KONTAK SAYA

Email Twitter Facebook

TELUSURI

GALERI FOTO

Kategori Arsip Daftar Isi

MULAI DARI SINI

Pelayanan Portfolio Pembayaran

Rabu, 30 November 2011

SANG DURJANA


    Mendung bergulung diatas kedaton majapahit,  sehari setelah tragedy pembantaian kesatria-kesatria padjajaran dimana sang prabu pasundan lingga buana dan putrinya dyah pitaloka ikut tewas belapati demi nama baik padjajaran, siang itu prabu anom hajam wuruk tampak duduk termenung disingasananya, hati raja muda ini seakan tercabik ribuan sembilu, niatnya untuk mempersunting dyah pitaloka sebagai permaisuri pupus sudah, dihadapan prabu hajam wuruk duduk terpekur dengan kepala tertuju ke lantai sang mahapatih gadjah mada.
“paman mada, mengapa berakhir seperti ini, bagaimana tanggung jawabku pada kerabat kerajaan padjajaran..”
Sebelum menjawab, patih berusia lanjut ini tampak menarik napas panjang seakan ada batu sebesar gunung menghimpit dadanya.
“angger prabu, semua kejadian ini tanggung jawab hamba..hamba siap mendapat hukuman..”
“paman mada, bukan masalah siapa yang bersalah dan siapa yang bertanggung jawab, namun setidaknya paman sebagai mahapatih seharusnya tahu niat saya mempersunting putri padjajaran itu bukan sekedar pelengkap sahnya seorang prabu, namun untuk menyambung tali kekeluargaan antara dua kerajaan.bukankah pendiri majapahit terdahulu yakni dyah sanggrama wijaya berasal dari pasundan juga keturunan dari lembu tal yang berasal dari sunda.”
“hamba paham angger prabu, lalu apa yang harus hamba lakukan..”
“satu hal lagi paman mada, saya hargai sumpah palapa paman, namun saya harap jangan terlalu kaku dalam pelaksanaannya..”
“hamba angger prabu…”
Mahapatih gadjah mada hanya bisa rangkapkan kedua tangannya didepan kening, patih yang telah mengabdi selama tiga decade ini haya mampu mengarahkan pandanganya dilantai kedaton.
“sekarang dengar titah saya paman mada, kirim  abu jenazah prabu linggabuana dan putri dyah pitaloka ke padjajaran, sampaikan permohonan maap saya pada rakyat padjajaran dan kerabat kedaton padjajaran, sampaikan pada niskala wastu kencana sebagai adik dari dyah pitaloka dan pamannnya mangkubumi bunisora suradipati..”
“sendika angger prabu, hari ini juga hamba akan mengutus telik sandi untuk berangkat ke padjajaran..”
Setelah merangkapkan kedua tagannya didepan kening, mahapatih gadjah mada langsung beringsut meninggalkan balai singgasana .
Langkah mahapatih gadjah mada ini terhenti ketika sesosok tubuh tampak berdiri sambil menundukan wajahnya ketanah rerumputan halaman istana.
“demung wira, kalau saja aku tidak mempertimbangkan jasamu, saat ini juga kepalamu menggelinding dialun-alun selatan..”
“ampunkan hamba mahapatih, semua ini salah hamba..hamba siap mendapat hukuman…”
“ssrrreeett..!!”
Mahapatih gadjah mada lantas cabut bilah keris dari warangkanya

Jumat, 11 November 2011

TRAGEDI PATREM SAKADOMAS


     Mentari baru saja menampakkan sinarnya yang hangat ketika sekitar lima buah perahu layar besar merapat dipelabuhan tuban, tak lama dari dalam perahu berloncatan beberapa orang bertampang gagah berpakaian prajurit lengkap dengan tameng dan tombak ditangan mengawal satu sosok lelaki dengan mahkota gemerlapan bertengger dikepalanya sedang dibelakangnya berjalan dengan anggun satu sosok dara ayu berpakaian ringkas berwarna merah hati dengan sebilah pedang hijau terselip dipinggang kirinya.
“paman rakyan jalawatra, apa kedaton majapahit masih jauh dari sini..”
“maap gusti prabu, dari pelabuhan tuban kita akan melanjutkan perjalanan berkuda kearah timur, kurang lebih setengah hari kita akan sampai ditapal batas majapahit..”
“baiklah, putriku dyah pitaloka..dirimu dan ibundamu menaiki tandu, sedangkan aku akan berkuda bersama rakyan jalawatra didepan..dan kalian para prajurit kawal kami disamping kanan dan kiri serta belakang..”
“baik gusti prabu..”
Rombongan yang tak lain dari prabu lingga buana, raja agung pasundan yang bermaksud menyelenggarakan pernikahan atas putri padjajaran dyah pitaloka dengan raja majapahit raja sanegara prabu hayam wuruk ini lantas naik keatas punggung kudanya dan tak lama iring-iringan calon pengantin ini bergerak meninggalkan pelabuhan tuban.

Lisensi

Lisensi Creative Commons
BHUMI DERES MILI by BHUMI DERES MILI is licensed under a Creative Commons Atribusi 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di KANG KUSYOTO, KYT.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http//:www.bhumideresmili.blogspot.com.

Total Tayangan Halaman

About

Pages

Download

Powered By Blogger

Search Box

Popular Posts

Followers