KONTAK SAYA

Email Twitter Facebook

TELUSURI

GALERI FOTO

Kategori Arsip Daftar Isi

MULAI DARI SINI

Pelayanan Portfolio Pembayaran

Selasa, 26 April 2011

Amukti Sang Senopati

     Lamping bukit terjal yg ditumbuhi lumut setebal betis orang dewasa itu begitu sunyi meremang dalam kabut senja hari, semilir angin sedingin es meluncur dari lereng sebelah tenggara pegunungan kawi, rinai hujan perlahan membasuh bumi, kilat melintas disusul gelegar halilintar merobek angkasa, sedetik kemudian hujan disertai badai melanda kawasan tsb, dikaki gunung kawi sebuah dusun rata dengan tanah tersapu matrial tanah dan batu yg longsor menimpanya tanpa ampun.
Tujuh belas tahun setelah kejadian yg mengerikan itu kawasan lereng gunung kawi menjadi tempat yg sangat disakralkan penduduk sekitar, tak seorangpun berani mendatanginya, hanya orang2 yg punya kepentingan duniawi dg menghalalkan segala cara dg modal nekad menyambanginya. Sementara itu dari puncak gunung kawi sebelah barat sekelebatan bayangan biru dg cepat dan tanpa suara melesat kearah tenggara, saking cepatnya sosok bayangan biru kini telah sampai dilamping bukit terjal yg ditumbuhi lumut tebal.
"aku harus segera menemukannya, kalau tidak tirakatku selama empat purnama akan sia2.." gumam bayangan biru yg ternyata seorang pria separuh baya dg pakaian ringkas berwasna biru.
"aku harus menemukannya.." kembali ucapan yg sama keluar dari bibir laki-laki ini, sosoknya kembali melesat mengelilingi kawasan berbatu begitu menerobos semak belukar yg lebat, telinganya lapat2 mendengar suara tangisan bayi.
"ah..gusti Allah..apakah ini pertanda yg ku dapat dalam wirid ku semalam.." setelah bergumam yg tak jelas kembali laki2 tua ini lentingkan tubuhnya kesumber tangisan bayi yg didengarnya, senyum sumringgah tampak dari sudut bibirnya, dihadapannya terlindung dibawah akar pohon panggang seekor menjangan dg tenang tengah menyusui dua orang orok yg sepertinya baru dilahirkan karena ari2 dari kedua orok ini belum puput, mengetahui ada orang yg datang dg sangar menjangan betina segera ambil ancang2 untuk menyerang.
"maaf datuk, aku tdk bermaksud jahat, aku hanya mau mengambil ke dua orok itu, aku akan memeliharanya dg baik.."
Seakan mengerti ucapan orang menjangaan betina ini angsurkan kedua orok dg mulutnya kearah orang berbaju biru, seorang orok perempuan diterimanya dg kasih oleh orang tua ini, tapi ketika mau mengambil orok lelaki sebuah kilat tepat jatuh di hadapannya, dg sigap orang berbaju biru ini lentingkan badannya kebelakang.
"ah..rupanya, aku cuma berjodoh dg orok perempuan ini.." membatin orang ini.
"baiklah datuk, terimakasih atas kepercayaannya, mengenai orok laki2 itu biarlah gusti Allah yg punya kehendak.." setelah berkata seperti itu, tubuh lelaki tua dg mendukung orok perempuan lesatkan tubuhnya kearah asal dia datang, sedang sang menjangan kembali menyusui orok laki2 yg terbungkus kain berwarna biru kehitaman atau wulung.
                                                   _¤_

      Dua puluh tahun tlah berlalu, puncak gunung kawi tersaput kabut dini hari namun dalam keheningan subuh lapat2 mengalun gema suasa seruling yg menyayat kalbu, entah siapa yg meniup seruling itu yg jelas getar yg ditimbulkannya mampu merontokan daun2 waringin putih yg bertebaran disepanjang lerengnya.
"kidang selasih, tenaga intimu mulai ada kemajuan.."
Dara baju biru yg tengah asik meniup seruling berpaling ke arah orang yg menegurnya, senyum manis tampak merekah dari bibirnya yg ranum.
"guru..maapkan bila suara seruling saya mengusik kekusukan guru sholat shubuh.."
"kidang selasih, duapuluh tahun tlah berlalu saatnya kau mengetahui ihwal dirimu.."
"maksud guru.."
"ambil air wudu mu, solat shubuh..baru kau temui aku di lamping bukit batu berlumut,"
Tanpa menunggu jawaban dari muridnya, lelaki tua ini lentingkan badannya kearah lereng sebelah tenggara diikuti pandangan mata sang murid yg penuh tanda tanya.

                                                        _¤_


     Langkah kidang selasih terhenti, didepan sana dibawah pohon panggang yg berusia ratusan tahun gurunya terlihat berdiri mematung.
"guru.." tegurnya, sambil membungkuk hormat.
"duapuluh tahun silam, kalian aku temukan disela akar pohon ini, disamping rumpun relasih bersama seekor induk kijang betina yg tengah menyusuimu.."
"maksud guru.."
Tanpa diminta orang tua berjubah biru dg alis tebal berwarna sama dg jubahnya pandang sesaat murid tunggalnya ini, perlahan satu kisah meluncur dari bibirnya.
Hampir sepeminuman teh orang tua ini menuturkan ihwal kehidupan muridnya, selesai bercerita dihisapnya dalam2 rokok kawung yg hampir padam.
"jadi guru tidak tahu siapa kedua orang tua, yg tega membuang saya.."
Sang guru cuma mengangguk pelan.
"sekarang waktunya buatmu turun gunung, diluar sana kehidupan yg lebih baik menantimu.."
"guru, kalau saya pergi siapa yg akan mengurus guru.."
Orang tua ini cuma tersenyum
"selasih..aku tlah terbiasa hidup sendiri, disisa umurku aku ingin lebih mendekatkan diri pada sang maha pencipta.."
"maap guru.."
"ada yg akan kau tanyakan selasih.."
"diawal guru bilang kalian berdua, apakah.."
"ah, pikunnya otak tua ini, kau benar selasih, kamu masih punya saudara laki2, tapi waktu itu sambaran kilat seakan menghalangiku untuk mengambilnya.." "lalu apakah guru tahu dimana keberadaan saudara saya itu.."
"tiga hari lamanya, aku berada ditempat ini mengawasi saudaramu, tepat hari ke tujuh seorang alim ulama melintas dikawasan ini, dan mungkin sudah jadi garisan ilahi saudaramu yg di beri nama menjangan wulung oleh orang alim, yg ternyata sinuhun cerbon, sunan gunung jati di angkatnya menjangan wulung jadi anaknya.."
"jadi, saudara saya sekarang ada di cerbon guru.."
"seharusnya begitu, namun angkara dan keserakahan menguasainya, ini menjadi tugasmu untuk meluruskan angkara saudaramu.."
"baik guru..wejangan dan tugas dari guru akan saya laksanakan.."
"berangkatlah sekarang.." dg takjim diciumnya tangan guru yg sudah belasan tahun membimbingnya itu, sedetik kemudian sosok rampingnya tampak berkelebat menuruni lereng bukit kawi, setelah tiga hari melakukan perjalanan disatu tegalan kidang selasih melihat seorang pemuda tegap berikat kepala merah tengah berlari tanpa busana, dg segera dara ayu ini menyelipkan pakaian hitamnya dibilik dangau ditengah tegalan, lalu melesat keatas wuwungan dangau kemudian meniup serulingnya dikala pemuda tegap dg ikat kepala kain merah telah selesai memakai pakaian yg diletakannya dibilik dangau.
                                                    _¤_

      Setelah berpisah dg mpu. Danurwenda, senopati andawiyah wira panjunan tampak berjalan gontai menuju lembah subur disebelah barat bukit ilalang, pemuda gagah yg telah memutuskan tdk kembali ke kesultanan cerbon karena malu pasukan pinangeran yg dikomandoinya kalah telak oleh laskar kesangyangan alas sinang perbukitan loyang ini berhenti disebuah telaga berair hijau, dan tanpa membuka baju menceburkan diri didalamnya, pemuda ini lupa dengan kejadian yg pernah dialaminya dulu dimana mpu danur wenda merasa terusik dg tingkahnya mandi tanpa izin ditelaga biru kediaman sang mpu ini.
Hal yg sama terjadi baru beberapa saat berenang mantan senopati cerbon ini merasakan sambaran dari samping kirinya.
"blaaarrr...!!"
Dg sigap pemuda tegap ini lentingkan tubuhnya keatas tapi tak dinyana disaat badannya masih mengapung diudara dari dalam telaga melesat satu sosok mengerikan dg caling mencuat dan rambut tebal riap-riapan. "anak manusia lancang, terimalah kemarahan jantra bolang.."
Mahluk menyeramkan ini lantas pukulkan kedua tangangannya sekaligus, sepuluh jalur pasir merah meluncur deras kearah senopati andawiyah wira panjunan.
                                                   _¤_
"blaaarr..!!"
Dentuman keras menggetarkan kawasan telaga, kobaran api gemeretak melamun pepohonan, belum sempat senopati andawiyah wirapanjunan jejakan kaki ketanah, kembali sepuluh jalur pasir melabraknya. "deess.., blaar.."
Kembali dentuman keras terdengar memekakan telinga.
"dhanawa..aku tdk punya urusan dg mu, kenapa kau turunkan tangan jahat pada ku.."
"anak manusia lancang..tdk ada urusan katamu, seenak udelmu mandi tanpa izin, kau masih berdalih tak ada urusan.."
Sesaat pemuda tegap ini terperangah.
"ah, terulang lagi.." keluhnya dlm hati.
"dhanawa, kalau begitu aku minta maap..aku tdk tahu..kawasan ini kekuasaanmu.."
"sifat manusia dari dulu tak pernah berubah, berbuat keonaran, baru minta maaf.."
"dhanawa.."
"aku jantra bolang, anak manusia, kau boleh pergi dg syarat tanggalkan lengan kirimu, sebagai penebus kelancanganmu"
"saratmu tak mungkin aku penuhi jantra bolang.."
"kalau begitu.."
"blaaaarr..!"
Sebuah batu hancur terkena sambaran kaki jantra bolang, penguasa telaga bolang ini lantas melesat memburu senopati andawiyah, pertempuran sengit pecah.
                                               _¤_

      Kuda penarik gerobak itu tampak berhenti didepan pendopo padukuhan lembah cimanuk, seorang pengawal pintu gerbang menyongsongnya.
"maap kisanak ada keperluan apa.."
Seorang pemuda gagah turun dari kereta
"prajurit, kau tdk mengenaliku.." prajurit ini pandang wajah gagah dihadapannya dg seksama.
"ah..rd.puronegoro, maapkan saya silahkan masuk raden.."
"terimakasih paman.."
Kembali kereta kuda itu melaju kedalam pendopo, aki tinggil yg kebetulan berada disana segera menyongsongnya.."
"rd. Puronegoro, bgaimana keadaanmu..mana adikmu rd.purwo.."
"dia ada didlm kereta, terluka parah kami ingin menemui tabib nyimas. Endang dharma.."
Paras aki tinggil sesaat berubah
"ada apa kyai.."
"sebaiknya raden bawa adik raden ke dlm pendopo.."
Aki tinggil segera memanggil beberapa pengawal, tak lama tubuh adik rd.puronegoro ini terbaring di dipan pendopo
"bagaimana kyai..apa nyimas endang dharma bisa dipanggil kemari.."
"rd. Tabib nyimas endang dharma telah wafat.."
Tersentak pemuda ini mendengar ucapan kyai tinggil.
"kyai, lalu apa yg harus kami lakukan.."
"jika saja, akuwu wiralodra ada mungkin beliau sedikit bisa membantu, sayang sekarang beliau sedang menghadap kekesultanan cerbon.."
"terpaksa saya membawa adik purwo ke kesultanan.."
"lebih cepat akan lebih baik raden.."
Tanpa buang waktu pemuda gagah ini naikan kembali tubuh rd.purwo ke gerobak, tak lama gemeretak roda kereta kuda meninggalkan pendopo lembah cimanuk..

                                                       _¤_
     Tanding jurit antara senopati andawiyah wira panjunan dan jantra bolang semakin seru, disaat pukulan maut sepuluh jalur pasir dg ganas menyambar kearah pemuda gagah ini, diudara terdengar suara kucing yg menggelegar memekakan telinga yg sontak membuyarkan pukulan maut jantra bolang, tubuh dhanawa penghuni telaga bolang ini tampak terlempar kebelakang terbanting ketanah dg keras begitu sosoknya kembali bangkit didepan sana sebilah keris tanpa eluk berwarna hitam legam tergenggam ditangan kanan sang senopati.
"chandra mawa.." sentak jantra bolang tersurut mundur.
"dhanawa kau mengenali senjata ini.."
"siapa andika sebenarnya, semua kalangan tahu riwayat keris mustika ciptaan mpu.adiluhung itu.."
"aku sahabatnya.."
tubuh tinggi besar mengerikan jantra bolang perlahan pudar satu sosok pemuda tampan berambut ikal panjang sebahu berdiri menjura hormat kearah senopati andawiyah wira panjunan.
"saya jantra bolang, cantrik dari padepokan mpu adiluhung, beliau menugaskan saya menjaga kelestarian dan keasrian kawasan talaga ini dari tangan2 yg angkara.."
senopati andawiyah lantas salami pemuda dihadapannya.
"aku andawiyah.."
"apakah andika senopati dari kesultanan cerbon itu.."
"jabatan itu, telah aku tanggalkan.."
"saya mengerti keputusan yg diambil senopati, namun beberapa pekan yg lalu prajurit pinangeran kesultanan cerbon saya dengar masih mencari senopati.."
"jantra bolang, aku gagal menjalankan tugas dari sinuhun sebagai konsekuensinya mundur dan menanggalkan jabatan adalah sumpah mutlak prasetya seorang prajurit.."
"senopati, kekalahan prajurit kesultanan dari laskar kesangyangan tdk sepenuhnya kesalahan senopati..."
"jantra, tdk ada istilah anak buah atau prajurit yg salah, justru pemimpinlah yg bertanggung jawab karena tdk becus mengurus bawahannya.."
"baiklah senopati, itu semua adalah keputusanmu.."
senopati andawiyah cuma tersenyum dilain kejap sosoknya telah melesat kearah utara, sedang jantra bolang kembali kewujud dhanawanya mencebur masuk kedalam telaga.

                                                     -¤-
     Lembayung senja semburat diufuk barat, hembusan angin dingin tampak menyibak rambut panjang pemuda yg tengah melaju dg kereta kudanya, sebentar2 pemuda gagah ini palingkan wajahnya ke dalam kereta.
"niluh seroja, bagaimana kondisi purwo adikku.."
"panasnya semakin tinggi kakan puro, bahkan kain basah utk mengompres langsung mengering.."
pemuda gagah yg bukan lain dari rd. Puronegoro usap wajahnya berulang kali, rombongan ini sebelumnya telah singgah dipadukuhan lembah cimanuk utk minta bantuan tabib wanita nyimas endang dharma, namun sesuatu hal tak terduga telah terjadi.( baca eps. Jer basuki mawa bea)
ditikungan sungai kereta kuda itu hentikan lajunya.
"kakang ada apa.."
"tetap didalam niluh.."
niluh seroja sibak sedikit tirai kereta, didepan sana rd.puronegoro tampak menghampiri satu sosok berjubah putih.
"kyai sidum, terima hormat saya.."
"angger puronegoro, bawa adikmu kehadapanku.."
tanpa membuang waktu sosok rd.purwo kini terbaring dihadapan lelaki tua tsb.
"sepuluh jalur pasir.." gumam orang tua berjubah putih ini.
"kyai mengenali pukulan yg bersarang didada adik saya.."
orang berjubah ini lantas pejamkan matanya sesaat ketika tangannya mengusap dada rd. Purwo sinar kebiruan tampak membias dari dalam dada rd. Purwo, bersamaan dg itu mata yg sekian lama terpejam tampak membuka, begitu mengenali orang disampingnya dg takjim rd.purwo cium tangan kyai.sidum.
"jantra bolang tdk bermaksud mencelakai kalian, dia hanya menjalankan tugasnya, rd. Berdua sebaiknya kembali menjalankan tugas dari sinuhun cerbon, berjalanlah kearah selatan begitu melewati pohon tak berdaun, berarti tujuan kalian mencari jati tunggal sudah dekat.."
kedua pangeran murid sunan gunung jati ini lantas rapatkan kedua tangannya kedada, disusul pudarnya sosok kyai sidum.
"kakang puro, mungkin sampai disini saya bisa mengantar.." ujar niluh seroja memecah keheningan.
"niluh kau hendak kemana.."
"saya akan mencari pembunuh kakek guru, kakang berdua lanjutkan tugas dari sinuhun.."
"niluh maafkan, kami blm bisa membantumu.."
"sudahlah kakang, saya mengerti.."
niluh seroja cuma tersenyum, sebenarnya jauh dilubuk hatinya tdk rela berpisah dg rd. Puronegoro ya amat dikasihinya ini, namun tanggung jawab bela pati atas tewasnya kakek gurunya membuat hati dara jelita ini menjadi kuat.
"kakang jagalah ini, kelak saya akan mengambilnya lagi."
digenggamnya tangan raden puronegoro, begitu dibuka sebuah tusuk konde perak berukir bunga seroja tampak berkilat tertimpa mentari diujung senja.
"saya pamit kakang."
seiring dg ucapannya, kini sosok dara jelita yg sekian lama menemani dlm perjalanan tampak jauh berada diujung bukit sebelah timur dan tak lama raib disela2 karang nan terjal, rd. Puronegoro tarik nafasnya dalam2, perasaan aneh mengalir dg deras keujung simpul saraf disekujur tubuhnya, dimasukkannya tusuk konde perak itu dibalik bajunya.
"adik purwo, apa kau sudah kuat untuk melanjutkan perjalanan.."
"kakang, gadis itu jatuh hati padamu.."
"kau ini..tugas penting menanti kita..ayo.."
tanpa menghiraukan adiknya rd. Puronegoro lentingkan tubuhnya keatas kuda dan dg segera gebrak binatang ini kearah selatan, sementara adiknya rd.purwo cuma senyum2 melihat tingkah kakaknya tak lama, dua ekor kuda tampak berkejaran di lamping bukit menuju kearah selatan.
                                                  -¤-
     Dalam eps. Dahana bukit ilalang dikisahkan bagaimana senopati andawiyah wirapanjunan dg tiba2 campakkan baju Zirahnya karena merasa gagal menjalankan tugas dari sinuhun cerbon menumpas laskar kesangyangan hutan sinang perbukitan loyang dan meninggalkan begitu saja puluhan prajurit pinangeran kacerbonan yg dipimpinnya beserta panglima muntar braja luwuk disatu daerah hutan sancang sebelah barat telaga bolang.
"panglima apa rencana kita selanjutnya.."
"prajurit elang saba, hampir satu sasih kita mencari keberadaan senopati namun belum ada hasil, lebih baik kita kembali ke kesultanan.."
"kalau itu keputusan panglima kami manut saja.."
Belum kering ucapan elang saba, diatas sana suasana yg semula terang mendadak sontak redup, detik berikutnya gaung suara tertawa terdengar menggelegar memekakan telinga.
"gelap ngampar... Cepat salurkan hawa inti pada telinga kalian.."
teriak panglima muntar memperingatkan, detik berikutnya sosok2 prajurit pinangeran yg terlambat bertindak bergelimpangan dg tubuh kering kerontang.
Kegelapan dan gaung suara memekakan telinga terus membahana satu per satu prajurit yg memiliki hawa inti rendah menjadi korban, disaat seperti itulah terdengar suara seruling menggema menindih suara tawa yg menggelegar dan perlahan suasana gelap kembali terang, tampaklah didepan sana satu sosok pemuda tegap dg ikat kepala kain merah berkacak pinggang.
"lagi2 seruling itu, pasti dia ada disekitar sini." gumam sang pemuda dlm hati.
"menjangan wulung ternyata kau.."
pemuda ini cuma senyum jumawa
"panglima muntar, urusan kita belum selesai.."
"apa maksudmu.."
menjangan wulung tudingkan telunjuknya.
"aku menantangmu duel.."
......
                                                -¤-


     Suasana tegang menggantung diudara rd.menjangan wulung lantas rubah kuda2nya, sementara panglima muntar memberikan isarat pada prajurit pinangeran agar menepi dari gelanggang pertempuran.
"panglima muntar, mana atasanmu senopati andawiyah, tanggung jika cuma kau yg tewas.."
"sombong, jumawa sesumbarmu..menghadapi penghianat macam dirimu, kakang andawiyah tdk usah repot2 turun tangan.."
rahang rd.menjangan wulung tampak terkatup menandakan amarahnya mulai terpancing, tapak tangan kanannya mulai mengepal, udara sekitar dirasakan memanas langit mulai meredup.
"warangan temiang geni, celaka.." keluh panglima muntar dlm hati.
"kekhawatiran tergambar jelas diwajahmu panglima, kau mengenal ajianku ini, menyerahlah selagi ada kesempatan.."
walau agak gamang namun dg tenang panglima muntar lantas satukan telapak tangannya didepan dada, hawa dingin mulai merambah menindih hawa panas yg dirasa. Detik berikutnya diawali bentakan lantang tubuh rd.menjangan wulung melesat dg sebat kearah tiga titik mematikan panglima muntar, pertempuran sengit pecah.
Sepuluh jurus tlah berlalu, duel antara keduanya semakin seru namun lambat laun sesepuh para warok hutan sinang perbukitan loyang ini mulai diatas angin dan dalam satu kesempatan tendangan berantai telak mengenai dada panglima muntar.
"dueess.."

     panglima muda ini tampak terhuyung kebelakang, melihat itu rd.menjangan wulung segera hantamkan telapak tangannya yg mengandung racun ganas warangan temiang geni ke arah panglima muntar.

      Diatas pucuk dahan satu sosok dara dg seruling perak ditangannya tampak bersiap melesat kebawah, namun niatnya urung satu sosok lain dg kecepatan kilat telah berdiri diantara panglima muntar dan rd.menjangan wulung.
"DHUUUAAAARRR..!!"
Dentuman keras bak membelah jagat, debu pasir buluh temiang beracun buyar berhamburan, rd.menjangan wulung terbanting dg keras ketanah, panglima muntar terlempar kebelakang berguling sesaat lalu tubuhnya tertahan batang pohon yg tumbang, ditengah arena satu sosok gagah tegak berdiri sambil menggenggam sebilah belati berkilat tertimpa mentari pagi.
"kakang senopati.." ucap panglima muntar yg lantas ambruk tak sadarkan diri kemudian beberapa prajurit memapahnya ketempat aman, dilain tempat rd.menjangan wulung telah bangkit dan kembali pasang kuda2.
"bagus, akhirnya kau muncul senopati.."
"sebenarnya ini bukan urusanku lagi, namun menyerang orang yg sudah lemah adalah pengecut, aku tdk bisa membiarkannya.."
"senopati, jangan banyak cakap..ini hari kekalahan pasukanmu dipalagan sekar kemulyan akan lengkap dg tewasnya dirimu.."
"buktikan ucapanmu..menjangan wulung.." sentak
senopati andawiyah lantas selipkan belati lading pengukir jagat yg tadi digunakan menangkis racun temiang geni dibalik bajunya, dg tenang atur posisi kuda2.
"keluarkan semua kemampuanmu senopati, bila perlu keris chandramawa dan lading pengukir jagat sekaligus kau gunakan..agar kematianmu tdk penasaran.."
senopati andawiyah cuma diam, dia tahu lawan bermaksud memancing amarahnya.
Sementara dara ayu dg seruling perak yg dari tadi diam dipucuk dahan tampak berubah parasnya.
"menjangan wulung..jangan2 pemuda itu.." gumamnya dalam hati.

                                                        -¤-
 "senopati lihat serangan.." bentak rd.menjangan wulung, sosok pemuda tegap dg ikat kain merah dikepalanya ini mendadak raib dari pandangan namun indra waskita senopati muda ini telah menduganya begitu sambaran hawa panas terasa menyayat kulit dg gerakan kilat lesatkan badannya keudara.
"buuukk.!!"
tendangan melingkar sang senopati mendarat telak di dada rd.menjangan wulung.
"braaak..!!"
sosok pemuda ganas ini terhempas kebatang pohon hingga tumbang, lelehan darah tampak mengalir dari sela bibirnya namun pemuda keras hati ini lantas rapal ajian gelap ngampar tingkat enam, sontak kegelapan mengandung hawa maut menyergap kawasan itu hingga radius seratus depa.
"blaaaarr.!!"
dentuman dahsyat terdengar begitu suara sahdu seruling menggema ditempat tsb.
Udara panas dan suasana gelap pekat sontak sirna, didepan sana sosok rd.menjangan wulung bak raib ditelan bumi namun gema suara seruling masih terdengar syahdu.
"ilmu pemindah suara yg sempurna, orang nya mungkin tlah jauh ribuan tombak dari sini.."
senopati andawiyah lantas hampiri panglima muntar yg telah siuman dari pingsannya.
"kakang senopati kau kembali.."
senopati andawiyah cuma tersenyum setelah memberikan beberapa totokan untuk memperlancar peredaran darah sebuah butiran putih diletakannya ditangan panglima muntar.
"adik muntar, cepat telan dan atur jalan nafasmu.."
begitu melakukan yg diperintahkan senopati andawiyah, detik berikutnya panglima muntar muntahkan darah hitam bercampur buluh bambu berduri.
"racun warangan temiang geni sangat dahsyat, untung adik cuma terserempet saja.."
"kakang senopati, kami mencarimu kemana2, lebih baik kita kembali ke kesultanan.."
senopati andawiyah sesaat tarik nafasnya dalam2.
"adik muntar, keputusanku telah bulat..silahkan kalian saja yg kembali ke kesultanan.."
"kakang senopati..."
"jangan lagi kau panggil aku dg senopati..!!" suara senopati andawiyah terdengar menggelegar...
" jabatan itu telah aku tanggalkan..
Dengarkan kalian semua..prajurit pinangeran, ini perintah terakhirku..
Yang punya istri, anak dan keluarga di kesultanan keluar dari barisan..!!"
suara senopati lantang menggema beberapa detik berlalu dlm keheningan...
Beberapa saat kemudian..satu persatu prajurit tampak keluar dari barisannya, yg tinggal hanya puluhan prajurit saja termasuk panglima muntar brojoluwuk.
"mulai detik ini, aku bukan senopati..., kalian kembalilah kekesultanan..sampaikan salam hormatku pada gusti sultan kanjeng sunan gunung jati.."
Tanpa menunggu komando dua kali kurang lebih seribu prajurit kesultanan cerbon tinggalkan tempat itu.
"kakang senopati..eeh.. Maaf, maksuk saya kakang andawiyah, sekarang apa rencanamu.."
"adik muntar, aku akan kepadukuhan lembah cimanuk..dan menetap disana sebagai orang biasa, bagaimana dg kalian semua.."
"kami akan ikut kakang.."
"kalau begitu, lepas semua baju zirah dan senjata kalian, ganti baju seperti rakyat jelata..kita menuju padukuhan lembah cimanuk.."
dalam sekejap, semuanya telah berubah menjadi rakyat jelata, sedang semua baju perang dan senjata dikubur disatu tempat.
Mentari semburat kemerahan diufuk barat ketika puluhan bekas pasukan kesultanan ini melangkahkan kakinya kearah tenggara dimana padukuhan lembah cimanuk berada.

                                                           -¤- 
Salam Bhumi Deres Mili 
Penulis
Kyt

kelanjutannya di : Awal Mula Peradaban



Sabtu, 23 April 2011

Jerbasuki Mawa Bea

     Hembusan sang bayu dini hari begitu mencucuk persendian, pendopo padukuhan lembah cimanuk tampak lengang, dua orang penjaga pintu gerbang terkantuk didepan perapian yg telah lama padam sembari memeluk tombak dan merapatkan prisai kebadannya, kabut tipis melayang diantara ranting pepohonan angsana.
Sekelebatan bayangan putih meremang diatas dinding benteng, sedetik kemudian melesat dg cepat keatap bangunan dimana rd. Wiralodra, akuwu padukuhan lembah cimanuk berada.
Sementara itu didalam bilik, rd.wiralodra yg tengah terpekur setelah salat shubuh
hentikakan sejenak putaran tasbihnya, laporan aki tinggil mengenai peristiwa tragis kedua puluh lima pangeran dari pulau swarna bumi kemarin, kembali mengusik bhatinnya.
"aku harus menemui tabib wanita itu.."
gumamnya pelan, ketika kedua matanya kembali terpejam, telinganya yg tajam menangkap getaran2 alus diatap wuwungan. Dg cepat akuwu cimanuk ini lapal aji halimunan dan dlm sekejap sosoknya kini telah berada satu langkah dibelakang orang berjubah putih dg rambut dijalin kebelakang.
"sobat, kenapa harus menyelinap, gerbang padukuhan ini terbuka lebar untukmu.."
0rang berjubah putih ini tersentak sesaat, kedua tangannya terkepal erat alur2 bara api terpercik samar, tapi begitu mengetahui siapa yg datang senyum menyeruak dari bibirnya.
"akuwu..maap aku sengaja mengusik ketentramanmu.."
"tidak usah sungkan sobat wong agung, aku senang melihatmu berada ditanah jawadwipa ini.."
"akuwu, ada sesuatu yg perlu kau ketahui.."
"sobat wong agung, baiknya kita mencari tempat yg enak untuk mengobrol, kopi pait kesukaanmu menanti.."
"waktu ku tidak banyak, temui aku tepat tengah hari di tepi pecantilan karang gosong.."
"sobat.."
belum selesai ucapan rd.wiralodra dari bibirnya, wong agung manok wari telah raib dari pandangannya.
"karang gosong, dimana tempat itu, ah..terlalu lama aku meninggalkan padukuhan ini, mungkin aki tinggil tahu tempat itu.."
rd. Wiralodra masih termenung diatas atap wuwungan, akuwu cimanuk ini pandang sejenak arah dimana wong agung lenyap. sekilas pemuda ini merasakan keganjilan atas diri sahabat dari kepulauan kasuwari itu namun entah apa? Akhirnya pemuda tegap ini kembali jejakan kakinya dg ringan ketanah.

                                                -¤-
"karang gosong, tempat itu terletak disebelah tenggara padukuhan ini raden, ada keperluan apa dg tempat itu.." ujar aki tinggil heran.
"sobat wong agung, memintaku menemuinya disana.."
"raden, maapkan saya, aki lupa menceritakan peristiwa dipecantilan itu.."
"apa ada yg terlewat, selain peristiwa gugurnya pangeran selawe, aki.."
dg singkat kyai tinggil menceritakan peristiwa penghancuran pecantilan oleh dewi lahar kerak bumi alias mindi wahi.
"dewi lahar kerak bumi..mindi wahi.., aku tahu wanita ini, tapi bukankah dia terjebak digua seribu satu jalur sesat dilereng gunung jaya wijaya kepulauan kasuari, kenapa bisa lolos.." membatin rd.wiralodra.(mengenai riwayat dewi lahar kerak bumi atau mindi wahi, silahkan baca bhumi deres mili. Eps: Bianglala Atap langit. Pen)
"apa yg raden pikirkan.."
"ini hal yg aneh aki..tapi sebaiknya sekarang aku ke lembah bojong sari dulu, menemui nyimas.endang dharma.."
"hati2 raden, sesuatu yg aneh biasanya mengandung bahala."
akuwu cimanuk ini anggukan kepalanya, tak lama sosoknya tampak melesat kearah selatan, pemuda gagah ini tak menyadari diatas pucuk pohon sepasang mata tajam mengawasi gerak-geriknya, ketika rd. Wiralodra melesat ke selatan sosok ini lenyap amblas kedalam bumi.
                                                  -¤-
     Hembusan angin utara menyibak gerai rambut nyimas. Endang dharma, parasnya yg anggun sesaat memerah saga sedang rd. Wiralodra diam terpaku ditempatnya berdiri, sedang aki ragil dan cucunya menak sanggarung cuma bisa diam memperhatikan gerak-gerik keduanya.
"akuwu, saya memang salah telah membuat onar dan petaka di padukuhan tapi itu semua diluar kehendak saya.."
"nyimas, aku bukan tipe orang yg selalu mencari kesalahan orang lain namun demi menjaga kewibawaan padukuhan dimata umum terpaksa aku harus tegas.."
"stttt...sttt..settt...!!"
belum selesai akuwu cimanuk ini berucap tiga larik jalur api melesat ke tiga titik mematikan rd. Wiralodra, pemuda gagah ini lantas dg cepat rapal aji lembu sekilan lalu putar kedua tangannya kedepan, sejengkal lagi pukulan maut itu menembus tubuhnya.
" bum..buum..buum..!"
dentuman dahsyat mengguncang lembah bojong sari, aki ragil dan menak sanggarung terlempar kebelakang dan ambruk ketanah dg keras. Sedang rd.wiralodra kokohkan kuda2nya, sinar kuning tipis membias dari kedua tapak kakinya.
"nyimas, apa maksud semua ini.."
"maap akuwu, bukan saya yg melakukan.."
pemuda baju putih ini cuma diam, hatinya meradang.
"jelas2 serangan itu datang dari arahmu nyimas, kau masih menyangkal..seperti sangkalanmu terhadap pembunuhan pangeran guru.."
"raden, entah dg cara apa lagi saya menjelaskan semua kesalah pahaman ini.."
"nyimas, tdk usah menjelaskan apa2, semuanya telah jelas, besok aku tunggu di alam astral palagan pilar langit padang rumput teki.."
belum sempat tabib wanita ini menjawab sosok pemuda gagah akuwu cimanuk ini sudah raib dari pandangannya.
"duh, gusti Allah..berilah hambamu ketabahan menghadapi semua ini.."
nyimas.endang dharma terdiam dalam gejolak batin yg tak menentu sedang aki ragil dan menak sanggarung tampak menghampirinya.
"nyimas. Biar aku yg menghadapi akuwu wiralodra besok.."
"terimakasih menak sanggarung, tapi ini semua sudah jadi tanggung jawab saya.."
"bersabarlah nyimas..serahkan semuanya pada gusti Allah.."
"iya, paman ragil.."

                                                  -¤-


pecantilan karang gosong.

Tepat ketika mentari mencapi titik pulminasi akuwu cimanuk, rd. Wiralodra sampai ditempat dimana wong agung manok wari menunggunya.
Sahabat rd.wiralodra dari kepulauan kasuwari ini tampak gelisah menanti kedatangannya.
"sobat wong agung, kenapa harus jauh2 ketempat ini..ada apa sebenarnya..apa ada urusannya dg dewi lahar kerak bumi.."
"akuwu, waktuku tidak banyak mendekatlah cepat dihadapanku.."
"tunggu sobat, sejak kapan andika memakai kata2 aku.."
"sejak kau mengurungku diperut bumi seribu satu jalur sesat..jaya wijaya.."
"dhuaaaarr...!!"
dentuman keras mengguncang karang gosong, akuwu cimanuk yg sudah curiga dg cepat lentingkan tubuhnya ke belakang dilain kejap, sosok wong agung manok wari menjelma jadi dewi lahar kerak bumi.
"sudah ku duga, kau mindi wahi.."
"tidak salah dugaanmu pemuda jawa, dimana wong agung.."
"saya disini..."
satu sosok berjubah putih dg rambut dijalin kebelakang tampak berdiri dibelakang rd.wiralodra.
"sobat wong agung.." sentak rd. wiralodra
"ha.ha..apa kabar akuwu.."
"cukup basa-basi kalian.." teriak dewi lahar kerak bumi sementara gumpalan lahar semakin menebal mengelilingi tubuhnya.
"mindi wahi, saya kagum kau bisa lolos dari seribu satu jalur sesat jaya wijaya, tapi apa ini kali kau bisa lolos dari biang lala atap langit.."
"wong agung, perangkap murahanmu itu sudah tidak mempan lagi, kau dan pemuda itu akan musnah setelah itu baru kedaton jayapurantala.."
"buktikan ucapanmu mindi wahi.."
dewi lahar kerak bumi atau mindi wahi lipat gandakan tenaga dalamnya, gumpalan lahar panas semakin menebal bergulung hingga hawa yg ditimbulkan mampu melelehkan pepohonan dan rerumputan bahkan batu disekitarnya.
"sobat ada kekuatan lain yg menyokongnya.." bisik rd.wiralodra pada wong agung manok wari.
"saya tahu akuwu..waspadalah.."

                                                        -¤-
 "wong agung dan kau pemuda jawa..sudah selesai diskusi kalian.."
sentak mindi wahi alias dewi lahar kerak bumi sementara gumpalan lahar semakin menebal bergulung ditubuhnya hingga efek yg ditimbulkan mampu membakar semak belukar disekelilingnya.
"akuwu waspadalah.." bisik wong agung pada rd.wiralodra."
"cukup..lihat serangan..!!" teriak mindi wahi lantang yg langsung melesat kearah keduanya gumpalan lahar panas ikut melesat mengembang membentuk ratusan bayangan pedang panas membara.
"buuuuumm..!!"
dentuman keras terdengar, debu berterbangan menutupi pandangan, ketika suasana kembali terang wong agung manokwari dan rd.wiralodra telah raib.
"pengecut..jangan lari kalian.." mindi wahi tampak gusar, dijejaknya tanah dengan keras.
"blaaaarr..!!"
kembali karang gosong seperti diguncang lindu, hingga retak menjalar kepinggir pesisir pantai membentuk teluk.
Kelak puluhan tahun mendatang tempat dimana bekas jejakan mindi wahi dikenal orang dengan teluk karang song (allahu alam bhisowab).

                                                      -¤-

      setetes embun pagi membangunkan sosok pemuda berbaju putih dari pingsannya, ketika melihat raut wajah dihadapannya pemuda ini lantas berusaha bangkit tapi kembali ambruk.
"akuwu, kondisimu belum pulih.."
"nyimas. Endang dharma kenapa aku berada disini..mana wong agung.."
"sahabat akuwu masih belum sadar, tapi aliran darahnya sudah kembali normal.."
"berapa lama aku pingsan."
"dua hari akuwu.."
rd.wiralodra tercekat
"pukulan bayangan pedang lahar telak menghujam dada wong agung, untungnya jika sesenti lagi bergeser kekiri nyawanya tak tertolong.." ujar nyimas endang dharma menerangkan.
rd.wiralodra cuma diam, pemuda gagah ini sesaat tatap paras tabib wanita dihadapannya, hatinya berkecamuk dua hari yg lalu dirinya menantang nyimas endang dharma tanding jurit di alam astral padang rumput teki seribu pilar atap langit namun kenyataannya malah dirinya diselamatkan oleh tabib wanita dari pesisir belambangan ini.
"nyimas endang dharma.."
"saya akuwu.."
"aku berterimakasih atas pertolonganmu pada ku dan wong agung manok wari..tapi.." rd.wiralodra tak meneruskan ucapannya.
nyimas endang dharma cuma tersenyum
"saya paham akwu, bila kondisi akuwu pulih, saya siap tanding jurit.."
"maapkan aku nyimas, tapi ini demi kewibawaan padukuhan, mohon nyimas mengerti.."
"saya menyadarinya akuwu.."
keduanya diam sesaat berkelana dg alam pikirannya masing2, sebenarnya jauh dilubuk hati rd.wiralodra dirinya tidak ada niat tanding jurit dg wanita yg ada dihadapannya, tapi demi menegakkan wibawa padukuhan yg telah dirintisnya maka tak ada jalan lain, ah..kenapa semuanya terjadi seperti ini, keluh rd. Wiralodra dlm hati...
                                              -¤-

Rabu, 20 April 2011

Langit Kelabu Diatas Cimanuk

     Tatapan pangeran guru sudah cukup memberi jawaban tegas bagi tabib wanita dari pesisir blambangan ini.
"baiklah kisanak, saya terima keris tanpa warangka itu.."
pangeran guru ganda tersenyum.
"jawaban yg bijak nyimas, tiga hari dimuka kami akan datang lagi, silahkan nyimas sendiri yg menentukan tempat tanding jurit tsb.."
Endang dharma cuma tersenyum, tak lama kedua puluh lima pangeran dari pulau swarnabhumi ini meninggalkan pondok mungil lembah bojong sari.
"maap nyimas.."
"ada apa paman ragil.."
"apa tdk sebaiknya akuwu wiralodra kita beri tahu masalah ini.."
"tentu paman, bagaimanapun juga kita tamu dipadukuhan ini."
orang tua berjubah hitam ini anggukkan kepalanya berulang kali.

                                                     --¤-- 

Dahana Bukit Ilalang


     Dalam eps. Dilema katresnan sang akuwu dikisahkan bagaimana prajurit-prajurit pinangeran kacirebonan dibawah pimpinan senopati muda andawiyah wira panjunan dan panglima muntar brojo luwuk dipukul mundur laskar kesangyangan yang dibantu laskar gaib orang bunian hutan alas sinang perbukitan loyang kearah utara, dengan prajurit yang tersisa sampailah pasukan  kalah perang ini disatu daerah hutan beringin,  masih dalam wilayah kekuasaan kerajaan talaga masa itu.
"kakang senopati, kalau kita terus berjalan kearah tenggara dibalik bukit itu ada sebuah padukuhan.."
"kau benar adik muntar, dibalik bukit yang tertutup kabut itu terdapat padukuhan bernama cimanuk dengan rd.wiralodra sebagai akuwunya.."
"apa kita akan menuju kesana kakang, atau kita langsung pulang kekedaton pakung wati.."
senopati muda andawiyah wira panjunan pandang kembali bukit berkabut yang meremang dalam temaramnya lembayung disenja hari, terdengar desah napasnya agak berat.
"adik muntar,sebenarnya aku malu dengan kekalahan yang kita alam ini, aku malu dengan gusti sinuhun cirebon, aku malu dengan diriku sendiri..aku gagal menjalankan perintah, aku gagal menjadi duta.." ujar senopati andawiyah gundah
"kakang kita semua maklum apa yang ada dibenakmu, lalu apa rencana kakang selanjutnya.."
"kalian kembali saja tanpa diriku ke pakungwati, bilang saja aku telah tewas.."
tentu saja pernyataan senopati muda andawiyah wira panjunan ini membuat panglima muntar brojo luwuk tertegun.
"kakang, ujar-ujar mengatakan jangan  memutuskan satu hal disaat amarah melanda jiwa.."  ujar panglima brojo luwuk
"adik muntar itu sudah jadi keputusan ku..kalian kembalilah ke pakungwati.." 

nada bicara senopati andawiyah mulai meninggi, semua yang ada ditempat itu cuma bisa diam membisu hanya gemerisik angin menerpa daun-daun beringin dan yang lebih mengagetkan semua yang ada di tempat itu, mendadak  senopati muda ini melepas baju zirah yang dikenakannya.
"kakang..apa yang kau lakukan.." 

ujar panglima muntar brojoluwuk keheranan
"keputusanku sudah bulat adik muntar, kembalilah kalian ke kesultanan tinggalkan aku disini.."
semua prajurit kacirebonan masih diam membisu, semua maklum puluhan kali mereka bertempur bersama senopati andawiyah wira panjunan selalu memperoleh kemenangan  gemilang tak sekalipun memperoleh kekalahan, pantang kalah menang adalah mutlak itu  menjadi semboyan dari senopati muda ini hingga sinuhun cirebon terkesan dan menganugerahinya gelar senopati pamungkas, jadi wajar saja beban moral yang berat kadang membuat sang pelaksana akan merasa terpuruk sedemikian dalam manakala tugas yang diembannya gagal.
"tunggu apa lagi kalian, bawa baju zirahku ke pakungwati..ini perintah terakhirku.." nada bicara senopati andawiyah terdengar menggelegar.
"kakang janganlah amarah membutakan mata hatimu.." 

panglima muntar brojo luwuk kembali melontarkan filsapatnya, berusaha menegarkan hati atasannya.
"percuma aku bicara dengan kalian.." 

sekali hentakan kaki ke tanah tubuh senopati andawiyah wira panjunan raib dari puluhan anak buahnya.
"kenapa kalian malah bengong..ikuti kemana larinya senopati.." bentak panglima muntar pada anak buahnya, yang langsung menyebar melacak keberadaan senopati andawiyah wira panjunan.
                                             
                                           oo0oo

Senin, 11 April 2011

Bianglala Atap Langit


     Senja temaram melingkupi kawasan lembah nan subur itu, disebelah timur meremang dlm kabut puncak dari sebuah gunung yg selalu dilingkupi warna keputihan seperti perak jika tertimpa sang surya dipagi hari jika kita telaah lebih detail lapisan-lapisan berkilat itu ternyata gumpalan salju tebal yg tidak pernah mencair walau musim berubah silih berganti, puncak gunung yg tersaput gumpalan salju tebal itu tidak lain dari puncak jaya wijaya sebuah pegunungn tertinggi dipulau kasuwari dg lembahnya yg terkenal subuh lembah baliem.                                                                                                      Dari sebuah lereng perbukitan yg terjal satu sosok tubuh kurus dg sebat melesat dari satu gugusan karang ke lamping bukit disebuah bibir jurang langkahnya terhenti.
"kalau tidak salah inilah tempatnya.."
orang itu lantas pandang jurang menganga dihadapannya, jurang itu sangat curam dan dalam hawa sedingin es terbersit keluar dari dasar jurang menerpa wajah yg ternyata seorang pemuda berperawakan kerempeng, sekilas matanya yg tajam membentur akar-akar yang berseliweran ditepi jurang.
"mungkin dg cara itu, aku bisa mencapai dasar jurang ini.." gumam sang pemuda kerempeng.
dengan perlahan dituruninya jurang yang membersitkan hawa dingin membekukan itu selangkah demi selangkah merambati akar-akar yg menjulai kebawah, semakin kebawah hawa dingin tambah menggila rahang pemuda kerempeng itu sampai bergemeletuk menahan hawa dingin yg semakin menjadi, kabut tebal tampak menggantung dipertengahan jurang sekitar lima depa lagi tubuh pemuda kurus itu akan tembus melewati gumpalan kabut, tak terduga sama sekali sepasang kaki pemuda yang tengah meniti akar seperti ada kekuatan besar menarik dari dasar jurang tak ayal pegangannya pada akar terlepas dan tubuhnya tampak meluncur  deras kedasar jurang yang gelap, jerit kengerian keluar dari mulut pemuda itu jauh dan bergema menandakan betapa dalamnya jurang tsb.


sementara nun jauh dikedalaman jurang disebuah gua pualam putih, satu sosok berselempang kain putih tengah duduk terpekur mengheningkam cipta rasa dan karsanya, sesaat kedua matanya yg terpejam tampak membuka dan ketika dongakan kepalanya keatas, tangan kanannya tampak diangsurkan keudara lalu tarik kembali didepan dada, saat itulah satu sosok pemuda kerempeng tampak melayang kebawah, sekali lagi orang tua berselempang kain putih putar kedua tangannya keudara hingga sosok pemuda kerempeng akhirnya dapat mendarat dg ringan dihadapannya.
"bajul saketi, ada urusan apa kamu menemuiku..mana dhanawa gandrung pimpinanmu.."
"maap resi darupada, ketua telah tewas dinegeri orang.."
orang tua berselempang kain putih itu tampak terkejut alisnya yang menjuntai mencuat keatas.
"bajul saketi siapa orang yang sudah membunuh anakku itu.."
"seorang pemuda dari tanah jawadwipa, bernama wiralodra, resi.."
"aku dengar dhanawa gandrung memiliki ajian telapak salju jaya wijaya mengapa sampai kalah oleh pemuda pulau jawa itu.."
"ceritanya panjang resi.."
"lalu dimana kitab pusaka inti salju abadi .."
"hancur bersama tubuh dhanawa gandrung, tapi saya dengar pemuda bernama wiralodra itu telah sampai dipulau kasuwari ini."
"untuk apa dia datang kepulau ini."
"menemui wong agung manok wari, menyerahkan jasad dari dhanawa gandrung.."
"kenapa pada dia, bukan pada ku sebagai ayahnya.."
"pemuda itu hanya tahu wong agung sebagai guru dari dhanawa gandrung.."
"baiklah kita cegat pemuda jawa itu dilembah baliem, rebut jasad anakku sebelum diserahkan pada wong agung manok wari di puncak jaya wijaya.."
"baik resi drupada sekarang juga aku akan berangkat ke lembah baliem.."
bajul saketi rangkapkan kedua tangan di dada, tapi ketika dia bermaksud naik keatas kebingungan melanda jiwanya.
"kenapa bajul saketi.."
"anu.. resi, bagaimana caranya bisa keatas.."
"kenapa bingung." 

 sekali tendang tubuh kurus bajul saketi tampak melayang keatas melewati gumpalan awan yang menaungi jurang.

                                               oo0oo

     Pada episode: Dilema katresnan sang Akuwu dikisahkan bagaimana tubuh tinggi besar dhanawa gandrung yang disusupi roh rd.dhuryudana satu dari beberapa tokoh dari alam pewayangan, suatu alam yg terpaut jarak 1500 th. Sm. Meledak hancur berkeping-keping menjadi butiran salju akibat titik balik dari ajian lembu sekilan yg diterapkan rd. Wiralodra, akuwu padukuhan cimanuk. jasad dhanawa gandrung oleh rd. Wiralodra disimpan disatu wadah yg dikemudian hari akan diserahkan pada guru dari dhanawa gandrung yakni wong agung manok wari yg bermukim di puncak jaya wijaya, kepulauan kasuwari.(mengenai petualangan rd. Wiralodra dialam pewayangan, bisa dibaca pd. Eps: mustika lembah cimanuk, pen).

Minggu, 10 April 2011

Titik Balik Angkara



     Bukit cadas gempal meremang dalam kebisuan, satu tahun telah lewat namun sosok ramping berbaju jingga ini selalu datang ketempat yg sama untuk satu tujuan yg entah sampai kapan terwujud, sementara itu dari atas lamping bukit sosok renta berjubah hitam memandangnya dg hati masgul.
"niluh seroja, kasihan anak ini..rd. Puronegoro apa sebenarnya yang terjadi, aku yakin jurus tapak cecak telah dikuasai, delta sungai kapetakan sudah ditinggalkannya..".


Siapakah mereka?


Pada awal kisah Bhumi deres mili diceritakan karena jasa niluh seroja rd. Puronegoro anak tumenggung seda krapyak lolos dari jebakan maut yang direncanakan wuluh balang salah satu warok hutan alas sinang perbukitan loyang yang merupakan ayah dari niluh seroja sendiri, dengan jasa niluh seroja pula resi maruta mandra guru dari wuluh  balang menurunkan kedigjayaan jurus tapak cecak  pada rd. Puronegoro yang seharusnya sang resi sakti ini membunuh rd.puronegoro sesuai surat yang dibuat wuluh balang yang isinya diganti oleh niluh seroja. (utk lebih lengkapnya, silahkan pembaca lihat eps.1: pangeran puronegoro, pen).
Mentari sudah tepat diubun-ubun ketika sosok ramping baju jingga niluh seroja balikan badan tak dinyana satu suara yang sangat dirindukan menegurnya.
"kakang puronegoro, benarkah ini kau.."
orang tua separuh baya tampak tercekat.
" nduk, apa matamu telah buta hingga tak mengenali bopomu lagi.."
niluh seroja tersentak dari lamunannya, rupanya rasa kangen  tak terhingga pada rd.puronegoro membuat gadis ini larut dalam hayalan.
"bopo.."
"benar aku bopomu nduk, apa yg terjadi dg dirimu..dimana resi maruta mandra.."
belum kering ucapan balang wuluh sesosok tubuh berjubah hitam telah berdiri diantara keduanya.
"aku disini  wuluh.."
mengetahui siapa yg datang balang wuluh rangkapkan kedua telapak tangan didada
"guru terimalah salam bakti muridmu.."
resi maruta mandra cuma tersenyum simpul.
"kau datang untuk menyambangiku atau mau menemui anak dan menantumu.."
maruta mandra kerutkan keningnya
"menantu.., maksud guru apa.."
"bukankah pemuda yang bernama puronegoro itu suami dari niluh seroja anakmu, setahun yang lalu kau mengirim surat dan meminta padaku agar pemuda itu diberi kedigjayaan dahsyat.."

wuluh balang tercekat dipandangnya niluh seroja dg tajam.
"ternyata apa yg dikatakan rd.menjangan wulung benar adanya.." membatin balang wuluh dlm hati.
"nduk, jadi semua ini ulahmu.." ujar wuluh balang pelan
"bopo saya..saya.."
niluh seroja tidak bisa meneruskan kata-katanya isak tangisnya mulai terdengar.
"sebenarnya apa yang terjadi dg kalian.."
sang resi sakti ini tampak kebingungan, dengan singkat wuluh balang ceritakan apa yang sebenarnya terjadi, mendengar semua itu resi maruta mandra cuma bisa diam sesekali hembusan napasnya terdengar berat.
"semuanya sudah jadi kehendak sang hyang widhi wasya..cinta kasih mengalahkan segalanya, aku tidak menyesal telah menurunkan sebagian kedigjayaan pada anak itu, wuluh  balang aku tidak melarang atau mendukungmu untuk melakukan hal yg kau yakini..".
"baik guru, saya akan kembali kehutan alas sinang perbukitan loyang barisan pinangeran kacerbonan sudah mulai bergerak, dan untukmu nduk..lakukanlah sesuai dengan keyakinanmu.."
sekali jejakan kaki ketanah tubuh wuluh balang tampak melesat  sebat lalu hilang diantara rimbunnya belukar bukit cadas gempal. 


------¤------

Sabtu, 09 April 2011

Dilema Katresnan Sang Akuwu


     Gelombang ombak laut jawa di awal bulan kedelapan begitu ganas menggelora, menghempaskan apa saja yg berada diatasnya, hampir sebagian para nelayan dibulan itu menghentikan aktivitasnya melaut mencari ikan,  disatu garis cakrawala tampak sebuah titik hitam terombang ambing ombak jika ditilik lebih lama ternyata titik hitam itu adalah sebuah perahu sejenis pinisi,  perahu khas tanah bugis berbendera kepala seekor harimau kumbang dengan sepasang taring panjang yang jika terpendar matahari sepasang taring itu tampak berkilat-kilat keperakan,  disebuah anjungan seorang pemuda gagah ber ikat kepala runcing  tampak mengawasi sesosok tubuh yang tengah berdiri di salah satu tiang layar.
 "badarudin ali, apa yg waang tilik disiko.. ". 
Pemuda tegap dengan sepasang gelang akar bahar tampak tarik temali dan mengikatnya dengan kuat ditiang layar, sebuah teropong dari bambu tergantung dipinggang kanannya.
"belum tampak apo-apo didepan siko angku mudo sutan alam nan kayo..". 

 Sekali hentakan kaki tubuh tegap badarudin ali tampak melayang dan dg ringan injakan kaki dilantai perahu.
 "sudah tigo pekan kito terombang-ambing tak ado tujuan yg jelas, bagaimano perbekalan kito.." . 
 "Ambo kiro masih cukup untuk beberapo pekan dimuko angku mudo..".
Sementara itu gelombang samudra semakin mengganas, ombak setinggi lima meter tampak melaju dengan kecepatan tinggi dari tengah laut lepas menghempas badan perahu, semua orang yg ada di buritan berpekikan ngeri deru angin terdengar bergemuruh, air laut tergenang semakin banyak masuk kedalam perahu. 

"turunkan layar utama..".
 badarudin ali berteriak lantang memerintahkan anak buahnya. diangkasa awan hitam semakin banyak berkumpul mengandung butiran air hujan, didahului lesatan kilat, gelegar halilintar terdengar susul menyusul memekakan telinga hujan badai bergemuruh menerjang perahu pinisi dengan ganas, tak ayal  perahu besar itu tampak terlempar beberapa tombak ke atas kemudian terbalik dan pecah menjadi dua bagian menyusul semua orang yang ada didalam perahu terlempar keudara  disambut gelombang samudra yang maha dahsyat.

                                             oo0oo

Jumat, 08 April 2011

Bagaskara Kelam Giri Jhati

     Pemuda tegap berikat kepala kain merah tampak mempercepat larinya, hutan bambu ori diterabasnya dg sebat sementara mentari mulai menyemburatkan sinarnya disela-sel daun bambu.                   " kenapa aku tdk mampu keluar dari hutan ini, apakah oyod ming-mang tak sengaja terlangkahi..".  Membatin pemuda berikat kepala kain merah sembari mengusap duri bambu dari kedua lengannya yg berotot, selagi pemuda ini membatin serangkum angin dirasakan menderu kearahnya. "bllaaarr..!!". Dg mengandalkan ringan tubuh, pemuda itu tampak jungkir balik diudara beberapa kali ketika menginjakan kakinya kembali ditanah dan pasang kuda-kuda, alam yg semula terang perlahan meredup, angin dirasakan seperti berhenti berhembus, sekejap kemudian didahului gelegar halilintar kegelapan melingkupi kawasan hutan bambu ori sampai radius dua ratus depa.  "ha.ha.ha..aji gelap ngampar bukan isapan jempol belaka..!!". Suara tawa terdengar membahana disesantro hutan menindih gelegar halilintar, pemuda berikat kepala merah tampak kernyitkan dahinya, dirasakannya dadanya seperti dihimpit batu besar, dg segera lipat gandakan tenaga dalamnya tapi semakin dicoba kekuatannya semakin lemah, aliran darah terasa mengalir terbalik dan akhirnya tubuhnya terpelanting kebelakang menerabas puluhan bambu ori yg berserabutan tercabut dari akarnya dan muntahkan darah hitam berbuku2 lalu pingsan tak sadarkan diri.




      Ketika siuman dari pingsannya pemuda berikat kepala kain merah dapatkan dirinya dalam sebuah gua cadas hitam.                 "apa yg terjadi dengan diriku membatin sang pemuda, ketika mencoba bangkit dari lempengan batu pipih sesosok tubuh samar berjubah hitam tampak berdiri dihadapannya. "siapakah andika ini.." sosok tubuh samar berjubah hitam tampak ganda tertawa sebelum menjawab pertanyaan orang.                                                               " anak manusia terlahir bernama menjangan wulung, tidak usah banyak tanya dan berpikir bulan kapit tinggal beberapa purnama lagi, perdalam ilmu gelap ngampar tingkat enam di gua cadas hitam ini, empat purnama lagi aku akan datang menemuimu..".                    Pemuda berikat kain merah yg ternyata rd. Menjangan wulung sesepuh para warok alas sinang perbukitan loyang pandang sejurus sosok samar dihadapannya. "kenapa menunggu selama itu, hari ini juga aku akan menyusup ke kedaton cerbon, dan memporak porandakannya dari dalam..". Ujud bayangan hitam pandang pemuda dihadapannya dg tajam, kembali rd. Menjangan wulung merasakan himpitan batu didadanya dan memaksanya berlutut dilantai gua. "tujuan kita sama raden, tapi semangat saja tdk cukup..pergunakan otak akal dan reka pendayamu..". Tubuh rd. Menjangan wulung tampak megap-megap, setiap bayangan berjubah hitam dihadapannya memandangnya dg tajam, sadar kekuatan orang akhirnya rd. Menjangan wulung lunakan ucapannya.                "baiklah, tapi sebelum aku mengikuti semua petunjukmu, sudilah kiranya andika menyebutkan nama..".                                       "ha.ha..ikuti saja petunjukku raden.. Purnama keempat aku akan menemuimu..".                                                                                       Dengan hilangnya sosok samar berjubah hitam dari hadapannya, kekuatan rd. Menjangan wulung langsung pulih dengan sendirinya, tertatih disandarkannya tubuhnya yg letih di dinding dua, sementara itu diluar hujan mulai mengguyur kawasan gua cadas hitam dg derasnya.


                                               _o0o_


     Prosesi pembuatan masjid agung sang cipta rasa gempar, para pekerja yg terdiri dari santri pondok pesantren giri shembung dan giri jhati ditemukan tergeletak tanpa nyawa, dipelataran ataupun didalam bangunan masjid yg belum rampung, dg kondisi yg sangat mengerikan dimana seluruh jasadnya seakan kering tak berdarah hingga tinggal kulit pembalut tulang atau seperti jerangkong saja, sedangkan seluruh wilayah kesultanan cerbon terserang semacam wabah penyakit aneh, bisa dibilang bila wabah itu mengenai orang dipagi hari dipastikan sore harinya sudah meninggal, begitupun sebaliknya bila wabah menyerang disore hari tidak ditawar lagi pagi harinya ditemukan dalam keadaan kurus kering tak berdarah. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar dan keresahan bagi sinuhun cerbon kanjeng sunan jati purba maka diadakannya pertemuan tertutup disatu tempat rahasia.
  "raka sunan kali, sebenarnya apa yg menyebabkan petaka ini terjadi.."                                                                                               Sunan kali jaga pejamkam sesaat kedua matanya, "rayi prabu, mohon maap, hamba belum bisa memastikannya, tapi yg jelas sesuatu kekuatan jahat telah melanda wilayah kesultanan..".                                                                                     "tega sekali, mengapa kawula alit yg jadi korban..".                           "maap kanjeng prabu..". Akuwu sangkan atau ki sidum rapatkan kedua telapak tangannya kedepan dada.                                        "silahkan eyang sangkan..", orang tua berjubah putih yg mempunyai beberapa julukan itu sesaat menarik napas dalam.                          "angger sunan izinkanlah hamba melakukan itikap sunyi raga di sebuah gua sebelah barat kedaton pakung wati..".                             "isun izinkan eyang.." . Tanpa tunggu lama sosok kisidum atau kuwu sangkan raib dari hadapan sunan jati purba.                                      "raka sunan kali bagaimana dg masjid agung sang cipta rasa yg tengah kita bangun.." .                                                                         " rayi prabu ada sedikit masalah dg tiang penyangga atau soko guru masjid..".                                                                                           "maksud raka sunan.."                                                                          "dlm wirid hamba semalam, turunlah semacam ilham, bahwa salah satu soko guru haruslah terbuat dari batang pohon jati yg tumbuh di kawasan hutan padukuhan cimanuk sebelah selatan..".                       "raka sunan isun pun mendapat ilham yg sama..",                      sesaat sinuhun cerbon itu sapukan pandangannya keseluruh orang yg mengelilinginya.                                                                           "angger puronegoro dan purwonegoro...".                                        "hamba kanjeng sunan..".                                                                      Dua orang pemuda putra tumenggung seda krapyak sama-sama rapatkan kedua tangannya ke dada.  berkat karomah sinuhun kanjeng sunan jati purba akhirnya raden puronegoro dapat dipulihkan dari ajian gelap ngampar  (baca episode. mustika lembah cimanuk, pen)                                                                                       " isun tugaskan angger berdua mencari dan membawa pohon jati tunggal yg tumbuh di kawasan hutan jati padukuhan cimanuk sebelah selatan..".                                                                             "sendika kanjeng sunan..".                                                               Setelah menyusun kedua tangan di depan kening masing-masing, kedua putra tumenggung itu beringsut tinggalkan tempat rahasia yg ternyata seruas bambu kuning yg tengah mengapung di aliran sebuah sungai.
                                               _o0o_

     Petaka maut yg melanda kesultanan cerbon membawa imbas bukan saja bagi seluruh kawula alit, praja pinangeran cerbon dibawah komando senopati pamungkas andawiyah wira panjunan pun yg diutus untuk menumpas laskar kesangyangan yg bermarkas di tepi hutan alas sinang perbukitan loyang mengalami nasib yg sama, bukan saja wabah penyakit aneh yg melanda, mereka seakan seperti terperangkap dalam dimensi alam gaib yg memaksa tidak bisa keluar dari tempat itu.                                                                   " kakang senopati, apa rencana kita selanjutnya, sudah hampir sebulan kita terperangkap ditempat ini..".                                        Senopati muda kesultanan cerbon sesaat pandang kepala pasukan didepannya.                                                                                    "panglima muntar brojo luwuk jangan putus asa, insya Allah..kita pasti dapat melalui semua ujian ini dg baik, bagaimana keadaan prajurit pinangeran..".                                                                   Panglima muntar tampak menarik napas panjang.                            "setiap hari ada saja yg tewas secara misterius kakang senopati, jumlah kita semakin berkurang sementara perbekalan mulai menipis..".                                                                                "bersabarlah panglima, gusti Allah tidak akan menguji hambanya melampaui kadar batas kemampuan mahluknya..".                     Beberapa lama keheningan melingkupi kawasan yg seakan tidak bisa dibedakan antara malam dan siang karena waktu seakan berputar amat lambat ditempat yg serba asing tersebut.

                                              _o0o_

      Sementara itu jauh di kedalaman hutan alas sinang perbukitan loyang, sepekan sebelum prajurit pinangeran cerbon datang dan empat purnama setelah rd. Menjangan wulung menyempurnakan aji gelap ngampar di sebuah gua cadas hitam, warok dusta dan warok brambang dedengkot laskar kesangyangan, pagi itu kedatangan sesosok bayangan hitam samar tengah berdiri lima langkah dihadapan keduanya.                                                                       "siapakah andika ini, ada urusan apa berani menginjakan kaki dikawasan kami..".                                                                        Bayangan samar ganda tersenyum tipis.             " hmm..jumawa sekali, persis seperti junjungannya..tapi aku suka..ha.ha.ha..!!" warok brambang dan warok dusta tercekat ketika dirasakannya dadanya sesak seperti ada batu besar mengimpitnya, ketika keduanya mengerahkan tenaga dalam malah seperti tersedot oleh tatapan tajam bayangan hitam.                                          "apa..apa..maksud andika dg junjungan..".                                       Kedua warok itu tampak pegang dada masing-masing dan berlutut ditanah berumput                                                                                 .                                                                                                           "perlu kalian ketahui, mulai hari ini kalian semua termasuk menjangan wulung menjadi pengikut ku..".                                        "apa maksud andika..".                                                                      "tidak usah banyak tanya dan berpikir dengar, menjangan wulung kini sudah berada di kesultanan cerbon, hawa racun warangan temiang geni telah disebar ke sesantro kesultanan bagaskara kelam akan muncul di kesultanan itu, kerahkan seluruh kekuatan laskar kesangyangan utk menggempur kedaton, biar urusan kawasan ini aku ambil alih..".                                                   "tapi..tapi..bulan..bul."                                                                      "bulan kapit maksud kalian..aku tdk perduli mau bulan kapit, bala, rowah..atau apa..ingat sekarang aku yg berhak memutuskan.."           Sadar ilmu orang jauh diatasnya, akhirnya kedua warok hutan alas sinang perbukitan loyang anggukan kepala masing-masing, didahului gelegar halilintar sebanyak enam kali berturut-turut sosok bayangan hitam raib dari pandangan bersamaan dg pulihnya kembali tenaga kedua warok tersebut. 
                                        _o0o_
     Mentari bersinar dg teriknya, musim kemarau dirasakan sangat panjang, kekeringan melanda hampir merata diberbagai daerah, sebuah waluku teronggok merana dibelakang langkan semua rumah warga, sebagian besar yg bermata pencaharian bertani hanya bisa pasrah menanti hujan yg seakan enggan menyapa bumi pertiwi. Dalam kondisi memperihatinkan itu disebuah padukuhan yg berjarak sekitar limaratus hasta dari hutan bambu ori dari mulut sebuah gua cadas berwarna hitam, melesat satu sosok pemuda gagah berikat kepala kain merah menerabas rimbunnya pohon bambu, sementara dibelakangnya terdengar dentuman dahsyat memekakan telinga dimana gua cadas hitam tampak amblas kedalam tanah meninggalkan debu berwarna hitam semburat ke berbagai penjuru disusul gelegar halilintar enam kali berturut-turut.            "ha.ha.ha.ha, sempurna sudah, wong-wong cerbon sambut kedatangan ku..!!".                                                                        Pemuda berikat kain merah tampak melesat bak kilat ke arah utara, sementara debu hitam dari bekas ledakan gua cadas tampak membumbung tinggi keudara mengikuti laju kelebatan sang pemuda. Mana kala debu hitam melewati sebuah padukuhan terdengar jerit tangis dan lolong kesakitan dari segala penjuru, begitu debu hitam sirna yg tampak adalah pemandangan yg sangat mengerikan, puluhan orang tampak bergelimpangan tak bernyawa dg tubuh kering kerontang bak jerangkong, siapakah pemuda ganas tsb, pembaca mungkin sudah bisa menebaknya.

                                                   _o0o_

      Dalam dzikirnya kuwu sangkan atau kisidum di sebuah gua sebelah barat kedaton pakung wati merasakan getaran-getaran yg memaksanya menghentikan lantunan ayat-ayat suci yg tengah di bacanya dalam hati, hampir empat puluh hari lamanya sesepuh cerbon ini melakukan itikap sunyi raga memohon petunjuk dan keselamatan bagi semua kawula alit dan jajaran kerabat kesultanan yg tengah menghadapi cobaan berupa wabah penyakit aneh.            " duh gusti Allah, kami mahluk mu yg lemah hanya bisa memohon kemurahan rahmatmu..amin..".                                                Sebelum ki sidum memejamkan matanya kembali serangkum angin mengandung debu hitam dg sebat melabrak tempatnya bersila, dengan sigap orang tua berjubah putih itu kebutkan lengan jubahnya kedepan selarik cahaya putih berpendar mengelilingi seluruh tubuh kisidum dan dalam hitungan detik menggelegar dentuman halilintar enam kali berturut-turut.                                                               "racun warangan temiang geni, astagfirllah..".                                  Pekik ki sidum dalam hati, dan tidak menunggu lebih lama sosoknya tampak sebat melesat kearah kedaton pakung wati.      


SENANDUNG CINTA SANG DHUTA

     Dlm awal tulisan dikisahkan bagaimana akhirnya rd.puronegoro berhasil menguasai jurus "tapak cecak" dari resi maruta mandra yg seharusnya putra tumenggung seda krapyak itu harus dibunuh oleh sang resi sakti tsb.(baca eps. Pertama Bhumi deres mili) dalam perjalanan pulang ke bukit cadas gempal setelah melakukan tapa brata di delta sungai kapetakan langkah ringan rd.puronegoro terhenti, seorang tua berjubah putih tau2 sudah berdiri tiga langkah dihadapannya, melihat siapa yg datang pemuda tegap berpakaian hitam tundukan kepala sambil susun kedua telapak tangan ke dada. " kyai sangkan, terimalah hormat saya.". Orang tua berjubah putih sunggingkan senyum diwajahnya yg kelimis. "anak muda, agaknya peristiwa dahsyat baru saja kau alami..". "dugaan kiyai sangkan  tidak keliru..". Lalu dengan singkat rd.puronegoro menceritakan pengalamannya. "anak muda, apapun kepusanmu itu semua adalah hak mu, tapi ingat kewajibanmu sebagai seorang kesatria jangan pernah kau abaikan.." rd.puronegoro tercenung mendengar ucapan kyai Sidum, terbayang kembali wajah romonya tumenggung seda kerapyak, wajah tampan itu tampak sesaat murung. "kyai tapi saya.." belum selesai ucapan rd.puronegoro, orang tua berjubah putih telah hilang dari hadapannya. "orang tua aneh datang dan pergi sesukanya..". Rd.puronegoro tampak masih berdiri ditempatnya, perang bathin sedang berkecamuk dalam dadanya, antara melaksanakan titah romonya untuk mengabdi di kesultanan cerbon atau mengikuti gejolak darah mudanya yg masih panas membara, belum sempat rd.puronegoro melangkahkan kaki suasana alam sontak berubah redup disusul gelegar halilintar memekakan telinga, kini lima langkah dihadapannya telah berdiri pemuda berperawakan tegap berikat kepala merah sambil mengumbar tawa." bila ingin sempurna lakukan sendiri, seharusnya dari awal aku tahu wuluh balang memang tidak bisa diandalkan..". Rd. Puronegoro kernyitkan keningnya "apa maksud dari semua kata2mu kisanak..". "kau, anak tumenggung seda krapyak, dungu tapi beruntung..". Rd.puronegoro tambah bingung dg ucapan orang, tapi langsung tercekat begitu pemuda berikat kepala merah melanjutkan kata2nya. "wuluh balang adalah salah satu warok dari komunitas kesangyangan, sengaja menyuruhmu mengantarkan surat pada gurunya resi.maruta mandra untuk membunuhmu, tapi ah..cinta memang buta..rupanya..". "jadi semua itu..". "otakmu mulai jalan raden..tapi terlambat untuk menyesalinya, sekarang seperti ucapanku tadi, pengen sempurna lakukan sendiri, terimalah ajalmu..". Didahului suara menggembor seperti geledek tubuh pemuda tegap berikat kepala merah melesat ke arah rd.puronegoro dg kembangkan dua telapak tangan yang membersitkan sinar merah mengarah kepala dan dada sebelah kiri putra tumenggung seda krapyak yg masih terpaku ditempatnya berdiri.

     Disaat kekalutan hati menghimpit perasaan, rd.puronegoro seolah tidak menyadari maut yg tengah mengincar nyawanya. Sejengkal lagi kedua larik sinar merah mencapai kepal dan dadanya, secara reflek tubuh rd. Puronegoro melesat tiga tombak kebelakang tapi dg cepat melesat kembali kedepan laksana kilat sambil memgembangkan kedua telapak tangan menyongsong larik sinar merah."blaaarr..!!!", bumi terasa seperti digoyang lindu, kedua sosok tubuh sama2 terpental lima tombak kebelakang, tapi dg sebat pemuda tegap berikat kepala merah lentingkan tubuhnya dan bersalto beberapa kali diudara, begitu jejakan kakinya kembali ketanah tubuh rd.puronegoro sdh tdk tampak lagi ditempatnya. "hem..apakah pemuda itu lagi yg ikut campur, tapi rasanya bukan dia..aku tdk merasakan hawa aji lembu sekilan ditempat ini, lebih baik aku langsung ke cerbon..". Pemuda tegap berikat kepala merah hentakan kakinya ketanah, dalam sekejap sosoknya hilang dibalik rimbunnya pepohonan. -¤-


      Rd.puronegoro merasakan tubuhnya seperti dibawa terbang, dia dapatkan dirinya dipanggul dibahu orang, putra tumenggung seda krapyak itu berusaha palingkan wajah ingin tahu siapa yg mendukung tubuhnya sambil berlari, tapi rasa kantuk tiba2 menyerangnya, dalam kelelahan yg luar biasa pemuda berbaju hitam itu akhirnya tertidur. Sosok yg memanggul tubuh rd.puronegoro sampai di mulut sebuah gua dg cepat kelebatkan tubuhnya masuk kedalam gua, lalu tubuh rd.puronegoro dibaringkannya di atas batu pipih beralas jerami kering, sesaat diperhatikannya kondisi rd.puronegoro, helaan nafas kekhawatiran keluar dari mulutnya. "duh, gusti Allah..mampukah pemuda ini bertahan dari pukulan aji gelap ngampar..hanya ada dua orang yg sanggup memulihkannya..akuwu wiralodra dan sinuhun cerbon, daerah ini dekat dg padukuhan cimanuk, lebih baik aku membawanya kesana..". Dg cepat tubuh rd.puronegoro dipanggulnya kembali dilain kejap sosoknya terlihat jauh dilamping bukit sebelah utara
                                              _o0o_


Dua ekor lembu penarik pedati berhenti tepat di depan bangunan bercungkup padukuhan cimanuk, tak berapa lama pembantu setia rd. Arya wiralodra, aki tinggil tampak mengobrol dg tamunya dipendopo. "perkenalkan saya endang darma, dan ki ragil dri pesisir timur belambangan, maksud kedatangan kami kepaukuhan ini mohon izin utk hijrah, sudi kiranya kami diterima..". Aki tinggil pandang sesaat wanita dg rambut di gelung kebelakang lalu alihkan pandangannya pada sosok kurus ki ragil. " siapapun yg mau menetap di padukuhan cimanuk akan kami terima dg tangan terbuka, tapi sayang rd. Arya wiralodra sebagai akuwu tdk bsa menyambut kalian, beliau sedang menjalankan tugas dari sinuhun cerbon.."  .
 
     Tiba2 dari arah pintu gerbang barat seorang pengawal tampak memapah sosok tubuh dibantu seorang tua berjubah putih. Aki tinggil langsung bergegas menyongsong."ki gedeng Alang-Alang sobat lamaku ada angin apa andika datang kemari, siapa pemuda ini..".ki tinggil sebut nama kyai sangkan dg nama aslinya..". "ki tinggil apakah rd. Wiralodra ada di tempat.." dg singkat diceritakannya maksud dan tujuan kedatangannya.         "ah, sayang sekali kalau begitu, terpaksa saya harus membawa putra tumenggung seda krapyak ini ke kesultanan cerbon, tapi apakah pemuda ini masi bisa bertahan..".       "maap ki tinggil, apa boleh saya melihat kondisi pemuda ini..". Tiba2 Endang darma ajukan pertanyaan. "silahkan nyai..". Tukas ki tinggil. Endang darma perhatikan tanda hitam pada dahi dan dada sebelah kiri sipemuda. " aji gelap ngampar, sesenti lagi pukulan di dada sebelah kiri bergeser nyawanya tdk bsa tertolong.." gumam nyi endang darma, lalu dari balik pakaian di keluarkannya dua buah benda satu berwarna hijau diletakan dikening, satu berwarna merah di letakan di dada sebelah kiri pemuda yg berwarna hitam kebiruan, dlm sekejap kedua benda mustika itu pancarkan sinar, tiba2 tubuh yg terbujur kaku itu tampak bergetar hebat. "bllaaarrr...!!!" dentuman dahsyat mengguncang bumi, orang2 yg berada mengelilingi pemuda terpental keluar pendopo.


                                               _o0o_
Mendung tebal menggelayut diatas padukuhan cimanuk, didalam pendopo sinar merah dan hijau tampak membuntal tubuh rd.puronegoro, sedang aki tinggil, ki ragil, kiyai Sangkan,  dan nyi endang dharma pegang dada masing-masing yg masih terasa sesak akibat terlempar oleh dentuman keras dari dlm tubuh rd.puronegoro. "saya cuma bisa memulihkan aliran darahnya yg kacau, hawa aji gelap ngampar masih menguasai diri pemuda ini..". Ujar nyi endang dharma tersengal-sengal, lalu pungut dua benda mustika yg tergeletak ditanah. "lalu apa yg harus kita lakukan.." sela aki tinggil, "terpaksa aku harus membawanya ke sinuhun cerbon, mudah-mudahanan pemuda ini bisa bertahan..". Lalu ki sidum angkat tubuh rd.puronegoro kepundak kanannya. "para sahabat semua aku pamit, sampaikan salamku pd. Akuwu rd.wiralodra..". Aki tinggil cuma angguk-anggukkan kepala, dilain kejap tubuh renta kyai. sangkan berkelebat sambil mendukung tubuh rd.puronegoro yg pingsan ke arah utara.

---¤---

      Nun jauh dipulau andalas kawasan selatan tepatnya kota raja pai lem bang, tersebutlah sebuah partai persilatan yg terdiri dari dua puluh lima orang pangeran dari anak-anak pejabat kerajaan yg pada masa itu sangat disegani dan ditakuti di sesantro kawasan selatan sampai utara, partai "tariang bakilat" itulah nama partainya, seorang pemuda gagah dg ikat kepala lancip didepan bersulam benang emas dg kalung sepasang taring harimau tampak duduk disebuah kursi berukir mewah. " aden belum puas dg cara kerja waang ni, masih banyak partai-partai silat kacangan yg belum kito tundukkan..". "beribu maap angko mudo sutan alam nan kayo." pemuda dg gelang akar bahar di kedua pergelangan tangan angkat bicara. "silahkan badarudin ali..apa yg hendak waang sampaikan..". " ambo dengar pihak kota rajo tdk menyukai keberadaan partai kito, sri bagindo bermaksud membubarkan partai kito angku mudo..". Sutan alam nan kayo kepalkan kedua tangannya. "tak seorangpun dapat membubarkan partai tariang bakilat, tidak juo sri bagindo..". Pemuda dg ikat kepala lancip hantamkan tangan kanannya kemeja kayu di depannya hingga jebol. Sementara itu diluar pondok partai tariang bakilat, puluhan orang dg bersenjatakan perisai dan tombak tampak mengepung rapat, salah seorang dg pakaian bagus turun dari kuda. "angku mudo sutan nan kayo, atas nama kerajaan waang diperintahkan utk menyerahkan diri..!!". Hanya keheningan sebagai jawabannya, sekalilagi perwira kerajaan ini berteriak namun belum hilang gema suaranya, ratusan anak panah berhamburan dari dlm pondok, disusul melesatnya sebuah sinar berwarna biru kearah perwira dan puluhan prajurit kerajaan. 
                                          _o0o_


Belasan Tahun Sebelumnya.....
     Dalam keremangan kabut, sesosok tubuh tampak tertatih, lapat-lapat hampir tersapu deru hembusan angin sesekali terdengar tangisan orok.             "anak kecik, hentikan tangismu amak lakukan ni demi keselamatanmu..cep, cep..anak amak..".    Entah mengerti dg ucapan orang atau memang karena kecapean, orok yg masih merah dlm bedongan itu hentikan tangisnya, beberapa saat kemudian lima orang penunggang kuda tampak berhenti beberapa langkah diatasnya. "aden yakin, tangisan orok itu hilang di sini..". Seorang laki-laki dg cambang bawuk dg giwang emas mencantel ditelinga sebelah kiri turun dri kudanya. "kalau kito tak temukan orok itu, leher kito jadi taruhannyo.." . "kalau begitu geledah sekali lagi semak belukar dibawah ngarai tu..". Dg bersenjatakan tombak kelima laki-laki bertampang sangar terabas semak belukar dikanan kiri jalan setapak.                  "datuk sawung galiang, tak dapat kito temukan tu orok beserta orang tua penjaga kuda itu..".        "kito takan pulang ka kota rajo, ayo cari ka tempat lain..".                                                                 Kelimanya lantas naik kekuda masing-masing dlm sekejap deru tapal kuda terdengar menjauh, dari cegukan di balik bongkahan batu yg terlindung semak belukar sesosok tubuh renta tampak sembulkan kepalanya.                                                 " anak amak, anak baik kito dah aman, gusti allah, apa dosa anak ini..ibils mana yg merasuki bagindo rajo, hingga tega mau membunuh anak kandungnya sendiri..".                                                                Orang tua bercaping bambu itu lantas ayunkan kaki kearah barat, dikejauhan meremang puncak gunung merapi kearah sanalah langkah orang tua bercaping bambu melangkah. 

                                        _o0o_ 




      sementara itu didalam istana, baginda raja prawira alam syah marah besar, hari itu juga disebarlah belasan prajurit kerajaan ke sesantro peloksok nagari, gambar seorang tua renta dipampang dimana-mana seratus ringgit sebagai imbalan bagi siapa saja yg dapat menangkap hidup atau mati bilung mangkuto, sang penjaga kuda yg membawa lari orok yg baru dilahirkan oleh salah seorang selir raja.
                                 _o0o_
     Lereng merapi bagian barat merupakan medan yg sangat sulit untuk didaki, disamping terjal dan curam, disalah satu lereng terdapat satu jalan setapak yg hanya bisa dilalui dg cara berjalan miring merambat tengkurap disisi tebing yg merupakan dinding cadas menjulang tegak lurus keangkasa, sedang jauh dibelakang sana bila salah melangkah dan tergelincir, jurang batu cadas dg bebatuan runcing di dasar jurang siap meluluh lantakan apapun yg terperosok kedalamnya, melalui jalan itulah ki bilung dg mendekap orok merah dlm bedungan melewatinya, dg susah payah dan penuh kepasrahan pada sang maha pencipta selangkah demi selangkah akhirnya orang tua penjaga kuda kerajaan itu selamat dari jalan maut yg dilaluinya, di sebuah gua cadas putih ki bilung hentikan langkahnya, terpaut sembilan langkah didepannya seorang tua berwajah jernih berjubah putih tampak terpejam dlm kekhusukan dzikir, seuntai tasbih batu pualam hijau terlihat berputar ditangan kanannya, tdk mau mengganggu kekhusukan orang yg tengah berzikir, ki bilung lantas dudukkan pantatnya disalah satu batu cadas putih datar, mungkin krn haus atau lapar sang orok mulai merengek pelan tak lama tangisnya pun pecah merobek keheningan subuh nan sunyi, ki bilung coba menenangkan dg mengayun-ayun badan orok tapi malah sang orok menangis lebih kencang dan keras dri sebelumnya. Tiba-tiba suara pelan penuh wibawa terdengar dri samping kananya " aki bilung gerangan apa hingga inyiek, bersusah payah datang kesini, lalu siapa gerangan orok dlm bedunganmu itu..". Orang tua berwajah jernih tak disangka kini telah berdiri satu langkah disamping ki bilung dan dengan sekali usap ubun2 sang orok, bayi merah yg semula menangis melengking2 sontak berhenti dan tertidur kembali dg tentram. "maapkan hamba paduka, bencana besar tengah mengancam kerajaan..". "apa yg terjadi di kerajaan..". "paduka raja prawira alam syah, mau membunuh darah dagingnya sendiri demi sebuah tumbal..". "tumbal, apa maksudmu, dan apakah orok ini adalah anak prawira alam syah..". " benar paduka..". "astagfirulah al azim.., sebenarnya apa yg ada diotak anakku itu, kenapa tega2nya mau membunuh orok tak berdosa, ki bilung kemarikan cucuku itu aku ingin menggendongnya..". Dg penuh kasih raja tua yg kini menjadi pertapa dukung orok merah yg belum pupus tali pusarnya dlm dekapannya. " cucuku gagah, kamu aman bersama kakek.". "maap baginda, tidakah ingin kembali ke kota rata untuk menyadarkan prabu prawira alam syah dri kekeliruannya..". Raja tua itu tarik nafasnya sesaat. "maapkan aku ki bilung, bukannya aku menutup mata dg semua yg terjadi, sumpah telah terucap, duniawi telah lepas dri kehidupanku, biarlah cucuku yg kelak meneruskan daram baktinya menyadarkan ayahandanya, mudah2an gusti Allah meridhoi..". Suasana subuh kembai hening, semburat cahaya keemasan muncul diufuk timur kabut mulai tersibak, pagi yg cerah semburat dipuncak gunung merapi.


                                                                      _o0o_
     Duapuluh tahun tlah berlalu, disatu pedataran padang bunga abadi edelwis, sesosok pemuda gagah dg bertelanjang dada tengah melakukan gerakan-gerakan silat yg sangat cepat, tubuhnya berkelebat jungkir balik beberapa kali diudara dan dg enteng jejakan kedua kakinya diatas rumpun bunga edelwis tanpa menimbulkan suara dan tanpa merusak setangkaipun bunga abadi tsb, seorang tua berwajah kelimis dg jubah putih tampak tersenyum puas. "duapuluh tahun tak terasa, duh gusti Allah..sudah saatnya pemuda cucuku ini mengetahui yg sebenarnya..". Lamunan orang tua berwajah kelimis ini buyar begitu sosok berbadan tegap telah berdiri tiga langkah dihadapannya. "kakek guru, gerangan apa yg merisaukan pikiranmu, hingga sepagi ini dah bermuram durja..". Orang tua dg tasbih batu pualam hijau ditangan kanan tampak tersenyum. "cucuku, sutan kayo duapuluh tahun tlah berjalan sudah saatnyo dirimu mengetahui hal yg sebenarnya..". Pemuda gagah bertelanjang dada tampak kerutkan keningnya. "maap kakek guru, ambo tdk mengerti..". "baiklah sutan kayo cucuku, kakek akan menceritakan ihwal dirimu..". Orang tua berwajah jernih pandang langit luas beberapa saat, ingatannya terpesat kemasa dua puluh tahun silam, kemudian dg perlahan sebuah kisah meluncur dari mulutnya.  Selesai bercerita, tanpa diduga pemuda bertelanjang dada tendangkan kaki kanannya bongkahan batu besar disebelah kanannya hingga mental dan meledak diudara. "sutan kayo kendalikan amarahmu..". "kakek guru, aden harus turun gunung, aden pingin tau nasib ibunda di kraton..". "baiklah sutan, sebagai bekal terimalah badik bertuah ini, gunakan utk membela kebenaran..". Dari blik jubah putihnya orang tua berwajah kelimis yg sebenarnya raja tua yg sdh lengser keprabon berikan sebilah badik bergagah emas pd sutan kayo, yg kelak dikemudian hari mendirikan partai "tariang bakilat". Dg merekrut anak2 pembesar kerajaan dan menggegerkan dunia persilatan tanah andalas dg cara menundukan partai-partai yg pada masa itu merebak bak jamur dimusim penghujan. 
                                               _o0o_

     Sepuluh orang prajurit dibagian depan terpental dg tubuh berwarna biru gelap pertanda betapa ganasnya racun pukulan yg dilancarkan sang penyerang, sedangkan sisanya lagi terkapar dg puluhan anak panah pada sekujur tubuhnya. "biadab, menyerang orang dg mendadak..tunjukan batang hidung kalian..". Perwira kerajaan yg selamat dri serangan maut tampak menggenggam sebilah rencong berbadan perak ditangan kanannya, belum kering ucapannya dri bibir, sesosok pemuda tegap dg akar bahar di kedua pergelangan tangan tampak berdiri lima langkah dihadapannya. " badarudin ali, panglima datuk barajo luwuk akan kecewa bila tahu anaknya terlibat dlm partai yg dilarang oleh kerajaan..". Pemuda tegap bergelang akar bahar cuma tersenyum simpul. "mamak lawean, sebagai seorang perwira mana hati nuranimu membiarkan rakyat alit samsaro akibat kesewenangan penguasa..". "angku mudo badarudin ali, bukankah ikut menikmatinya..". " puah..najis, ambo memakan harta haram dri darah rakyat kecik". "jaga ucapanmu angku mudo..". "lalu apa maumu mamak lawean..". Amarah perwira lawean meledak sudah, didahului suara menggembor hebat tubuhnya tampak berkelebat lancarkan tendangan berantai disusul tusukan bilah rencong perak kearah tenggorokan lawan, badarudin ali bukan p emuda sembarangan setelah beberapa jurus berlalu dg cepat, satu tendangan melingkar dari badarudin ali telak mendarat di dada perwira kerajaan disusul jatuhan tumit di kepala bagian belakang, ketika perwira lawean terhuyung, pukulan telapak tangan badarudin ali mendarat di hulu ati sang perwira hingga muntah darah dan tersungkur ketanah. "maap mamak, bukan maksudku menjatuhkan tangan jahat padamu..". Sambil pegang dadanya yg sesak perwira kerajaan ini langsung lentingkan tubuhnya dan dlm sekejap sosoknya tak tampak lagi.
      Setelah perwira lawean pergi, sesosok pemuda berbadan tegap dg ikat kepala runcing didepan terlihat menepuk bahu kanan badarudin ali.". "sobat, keberadaan kita ditanah andalas ini tdk aman lagi..". "lalu apa rencana angku mudo sutan alam nan kayo selanjutnya..". "kita tingglkan andalas, ambo dengar di pulau jawadwipa banyak terdapat perguruan silat ternama serta pendeka2 tangguh, kito hijrah kesana dan tancapkan pengaruh partai tariang bakilat di pulau itu..". "kalau itu sudah keputusan angku mudo, kami ikut sajo..". "baiklah, tapi sebelumnya ambo akan jiarah di makam ibundo dan sekaligus pamit.."." angku apakah tdk mengundang bahaya, makam ibundo angku masih di wilayah istana.,". "ambo akan hati2, sobat badarudin ali bgaimana dgmu, apa waang tidak pamit dulu pd ibundo waang..". " tidak usah angku, mungkin saat ini ayahanda panglima telah mengerahkan prajurit untuk menangkap ambo..".
Tanpa menunggu lama sosok gagah sutan alam nan kayo telah jauh melesat kearah matahari terbenam. 


                                                 _o0o_



     Menjelang tengah malam sekelebatan bayangan hitam tampak memasuki pekuburan kerabat kerajaan, setelah mengendap-endap disalah satu gundukan tanah merah sosoknya berhenti didepan sana terlihat seorang dara berbaju kuning seperti tengah menunggu kedatangannya. " kinanti, sedang apa adek disiko..". Dara berbaju kuning pandang sebentar wajah gagah dihadapannya. " uda maafkan  adek..sebenarnyo..".                                                    "sebenarnyo ada apo adek, kenapa malam2 ada disiko..".             "adek sebenarnyo selama ini diutus ayahando sawung galiang untuk memata-matai uda dan sekaligus mengajak balik uda badarudin ali ke keraton, tapi adek tau apo yg akan ayahando lakukan, makanyo adek berupayo menemui uda disiko..".                                          "adek seorang diri datang kasiko..". Dara ayu berbaju kuning anggukan kepala. Barusaja sutan alam nan kayo selesai memanjatkan doa buat mendiang ibunya, sontak disekeliling area pekuburan ratusan obor telah mengepungnya, seratus prajurit dg senjata tombak dan perisi tampak membuat pagar betis berlapis, sutan alam nan kayo pandang gadis berbaju kuning yg kini berada diantara para prajurit, seorang lelaki setengah baya dg baju jirah menyeruak diantara lapisan pagar betis prajurit kerajaan.                 "panglima sawung galiang..kinanti ternyata waang..".                       Dara ayu baju kuning tampak pucat pasi. " uda ambo..ambo..".  "tega sekali adek...".      "uda tdk seperti yg uda pikirkan..". Orang tua berbaju jirah maju selangkah sambil hunus bilah pedang yg nampak berkilat tertimpa sinar bulan empat belas hari, sedang sutan alam nan kayo raba bilah badik bertuah dibalik pinggang bajunya. "sutan alam..menyerahlah, mungkin hukuman waang akan lebih ringan..". Sutan alam nan kayo pandang sekeliling, dara ayu kinanti tdk tampak ditempatnya lagi.                                                          "gara-gara pengaruh waang anaku badarudin ali, kini jadi seorang buronan, prajurit..tangkap pengacau ini..".                                 Selusin prajurit dg bersenjatakan tombak langsung merangsek ke arah sutan alam nan kayo, sedang lapisan prajurit kedua rentangkan anak panah kearah sang pemuda, sisanya terlihat mengayun-ayunkan jaring siap dilempar kearah pemuda yg sebenarnya anak raja walau terlahir dari seorang selir. 

 
     Hujan mulai turun mengguyur bumi, tanah pekuburan tampak mulai becek tergenang air, langit yg semula bening diterangi sinar bulan empat belas hari lenyap dri angkasa digantikan kepekatan malam gelap gulita dan hawa dingin menyucuk tulang. "serang, ringkus pengacau itu..". Secara serentak prajurit kerajaan dibagian depan dg senjata tombak dan perisai bentuk pormasi benteng, sedang prajurit lapis ke tiga dg pedang berkilat sabetkan senjata masing-masing kedepan, dg sigap sutan alam nan kayo cabut badik bertuah dari warangkanya dan sekali kelebatan, tubuhnya tampak hanya bayang-bayang.                                                                    Lolongan kesakitan terdengar, disusul suara bergedebuk jatuhnya kesepuluh prajurit yg terkapar terkena sabetan badik, prajurit lapis ke dua dg bersenjatakan panah rentangkan busur, dilain kejap puluhan anak panah berapi melesat menghujam sang pemuda. Sutan alam nan kayo rebut salah satu tombak dri tangan prajurit, dg senjata ini dia bentuk perisai pelindung dg cara memutar tombak dg cepat, puluhan anak panah berapi langsung mental dan luruh ketanah, sisanya melesat berbalik menancap ke tubuh para prajurit, mengetahui banyak korban dipihaknya, panglima sawung galiang lentingkan tubuh tinggi besarnya keudara dilain kejap sosoknya sudah menggempur habis-habisan sutan alam nan kayo dg sebilah mandauw yg konon didperolehnya dari seorang pertapa sakti di pulau borneo. Walaupun sutan alam nan kayo memiliki ilmu kanuragan yg hebat diserang secara keroyokan dg pormasi serangan bak air bah, lama-lama pertahanan pemuda ini mulai renggang, hingga pada satu ketika tendangan beruntun panglima sawung galiang membuatnya tersudut. Dan pada saat itulah sebuah jaring melibat tubuhnya dan dalam keadaan terlibat jaring dirasakannya sebuah hantaman benda keras mendarat di kepala bagian belakang yg memaksanya berlutut, setelah itu sutan alam nan kayo tidak ingat apa-apa lagi.      "seret pemuda ini ke istana..". Teriak panglima sawung galian lantang, mandauw yg tadi dipakai menghantam belakang kepala sutan alam disarungkan ke warangkanya kembali, sementara hujan semakin deras mengguyur disaat tubuh pemuda yg entah pingsan atau sudah tewas itu diseret kuda menuju istana.

                                                  _o0o_


Lisensi

Lisensi Creative Commons
BHUMI DERES MILI by BHUMI DERES MILI is licensed under a Creative Commons Atribusi 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di KANG KUSYOTO, KYT.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http//:www.bhumideresmili.blogspot.com.

Total Tayangan Halaman

About

Pages

Download

Powered By Blogger

Search Box

Popular Posts

Followers