KONTAK SAYA

Email Twitter Facebook

TELUSURI

GALERI FOTO

Kategori Arsip Daftar Isi

MULAI DARI SINI

Pelayanan Portfolio Pembayaran

Selasa, 13 September 2011

PETAKA PEDANG SANGGA BUANA


     Bukit pualam biru meremang dalam kabut dini hari, semilir angin tenggara meliuk meningalkan gemerisik berkepanjangan manakala menerpa beberapa daun pohon siwalan yang banyak tumbuh berderet melingkari sebuah pedataran luas di lamping bukit pualam biru, sosok renta Mpu.Palwa tampak duduk bersila di atas sebuah lempengan batu pipih, semalaman Mpu pembuat berbagai senjata mustika ini terpekur besemadi mengheningkan cipta, rasa, karsa dan raganya dalam sentuhan akhir penyempurnaan sebuah senjata mustika pesanan orang penting dari kedaton Wilwatikta, di pangkuan Mpu. Palwa terlihat bilah sebuah pedang tipis berwarna perak kebiruan berpendar menyelimuti badan pedang, bilamana semilir angin berhembus terdengar desingan halus dari badan bilah mustika itu.

“duh Gusti yang maha Agung..terimakasih, atas kehendak MU, bilah pusaka ini dapat saya rampungkan..”
Gumam Mpu. Palwa sambil usap bilah pedang mustika itu dengan pelan kemudian secara perlahan dan penuh perasaan ditempelkannya bilah pedang mustika itu di kening nya, bersamaan dengan itu dari dalam pondok beratapkan sirap satu sosok pemuda dengan rambut di gelung di atas kepala muncul sambil membawa warangka dari kayu pohon siwalan.

“Mpu, warangka untuk pedang itu sudah saya selesaikan…”
gumam pemuda dengan rambut di gelung keatas, mpu. Palwa lantas angsurkan kedua telapak tanganya menyambut warangka yang di sodorkan sang pemuda.
“terimakasih Mangkurat..pedang pesanan kiageng Wanabaya ini bernama Sanggabuana…”
Kata Mpu. Palwa sambil perlahan memasukan bilah pedang mustika itu dalam warangkanya, kembali desingan halus terdengar manakala bilah pedang menyentuh bibir warangka.
“Sanggabuana, maknanya apa itu Mpu…” sela Mangkurat.
“Sangga artinya menjaga melindungi dan mengayomi, sementara Buana adalah alam semesta beserta isinya, pilosofinya siapapun yang memiliki pedang mustika ini di harapkan dapat membawa kemaslahatan bagi orang banyak dan menjaga keseimbangan tatanan alam semesta..”
gumam Mpu. Palwa sambil memeluk bilah mustika itu dalam dekapan nya.
“mangkurat, bilah mustika Sanggabuana ini seyogyanya akan di hadiahkan kiageng Wanabaya pada Gusti Prabu Hayam Wuruk, semoga dengan memiliki bilah mustika ini beliau dapat menjadi seorang raja yang selalu melindungi, mengayomi dan mengopeni rakyatnya dengan penuh welas asih..”
“maap Mpu, bolehkah saya memegang pedang mustika itu..” sela mangkurat
Mpu. Palwa hanya tersenyum, perlahan diangsurkannya bilah mustika Sanggabuana yang langsung di terima oleh Mangkurat.
“Mpu.apa keistimewaan mustika Sanggabuana ini..”
“Mangkurat..dengar, sejatinya di dunia ini setiap benda baik benda hidup atau mati tidak memiliki keistimewaan apapun, hanya dengan izin sang Maha kuasalah keistimewaan itu terwujud…”
“jadi buat apa Mpu selama itu menempa lempengan batu bulan ini hingga berwujud bilah pedang kalau tidak ada keistimewaan..”
“anak muda, semua benda pusaka dan mustika sejatinya tiada daya dan guna, hanya wadah yang telah ditempa yang mampu mencipta apakah sebuah senjata bisa membawa berkah atau petaka.. paham yang aku maksud mangkurat..”
“saya belum memahami sepenuhnya akan hal itu Mpu..”
“kelak kau akan menemukan jawabannya Mangkurat..”
“baiklah Mpu, apa saya sudah bisa membawa pedang ini..”
“tunggulah sampai matahari tepat di ubun-ubun mangkurat, karena aku belum mengisi khodamnya..”
“terlalu lama Mpu, menurut saya sebuah senjata mustika akan berarti bila sudah di butikan..”
“maksud kamu apa..mangkurat..”
“maksud saya adalah ini….”
“brreeesssss…!!”

Mpu Palwa terpana dalam kebisuan, matanya nyalang memandang orang di hadapannya, dirasakannya tubuhnya dingin membeku, bibirnya tampak bergetar namun tak ada satu patah katapun yang terlontar dari mulut Mpu uzur ini.
darah terlihat menyembur membasahi jubah putihnya manakala dengan tanpa perasaan Mangkuat anak muda yang selama sepekan membantunya merampungkan bilah mustika Sanggabuana menusukkan lebih dalam bilah pedang mustika itu sampai tembus ke punggung kirinya.

“heeekkk…!!”
hanya erangan halus yang terdengar dari bibir Mpu. Palwa manakala Mangkurat dengan cepat mencabut bilah pedang itu dari tubuh Mpu. Palwa lalu menendang nya.
“Mpu Bodoh..agar arwahmu tidak penasaran..lihat siapa aku sebenarnya…” sentak pemuda ini sambil perlahan melepas topeng tipis dari wajahnya, mpu palwa yang tengah sekarat hanya sempat memandang sebentar orang yang selama ini di kenalnya sebagai utusan dari kiageng. Wanabaya itu, sosok angkuh terlihat disana dengan guratan bekas luka melintang panjang di pipi sebelah kirinya, dan dengan cepat lesatkan tubuhnya kearah barat sambil menjinjing bilah mustika pedang sangga buana ditangan kananya.
bersamaan dengan lenyapnya sosok pemuda ganas tadi, dari balik bukit karang terjal melesat satu sosok lain yang anehnya baik pakaian, rambut dan perawakannya mirip dengan pemuda yang barusan pergi setelah membunuh dengan kejam Mpu. Palwa dengan pedang ciptaannya sendiri.
“Mpu.Palwa apa yang terjadi…”
sentak sosok pemuda yang barusan datang, perlahan kelopak mata Mpu. Palwa membuka dan sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya..
“kau..kau..” ujar Mpu. Palwa terbata-bata..
“saya Mangkurat Mpu, utusan kiageng Wanabaya..”
“pedang itu..pedang itu..”
……………………………………………
kelopak  mata Mpu. Palwa perlahan meredup, napasnya terlihat tersengal-sengal dan ketika butiran-butiran air dari langit mulai membasuh bumi, roh mpu palwa meninggalkan zasadnya.

     Setelah selesai mengurus zasad Mpu.Palwa dalam guyuran hujan yang semakin deras menyiram bumi pemuda yang memang benar bernama Mangkurat salah satu telik sandi yudha Majapahit utusan kiageng. Wanabaya ini menancapkan warangka dari pedang Sanggabuana yang ditemukannya tergeletak di tanah basah di lempeng batu tempat abu dari zasad Mpu. Palwa disimpan.

“kemana saya harus mencari sang durat mata itu, sebelum Mpu. Palwa menghembuskan napas terakhirnya beliau sempat mengucapkan satu kata..kalau tidak salah Rajah..kala..rajah kala cakra…yah..durjana itu memiliki rajah kala cakra di dadanya..jadi siapapun yang memiliki rajah kala cakra di dadanya dialah sang durat mata itu…”

Mangkurat lantas berdiri dari duduknya, pemuda dengan rambut di gelung keatas ini lantas jejakkan kakinya ke tanah yang dalam sekejap sosoknya kini terlihat jauh meninggalkan kaki bukit pualam biru dalam hujan badai yang seakan mengguncang mayapada.

ooooOoooo

selanjutnya: Pinangan Berdarah



1 komentar:

  1. mohon maaf untuk link ini sudah terhapus tanpa sengaja..mohon dimaklumi..

    BalasHapus

Lisensi

Lisensi Creative Commons
BHUMI DERES MILI by BHUMI DERES MILI is licensed under a Creative Commons Atribusi 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di KANG KUSYOTO, KYT.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http//:www.bhumideresmili.blogspot.com.

Total Tayangan Halaman

About

Pages

Download

Powered By Blogger

Search Box

Popular Posts

Followers