KONTAK SAYA

Email Twitter Facebook

TELUSURI

GALERI FOTO

Kategori Arsip Daftar Isi

MULAI DARI SINI

Pelayanan Portfolio Pembayaran

Minggu, 18 September 2011

PINANGAN BERDARAH


     Lereng bukit terjal,  dimana terdapat sebuah bangunan yang keseluruhannya terbuat dari batu granit itu tampak sunyi tersaput halimun tipis dipagi hari, tapi bilamana angin berhembus dari puncak bukit lapat-lapat terdengar sura berdesing bersiur berkepanjangan, itu mungkin suara angin yang terpesat masuk kecelah kecil dipunggung bukit yang tidak bisa kembali keatas.
Mentari perlahan menyemburatkan sinarnya yang hangat menyapa mayapada membuyarkan tetesan-tetesan embun yang bergayut ditengah daun keladi hutan, namun suasana pagi haripun tetap tak ada perubahan tempat itu tetap sunyi senyap bahkan suara burung dan serangga yang lajim mendendangkan suara alampun seakan sirap, yang terdengar hanya suara hembusan angin yang semakin kencang dan suara desingan dipunggung bukitpun semakin keras terdengar memecah kesunyian.
Dari kaki bukit terjal satu bayangan tampak dengan ringan berlompatan diantara bebatuan yang berlumut,  siapapun sosok bayangan itu dipastikan memiliki kapasitas ringan badan yang sempurna, karena jika salah perhitungan menjejak bebatuan runcing berlumut dan sampai terpeleset,  dibawah sana jurang lebar menganga dengan bebatuan runcing bak tombak siap melumatkan tubuhnya.
Hanya butuh beberapa lompayan saja, akhirnya sosok bayangan ini dengan ringan jejakan kakinya dipuncak bukit dimana sepuluh tombak didepan berdiri dengan angker sebuah bangunan yang keseluruhan dinding dan atapnya terbuat dari batu granit yang keras.
Bangunan ini sungguh aneh, hampir keseluruhannya dari batu granit dan yang lebih aneh lagi bangunan ini tak memiliki pintu masuk ataupun jendela buat sirkulasi udara, sosok tubuh tegap ini sesaat usap wajahnya yang berpeluh, satu goresan panjang melintang terlihat dipipi sebelah kirinya, sosok yang tak lain dari sanjaya calon penguasa dunia prsilatan dengan menghalalkan segala cara ini raba didnding batu granit dengan telapak tangan kanannya dan begitu tusukan kelima jarinya diantara celah kecil perlahan sebuah dinding batu bergeser kebawah amblas kedalam tanah dengan cepat sanjaya lesatkan badannya kedalam bangunan tersebut bersamaan dengan menutupnya kembali pintu batu disusul gemuruh samar dan tak lama berselang keseluruhan bangunan yang terbuat dari batu granit itu amblas kedalam tanah, suasana kembali hening dan sunyi seakan tak terjadi apapun sebelumnya ditempat itu.
Didalam bangunan batu granit yang ternyata berpungsi seperti lif dizaman modern itu sanjaya tampak berdiri dengan sebelah tangan kanannya mengapit sebilah pedang yang tak lain dari pedang sangga buana hasil rampasan dari seorang mpu dengan cara menyamar sebagai murid dari sang mpu dan akhirnya dibunuhnya juga mpu tsb  dengan pedang ciptaannya sendiri oleh sanjaya ( baca eps. Balada cinta dyah citraresmi pitaloka, pen) .
Sanjaya merasakan bangunan dari batu granit yang membawanya meluncur kebawah berhenti, kembali pemuda gagah ini tempelkan telapak tangan kanannya dan begitu kepalkan jari-jarinya secara otomatis lempengan batu granit itu terbuka keatas dan sanjaya dengan cepat lesatkan badannya keluar dari bangunan batu granit  dan didepan sana seorang lelaki berjubah dengan bulatan-bulatan hitam berjumlah enam buah tampak tersenyum simpul kearahnya.
“luar biasa, kau berhasil sanjaya..”
“romo guru, tak susah bagi diriku untuk mendapatkan pedang mustika ini..”
Gumam sanjaya sambil menyerahkan bilah pedang mustika sangga buana pada orang tua dihadapannya yang tak lain dari wiku dharma persada, pemimpin partai lintas aliran halilintar sewu
“aku percaya sanjaya, dan kau lihat seluruh senjata mustika yang berada dikuburan mustika ini, kelak akan aku wariskan kepadamu..”
“dan bila waktu itu tiba aku telah menjadi penguasa rimba persilatan tanah jawa ini..”
Sentak sanjaya, hingga gema suaranya menggetarkan dinding-dinding gua kuburan mustika
“hahaha..tepat sanjaya tepat..tapi  ada sesuatu yang mengganjal dibenakku..”
“apa itu romo guru..”
“kau masih ingat dengan ceritaku tentang  manggala..”
“orang yang akan membunuhku ketika orok, dan  karena dia juga wajahku menjadi cacat”
Sentak sanjaya sambil kepalkan kedua tangannya
“benar sanjaya..”
“aku akan memburunya, walau dia bersembunyi dilubang semut pun..”
“kau tak perlu melakukannya, karena aku yakin dia akan datang lagi kemari menuntut balas”
“kebetulan..jadi aku tidak susah-susah memburunya..”
“namuh ada hal yang musti kau ketahui, manggala telah membawa lari kitab mustika andalan halilintar sewu, dan aku yakin seluruh kitab itu telah dia kuasai..”
“aku tidak gentar romo guru..”
“asal kau tahu sanjaya, semua jurus dan olah kanuragan yang aku turunkan padamu, baru tingkat pertama dan bila manggala telah berhasil menyempurnakan isi kitab sampai tingkat tiga kau akan dilibasnya dengan mudah..”
“lalu apa rencana romo guru selanjutnya..”
“pergilah ke jurang tanpa dasar semenanjung himalaya, bergurulah pada pertapa sapta raga, dengan ajian yang dimilikinya dirimu akan mampu menandingi jurus kuntum kilat melecut raga tingkat tiga yang dikuasai manggala si arit iblis..”
“maap, romo guru..apa pertapa itu bersedia mengangkatk ku sebagai murid..”
“serahkan pedang mustika sangga buana pada pertapa sapta raga, niscaya dirimu akan diangkatnya menjadi muridnya..”
“jadi ini tujuan guru mengutus ku, merampas pedang sangga buana..”
“tepat sanjaya..nah sekarang pergilah..ke jurang tanpa dasar semenanjung Himalaya di negri Hindustan..”
(catatan: bagi pembaca yang penasaran dengan tempat bernama jurang tanpa dasar semenanjung Himalaya, di hindustan, kini india. harap baca karya KYT sebelumnya di blog Bhumi deres mili Eps: Mustika Lembah Cimanuk, pen)
“baik romo guru, hari ini juga aku akan berangkat ke nagri Hindustan..”
Ucap sanjaya, lalu rangkapkan kedua tanganya didada, setelah itu kembali masuk kedalam bangunan batu granit yang akan membawanya kembali keatas permukaan tanah.
Setelah kepergian sanjaya wiku dharma persada tampak sandarkan dirinya didinding gua  matanya tampak kosong menerawang langit-langit gua kuburan mustika yang tampak memancarkan warna lembayung dari bongkahan stalagtit diatas gua.
“kalau saja sanjaya tahu, aku pun dulu menginginkan nyawanya..mungkin ceritanya akan lain..”
Membatin wiku dharma persada dalam hati, kemudian lelaki tua plontos dengan bulatan hitam berjumlah enam dikepalanya ini pejamkan kedua matanya, tak lama pemimpin partai halilintar sewu ini larut dalam semadinya.

Selasa, 13 September 2011

PETAKA PEDANG SANGGA BUANA


     Bukit pualam biru meremang dalam kabut dini hari, semilir angin tenggara meliuk meningalkan gemerisik berkepanjangan manakala menerpa beberapa daun pohon siwalan yang banyak tumbuh berderet melingkari sebuah pedataran luas di lamping bukit pualam biru, sosok renta Mpu.Palwa tampak duduk bersila di atas sebuah lempengan batu pipih, semalaman Mpu pembuat berbagai senjata mustika ini terpekur besemadi mengheningkan cipta, rasa, karsa dan raganya dalam sentuhan akhir penyempurnaan sebuah senjata mustika pesanan orang penting dari kedaton Wilwatikta, di pangkuan Mpu. Palwa terlihat bilah sebuah pedang tipis berwarna perak kebiruan berpendar menyelimuti badan pedang, bilamana semilir angin berhembus terdengar desingan halus dari badan bilah mustika itu.

“duh Gusti yang maha Agung..terimakasih, atas kehendak MU, bilah pusaka ini dapat saya rampungkan..”
Gumam Mpu. Palwa sambil usap bilah pedang mustika itu dengan pelan kemudian secara perlahan dan penuh perasaan ditempelkannya bilah pedang mustika itu di kening nya, bersamaan dengan itu dari dalam pondok beratapkan sirap satu sosok pemuda dengan rambut di gelung di atas kepala muncul sambil membawa warangka dari kayu pohon siwalan.

“Mpu, warangka untuk pedang itu sudah saya selesaikan…”
gumam pemuda dengan rambut di gelung keatas, mpu. Palwa lantas angsurkan kedua telapak tanganya menyambut warangka yang di sodorkan sang pemuda.
“terimakasih Mangkurat..pedang pesanan kiageng Wanabaya ini bernama Sanggabuana…”
Kata Mpu. Palwa sambil perlahan memasukan bilah pedang mustika itu dalam warangkanya, kembali desingan halus terdengar manakala bilah pedang menyentuh bibir warangka.
“Sanggabuana, maknanya apa itu Mpu…” sela Mangkurat.
“Sangga artinya menjaga melindungi dan mengayomi, sementara Buana adalah alam semesta beserta isinya, pilosofinya siapapun yang memiliki pedang mustika ini di harapkan dapat membawa kemaslahatan bagi orang banyak dan menjaga keseimbangan tatanan alam semesta..”
gumam Mpu. Palwa sambil memeluk bilah mustika itu dalam dekapan nya.
“mangkurat, bilah mustika Sanggabuana ini seyogyanya akan di hadiahkan kiageng Wanabaya pada Gusti Prabu Hayam Wuruk, semoga dengan memiliki bilah mustika ini beliau dapat menjadi seorang raja yang selalu melindungi, mengayomi dan mengopeni rakyatnya dengan penuh welas asih..”
“maap Mpu, bolehkah saya memegang pedang mustika itu..” sela mangkurat
Mpu. Palwa hanya tersenyum, perlahan diangsurkannya bilah mustika Sanggabuana yang langsung di terima oleh Mangkurat.
“Mpu.apa keistimewaan mustika Sanggabuana ini..”
“Mangkurat..dengar, sejatinya di dunia ini setiap benda baik benda hidup atau mati tidak memiliki keistimewaan apapun, hanya dengan izin sang Maha kuasalah keistimewaan itu terwujud…”
“jadi buat apa Mpu selama itu menempa lempengan batu bulan ini hingga berwujud bilah pedang kalau tidak ada keistimewaan..”
“anak muda, semua benda pusaka dan mustika sejatinya tiada daya dan guna, hanya wadah yang telah ditempa yang mampu mencipta apakah sebuah senjata bisa membawa berkah atau petaka.. paham yang aku maksud mangkurat..”
“saya belum memahami sepenuhnya akan hal itu Mpu..”
“kelak kau akan menemukan jawabannya Mangkurat..”
“baiklah Mpu, apa saya sudah bisa membawa pedang ini..”
“tunggulah sampai matahari tepat di ubun-ubun mangkurat, karena aku belum mengisi khodamnya..”
“terlalu lama Mpu, menurut saya sebuah senjata mustika akan berarti bila sudah di butikan..”
“maksud kamu apa..mangkurat..”
“maksud saya adalah ini….”
“brreeesssss…!!”

Mpu Palwa terpana dalam kebisuan, matanya nyalang memandang orang di hadapannya, dirasakannya tubuhnya dingin membeku, bibirnya tampak bergetar namun tak ada satu patah katapun yang terlontar dari mulut Mpu uzur ini.
darah terlihat menyembur membasahi jubah putihnya manakala dengan tanpa perasaan Mangkuat anak muda yang selama sepekan membantunya merampungkan bilah mustika Sanggabuana menusukkan lebih dalam bilah pedang mustika itu sampai tembus ke punggung kirinya.

“heeekkk…!!”
hanya erangan halus yang terdengar dari bibir Mpu. Palwa manakala Mangkurat dengan cepat mencabut bilah pedang itu dari tubuh Mpu. Palwa lalu menendang nya.
“Mpu Bodoh..agar arwahmu tidak penasaran..lihat siapa aku sebenarnya…” sentak pemuda ini sambil perlahan melepas topeng tipis dari wajahnya, mpu palwa yang tengah sekarat hanya sempat memandang sebentar orang yang selama ini di kenalnya sebagai utusan dari kiageng. Wanabaya itu, sosok angkuh terlihat disana dengan guratan bekas luka melintang panjang di pipi sebelah kirinya, dan dengan cepat lesatkan tubuhnya kearah barat sambil menjinjing bilah mustika pedang sangga buana ditangan kananya.
bersamaan dengan lenyapnya sosok pemuda ganas tadi, dari balik bukit karang terjal melesat satu sosok lain yang anehnya baik pakaian, rambut dan perawakannya mirip dengan pemuda yang barusan pergi setelah membunuh dengan kejam Mpu. Palwa dengan pedang ciptaannya sendiri.
“Mpu.Palwa apa yang terjadi…”
sentak sosok pemuda yang barusan datang, perlahan kelopak mata Mpu. Palwa membuka dan sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya..
“kau..kau..” ujar Mpu. Palwa terbata-bata..
“saya Mangkurat Mpu, utusan kiageng Wanabaya..”
“pedang itu..pedang itu..”
……………………………………………
kelopak  mata Mpu. Palwa perlahan meredup, napasnya terlihat tersengal-sengal dan ketika butiran-butiran air dari langit mulai membasuh bumi, roh mpu palwa meninggalkan zasadnya.

     Setelah selesai mengurus zasad Mpu.Palwa dalam guyuran hujan yang semakin deras menyiram bumi pemuda yang memang benar bernama Mangkurat salah satu telik sandi yudha Majapahit utusan kiageng. Wanabaya ini menancapkan warangka dari pedang Sanggabuana yang ditemukannya tergeletak di tanah basah di lempeng batu tempat abu dari zasad Mpu. Palwa disimpan.

“kemana saya harus mencari sang durat mata itu, sebelum Mpu. Palwa menghembuskan napas terakhirnya beliau sempat mengucapkan satu kata..kalau tidak salah Rajah..kala..rajah kala cakra…yah..durjana itu memiliki rajah kala cakra di dadanya..jadi siapapun yang memiliki rajah kala cakra di dadanya dialah sang durat mata itu…”

Mangkurat lantas berdiri dari duduknya, pemuda dengan rambut di gelung keatas ini lantas jejakkan kakinya ke tanah yang dalam sekejap sosoknya kini terlihat jauh meninggalkan kaki bukit pualam biru dalam hujan badai yang seakan mengguncang mayapada.

ooooOoooo

selanjutnya: Pinangan Berdarah



Sabtu, 10 September 2011

BALADA CINTA DYAH CITRARESMI PITALOKA


     Embun bergantung diujung daun disaat sang surya memancarkan sinarnya, hembusan angin timur meliuk disela rumpun melati, titik embun itu tampak bergulir menetes kearah telaga mengguratkan pesona alam nan abstrak dipermukaan kolam berair jernih.
Tatapan mata bening itu terus menerawang seakan menembus ruang dan waktu yang tak terbatas,  perlahan desahanya terdengar berat disela gemuruhnya pancuran air ditengah telaga.
“gusti ayu, tidak baik seorang putri agung terlena dalam hayalan..”
Suara berat emban pengasuh membuyarkan lamunan dara ayu yang masih menatap kosong ketengah telaga.
Pemilik mata bening itu adalah Dyah citraresmi pitaloka, putri dari sang maharaja agung pasundan prabu. Lingga buana, seorang raja yang bertahta di tatar sunda  penguasa keraton pakuan padjajaran.
“mbok mban, salahkan jika seorang putri raja jatuh cinta..”
Gumam dara ayu ini lirih
“tentu tidak gusti ayu, rasa cinta dan tertarik dengan seseorang adalah hal yang wajar dan alami karena setiap insan ditakdirkan berpasangan oleh sang maha pemilik hidup, kalau boleh tahu..gusti ayu sedang jatuh cinta pada siapa..”
Dara ayu berkulit kuning langsat ini sesaat arahkan pandangannya kearah selatan dimana puncak sebuah gunung tersaput kabut dipagi hari
“dilereng gunung salak itu pertama kali kami bertemu, gagah, tampan, dan tatapan matanya begitu menyejukan kalbu..”
“siapa pemuda itu gusti ayu, pangeran dari kerajaan mana..” ujar mban pengasuh ini antusias
“namanya Sungging prabangkara..dan dia berjanji akan melamar saya mbok..”
“gusti ayu sudah dewasa..sudah pantas berkeluarga..”
“tapi…”
 raut wajah dara ayu ini kembali muram..
“ada apa gusti…”
“saya tidak tahu dimana dia tinggal, dan siapa dia sebenarnya..”
“maksud gusti ayu..”
“saya bertemu dia dialam mimpi..mbok..”
Gumam dyah pitaloka tertunduk lesu, membuat wanita pengasuh ini tercenung sesaat
“tapi saya terlanjur mencintainya mbok..saya lebih baik mati bila tidak bertemu dengan dia..”
Sentak dara ayu ini sambil berlalu meninggalkan mban pegasuhnya yang tampak bengong ditempatnya.

ooooOoooo

Senin, 05 September 2011

BHUMI DERES MILI "Pendekar Sada Lanang" RAJAH KALA CAKRA



Episode: Rajah kala cakra


     Bantaran sungai berantas meremang dalam kabut dini hari, deru suaranya begitu dahsyat manakala menerpa bebatuan gunung yang banyak berjajar disepanjang alirannya, dari lamping bukit sebelah timur terlihat asap tebal berwarna hitam membumbung diudara sepertinya sebuah perkampungan dilanda kebakaran hebat, tak lama puluhan penunggang kuda dengan wajah rata-rata bertampang sangar hentikan laju tunggangannya tepat dipinggiran sungai berantas.
“jarot, coba kau hentikan tangis orok itu..bisa gila aku mendengarnya..”
Sentak seorang penunggang kuda dengan cambang bawuk meranggas diwajahnya, orang ini bernama manggala dedengkot perampok lereng gunung wilis bergelar arit iblis.
“aku sedang upayakan manggala..”
 sela jarot sambil membolang baling orok yang terbungkis kain hitam dalam bedungannya, bukannya diam malah tangis orok ini semakin keras  melengking-lengking seakan merobek dinginya hawa pagi hari.
“apa susahnya membuat diam seorang orok, biar aku bereskan..!!”
Semprot manggala yang dalam satu kelebatan tubuh,  orok ini telah berada dalam cengkeraman tangannya lalau pada sebuah batu pipih orok yang masih merah ini dibaringkan.
“manggala apa yang akan kau lakukan..” teriak jarot manakala dilihatnya manggala mencabut arit iblisnya dan dengan pandangan dingin sabetkan arit iblis kearah batang leher sang orok
“crrrasss…”
Darah tampak mengucur dari pipi sebelah kiri sang orok, rupanya arit iblis hanya sempat menggores pipi kiri orok ini karena dengan kecepatan kilat jarot lelaki jangkung ceking ini berhasil merebut kembali orok yang barusan akan dibunuh manggala.
“manggala, apa kau sudah gendeng atau bagaimana..jika orok ini tewas kepala kita jadi taruhannya..”
sentak jarot lalu bebat pipi kiri orok yang terus mengucurkan darah, sedang manggala dengan gusar gebrak kudanya menyebrangi aliran sungai berantas kearah barat diikuti puluhan anak buahnya, sedang dengan segera jarot kembali melompat keatas kudanya lalu ikut menyeberangi aliran sungai berantas yang bergemuruh.

Lisensi

Lisensi Creative Commons
BHUMI DERES MILI by BHUMI DERES MILI is licensed under a Creative Commons Atribusi 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di KANG KUSYOTO, KYT.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http//:www.bhumideresmili.blogspot.com.

Total Tayangan Halaman

About

Pages

Download

Powered By Blogger

Search Box

Popular Posts

Followers