KUSYOTO blog anda ini harusnya di daftarin di Mippin saja , terus judul postnya begini :
    Bhumi Deres Mili : Post by kategorinya atau judulnya biar mudah dalam search enginenya.

    Saya sudah nyoba Mas dengan kata Iman Hijrah dan Jihad pada judul posting dengan sub judul berbeda dan hasilnya Alhamdulillah bisa
    Atau Budi Pekerti Muhammad S.A.W.

    Semangat Mas Kusyoto.

    BalasHapus
  3. 1. Rd puranegara bukannya pangeran puranegara
    2. Bukannya mereka bersahabat ber4,pangeran puranegara, Rd wiralodra,senopati andawiyah wirapanjunan dan nyi endang dharma
    3. Ceritain donk persahabatan mereka ber 4

    BalasHapus
  4. 1. Rd puranegara bukannya pangeran puranegara
    2. Bukannya mereka bersahabat ber4,pangeran puranegara, Rd wiralodra,senopati andawiyah wirapanjunan dan nyi endang dharma
    3. Ceritain donk persahabatan mereka ber 4

    BalasHapus

Lisensi

Lisensi Creative Commons
BHUMI DERES MILI by BHUMI DERES MILI is licensed under a Creative Commons Atribusi 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di KANG KUSYOTO, KYT.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http//:www.bhumideresmili.blogspot.com.

Total Tayangan Halaman

About

Pages

Download

Powered By Blogger

Search Box

Popular Posts

Followers