KONTAK SAYA

Email Twitter Facebook

TELUSURI

GALERI FOTO

Kategori Arsip Daftar Isi

MULAI DARI SINI

Pelayanan Portfolio Pembayaran

Senin, 05 September 2011

BHUMI DERES MILI "Pendekar Sada Lanang" RAJAH KALA CAKRA



Episode: Rajah kala cakra


     Bantaran sungai berantas meremang dalam kabut dini hari, deru suaranya begitu dahsyat manakala menerpa bebatuan gunung yang banyak berjajar disepanjang alirannya, dari lamping bukit sebelah timur terlihat asap tebal berwarna hitam membumbung diudara sepertinya sebuah perkampungan dilanda kebakaran hebat, tak lama puluhan penunggang kuda dengan wajah rata-rata bertampang sangar hentikan laju tunggangannya tepat dipinggiran sungai berantas.
“jarot, coba kau hentikan tangis orok itu..bisa gila aku mendengarnya..”
Sentak seorang penunggang kuda dengan cambang bawuk meranggas diwajahnya, orang ini bernama manggala dedengkot perampok lereng gunung wilis bergelar arit iblis.
“aku sedang upayakan manggala..”
 sela jarot sambil membolang baling orok yang terbungkis kain hitam dalam bedungannya, bukannya diam malah tangis orok ini semakin keras  melengking-lengking seakan merobek dinginya hawa pagi hari.
“apa susahnya membuat diam seorang orok, biar aku bereskan..!!”
Semprot manggala yang dalam satu kelebatan tubuh,  orok ini telah berada dalam cengkeraman tangannya lalau pada sebuah batu pipih orok yang masih merah ini dibaringkan.
“manggala apa yang akan kau lakukan..” teriak jarot manakala dilihatnya manggala mencabut arit iblisnya dan dengan pandangan dingin sabetkan arit iblis kearah batang leher sang orok
“crrrasss…”
Darah tampak mengucur dari pipi sebelah kiri sang orok, rupanya arit iblis hanya sempat menggores pipi kiri orok ini karena dengan kecepatan kilat jarot lelaki jangkung ceking ini berhasil merebut kembali orok yang barusan akan dibunuh manggala.
“manggala, apa kau sudah gendeng atau bagaimana..jika orok ini tewas kepala kita jadi taruhannya..”
sentak jarot lalu bebat pipi kiri orok yang terus mengucurkan darah, sedang manggala dengan gusar gebrak kudanya menyebrangi aliran sungai berantas kearah barat diikuti puluhan anak buahnya, sedang dengan segera jarot kembali melompat keatas kudanya lalu ikut menyeberangi aliran sungai berantas yang bergemuruh.

ooooOoooo

TIGA BULAN SEBELUMNYA
     Pada masa itu pulau jawadwipa bagian timur merupakan satu wilayah yang sangat luas hingga tangan-tangan pemerintahan kerajaan majapahit dibawah pemerintahan hajam wuruk  dengan mahapatihnya  Gadjah mada belum mencapai keseluruhan wilayah-wilayah sekitarnya, hingga wilayah tertentu masih dikuasai oleh kerajaan-kerajaan kecil dan yang lebih parah lagi banyak diantaranya masih dikuasai para perampok-perampok dan partai-partai golongan sesaat yang mempunyai kepentingan pribadi,  tersebutlah sebuah partai silat lintas aliran bernama partai Halilintar sewu, dibawah pimpinan seorang bekas wiku bernama Dharma persada, partai ini sangat disegani oleh partai-partai baik dari partai silat golongan hitam atau putih dikarenakan sang pemimpin dharma persada adalah seorang tokoh yang mampu menundukan dan menaklukan partai-partai silat yang tersohor sekalipun kemudian titarik bergabung dengan partai halilintar sewu.
“jarot, aku dengar dikawasan lereng gunung wilis masih terdapat partai rampok dengan pemimpinnya bernama manggala bergelar arit iblis..”
“benar wiku dharma, bahkan karena sepak terjangnya pihak kerajaan  bermaksud menangkap dan membubarkan partai tersebut..”
“heemm..begitu rupanya, sudah sejauh itukah..”
Gumam wiku dharma, pemimpin partai halilintar sewu ini tampak bangkit dari duduknya
“dengarkan untuk kalian semua yang ada diruangan ini, partai kita partai bebas begitupun dengan pihak kedaton majapahit, kita tidak ada sangkut pautnya..tapi, jika kita diusik..sampai keliang semut pun akan aku buru..” gumam wiku dharma persada sambil mengepalkan tangannya
“lalu tindakan kita selanjutnya apa wiku..”
“sebelum kedahuluan pihak kerajaan, kita tundukan partai itu..”
“kapan kita berangkat wiku..”
“hari ini juga, siapkan segala sesuatunya..”
“perintah wiku, kami junjung tinggi..”
Tak berapa lama gemuruh ladam-ladam kuda tampak menjauh meninggalkan debu yang membumbung dibelakangnya.

ooooOoooo


     Perdikan welangun, terletak tepat dibawah kaki gunung arjuna sebelah tenggara tanahnya subur dengan pemandangan alam yang indah,  dimana sejauh mata memandang hamparan pucuk-pucuk daun teh bak permadani mutu manikam melambai tertiup angin dari lereng gunung arjuna,  diapit oleh barisan bukit hutan pinus yang rapat seakan merupakan benteng alami yang melingkari perdikan welangun.
Dari sebuah rumah panggung yang keseluruhan bangunannya terbuat dari rotan, lapat-lapat terdengar tangis bayi yang sangat keras.
“selamat nduk welas, anak mu kembar laki-laki..” ujar seorang nenek tua keriput yang merupakan dukun paraji atau dukun beranak, sang ibu Cuma tersenyum dan dengan kasih mulai menyusui dua buah hatinya itu.
“mbok, ini tanda apa ..” gumam welas sambil memperlihatkan dada kedua anaknya..”
Dukun paraji ini lantas perhatikan dada dua orok itu.
“duh..sang hyang jagat nata…”
“ada apa mbok..tangsu..”
“welas..ke dua anakmu memiliki tanda lahir atau rajah kala cakra..”
“maksudnya apa mbok..”
“siapapun yang memiliki tanda lahir ini, kelak dia akan menjadi orang besar tapi..”
“tapi apa mbok..”
“mana srengenge , suamimu..”
“saya disini mbok..” ujar seorang laki-laki setengah baya yang baru datang
“cepat bawa kedua anakmu pada resi mahesa jenar..”
“maksudnya..”
“jangan banyak Tanya dan berpikir srengenge..cepat bawa kedua anakmu pada resi mahesa jenar dipuncak gunung semeru..”
“baa..baik, mbok..”
Lelaki separuh baya ini lantas bedung kedua anaknya, dan dengan segera keluar rumahnya dari pintu belakang, tapi alangkah terkejutnya lima langkah didepan sana satu sosok bercaping menghalangi jalannya.
“serahkan kedua  orok itu padaku..”
Suara parau terdengar dari sosok bercaping bamboo itu sambil ulurkan kedua tangannya kedepan
“siapa kisanak..”
“seorang sahabat..cepat serahkan kedua orok itu..”
“tapi.tapi..”
Belum kering ucapan srengenge dari mulutnya,  mendadak dari atas meluncur satu sosok lain disusul dengan beberapa bayangan mengurung tempat itu
“jangan serahkan orok itu padanya..”
Sentak seorang lelaki berkepala pelontos dengan bulatan-bulatan hitam berjumlah enam diatas kepalanya yang licin.
“wiku dharma persada, kenapa kau mencampuri urusanku..”
“jangan berlagak pilon, siapapun tahu..rajah kala cakra..kau pun mengincarnya bukan..”
“srengenge, cepat bawa anak-anakmu ke puncak semeru..”
Sebuah suara mengiang bak nyamuk terdengar ditelinga kanan lelaki yang tengah mendekap kedua anak kembarnya ini, tak menunggu lama srengenge lentingkan badannya kearah selatan sambil mendukung anak kembarnya.
“urusan kita belum selesai wiku dharma persada..”
Ucap orang bercaping bamboo , manakala orang berkepala plontos dengan enam bulatan hitam dikepalanya yang ternyata wiku dharma persada pemimpin partai lintas aliran halilintar sewu yang tengah dalam perjalanan menuju lereng wilis.
“siapapun kau adanya, akan menyesal berurusan dengan ku..” sentak wiku dharma persada
“ wiku, biar aku yang hadapi orang ini..”
“jarot, dan kalian semua berangkatlah dulu kelereng wilis, sebagian yang lain cari dan bawa padaku kedua orok itu..biar aku layani apa maunya orang ini..”
“baik wiku..”
Jarot dan anggota partai halilintar sewu lainnya lantas tinggalkan tempat itu, sementara wiku dharma persada segera pasang kuda-kuda.
“buka capingmu kisanak..” ujar wiku dharma persada
“kenapa repot-repot mengurusi caping bututku ini, kalau mau duel, ya duel saja..”
“kau  menguji kesabaranku kisanak..lihat serangan..”
Dengan sekali hentakan kaki, sosok wiku dharma persada melesat kedepan dengan mengarahkan telapak tangan kanannya kedepan, alur-alur kebiruan terlihat menggumpal mengelilingi tubuhnya inilah jurus kuntum kilat melecut raga, salah satu andalan jurus yang dimiliki pemimpin partai halilintar sewu, rupanya wiku dharma persada menginginkan pertarungan cepat.
“Blaaaamm..bblllaaammm…bblllaaaaammm..”
Dentuman keras terdengar mengguncang tempat itu, debu pasir berterbangan, pohon-pohon tampak tercabut dari akarnya, gumpalan-gumpalan sinar berarna kebiruan melingkupi sesantro lembah tempat duel berlangsung, begitu suasana perlahan pulih seperti sedia kala, orang bercaping bamboo itu sudah tidak ada ditempat itu lagi.
“rupanya orang bercaping itu, sengaja mengulur waktu ku..”
Menyadari keteledorannya wiku dharma persada lantas lentingkan tubuhnya kearah dimana jarot anak buahnya berlalu terlebih dahulu yaitu lereng pegunungan wilis.

ooooOoooo

     Lereng pegunungan wilis kala itu merupakan satu kawasan yang sangat diperhitungkan tepatnya ditakuti disesantro jawa bagian timur, jangankan berfikir merambahnya mendengar namanya saja cukup membuat bulu  kuduk merinding, bertahun-tahun lamanya puluhan orang yang menyambangi tempat itu menghilang tanpa sebab yang jelas bahkan burung yang melintas diatasnya dipastikan tersedot amblas oleh kekuatan astral, seakan terdapat daya hisap magnit yang dahsyat, dari lamping bukit sebelah barat sosok-sosok bayangan hitam terlihat mendekam digundukan bebatuan gunung sebesar rumah.

“kau yakin ini tempatnya..”

“tidak salah lagi kakang jarot..”

“heem..terlalu hening..kalian semua waspadalah.”

Belum kering ucapan jarot, entah dari mana datangnya kilatan-kilatan berwarna merah melesat bersiweran diantara pepohonan disusul jerit kesakitan beberapa orang yang mendekam dibebatuan gunung.

“kita diserang..bentuk formasi pusaran wyuha..” teriak  jarot

Beberapa orang tampak melesat lima langkah kebelakang kemudian dengan cepat berputar mengelilingi tempat itu, semakin lama orang-orang yang berputar itu semakin cepat dan cepat dan kini yang tampak adalah bayangan pusaran yang berputar dengan cepat

“bbruuukk..bruuuukk…brruukkk…!!!”

Terdengar benturan-benturan keras menerpa bumi disusul beberapa jeritan kesakitan membahana merobek dinginnya kabut menjelang pagi hari, begitu kabut perlahan menipis ditengah-tengah barisan orang yang kini telah berhenti berputar tampak bergelimpangan sosok-sosok berpakaian merah dengan sebilah arit berwarna sama ditangan masing-masing.

“seraaangg…” teriak jarot

Orang-orang yang membentuk lingkaran ini lantas kembali berlari memutari beberapa orang yang bergelimpangan dan dari bayang-bayang  pusaran orang yang kini kembali membentuk pusaran yang cepat  dan dari balik pusaran melesat warna keperakan yang tampak membeset orang bersenjata arit merah..

“hhaaaaahhaaahhaaaa…!!!”

Jeritan membahana terdengar disesantro tempat itu…

“beraninya sama anak kecil..aku lawan kalian..” bentakan membahana terdengar menggetarkan bebatuan kecil yang ada disekitarnya disusul melesatnya satu bayangan tinggi besar kini telah berada ditempat itu.

“ternyata kau mandra bergawa yang bernama manggala, bergelar arit iblis..”

“huh..jika sudah tahu, cepat tanggalkan sebelah kaki kalian lalu cepat tinggalkan tempat ini..”

“jumawa sekali..” gumam jarot

“apa kalian juga orang bayaran majapahit, kepalaku dihargai berapa..”

Belum sempat jarot menjawab pertanyaan orang, diudara melesat satu sosok bayangan yang kini dengan ringan jejekan kaki terpaut tiga langkah dari manggala.

“wiku dharma persada..ahh..maapkan, aku tak tahu tingginya gunung mahameru..dalamnya samudra arafuru..” desis manggala bergetar

Mendadak orang tinggi besar ini jatuhkan lututnya ketanah, sedang orang berkepala plontos dengan enam bulatan dikepalanya yang teryata wiku dharma persada Cuma tersenyum simpul

“hahah..dunia memang sempit, pemimpin rampok yang sangar dan ditakuti sesantro jawa bagian timur itu ternyata kau mandra bergawa, setelah keluar dari partaiku kau membentuk partai sendiri.rupanya.”

“maapkan aku wiku, waktu itu aku..”

“sudahlah mandra, eh manggala..sekarang itukan namamu..aku datang kemari mau menaawarkan  kerjasama dengan mu..”

“tak ada alasan  untuk menolak tawaran wiku..”

“bagus, sekarang tugasmu..cari orok yang baru lahir dengan tanda lahir rajah kala cakra , jangan kembali sebelum berhasil, ingat nyawa mu taruhannya, mengerti manggala..”

“kemana aku harus mencari wiku..”

“cari orang bernama srengenge, dia yang membawa kedua orok itu entah kemana..”

 “baiklah hari ini juga aku berangkat..”

“jarot akan menemani mu..”

Manggala Cuma diam, diliriknya lelaki ceking jangkung itu sesaat dadanya bergemuruh, lima tahun yang lalu ketika masih menjadi anak buah wiku dharma persada dirinya sempat bertikai dengan jarot dan alasan itu pula manggala memutuskan keluar dari partai dengan diam-diam.

ooooOoooo

     Seperti dituliskan dalam kisah awal, dalam satu pengejaran akhirnya mandra bergawa yang kini berganti nama menjadi manggala bergelar arit iblis berhasil mendapatkan salah satu orok yang mempunyai rajah kala cakra didadanya dengan terlebih dahulu membunuh srengenge, ayah dari kedua orok yang mempunyai  rajah kala cakra, sementara orok lelaki yang satunya raib secara mendadak disambar sekelebatan bayangan putih yang dengan cepat melesat kearah selatan dimana meremang tersaput kabut sebuah gunung yang tertinggi dipulau jawa bagian timur, semeru.



TUJUH BELAS TAHUN KEMUDIAN


     Pemuda gagah berambut gondrong dengan parut melintang dipipi kirinya ini lentingkan badannya keatas bersalto beberapa kali diudara dan dengan kecepatan yang sulit diikuti pandangan mata biasa arahkan kepalan tangannya kearah sebuah batu sebesar kerbau.

“blllaaammmm..!!”

Dalam sekali pukul batu itu langsung hancur menjadi serpihan-serpihan debu berwarna biru, sedang terpaut dibelakangnya  seorang berkepala plontos dengan bulatan-bulatan hitam berjumlah enam dikepalanya Nampak tersenyum puas.

“bagus sanjaya, jurus kuntum kilat melecut raga telah kau kuasai dengan sempurna..kini dunia persilatan ada dalam genggaman mu..”

Pemuda gagah denga parut dipipi kirinya ini Cuma tersenyum jumawa

“romo guru aku belum puas, sebelum seluruh persilatan tanah jawa ada dalam geggaman tanganku..”

Lantas sanjaya buka baju hitamnya, tampaklah sebuah rajah dalam bahasa jawa kuno berbentuk cakra terpapar dengan jelas didadanya, lalu tinggalkan begitu saja orang tua plontos dengan enam bulatan hitam dikepalanya, sementara orang tua ini Cuma geleng-geleng kepalanya tapi sesaat senyum tipis menyeruak dari bibirnya.


ooooOoooo


     Lereng bukit batu pualam biru meremang dalam kabut senja hari, semilir angin timur terdengar bergemerisik manakala menerpa hamparan rumpun bamboo , sementara terpaut tiga langkah dari rumpun bamboo satu pondok kayu berbentuk panggung terdengar dentingan-dentingan logam yang seakan tengah diadu, satu sosok renta berselempang kain kuning terlihat memukul-mukulkan palunya pada sebatang lempengan baja yang tampak memutih menandakan betapa panasnya lempengan baja itu, tapi orang tua bernama mpu palwa ini seakan tak merasakan panasnya logam tersebut malah sesekali dengan enaknya elus lempengan baja panas itu dengan tangan kanannya.

“jrruuusss..!!”

Terdengar desisan dari lempeng baja manakala mpu. Palwa memasukannya kedalam air yamg ditampung berbentuk segi empat panjang terbuat dari batang pohon randu pugur.

“hem..tinggal membentuk tangguh dari pusaka ini, masih ada tujuh hari lagi sebelum kiageng wana baya mengambil pesanannya..”

     Gumam mpu.palwa sambil perhatikan sebilah pedang yang masih belum rampung itu, tiba-tiba telinganya yang tajam mendengar lapat-lapat sebuah erangan halus dengan segera orang tua berselempang kain kuning ini lentingkan tubuhnya ke sumber suara, diantara rumpun bamboo ori terbujur satu sosok yang tampak berlumuran darah, dengan sigap mpu palwa dukung sosok yang ternyata seorang pemuda berpakian putih dengan rambut digelung keatas.

“agaknya pemuda ini, habis diterkam harimau..” gumam mpu palwa sambil memperhatikan guratan panjang di lengan pemuda yang kini mulai siuman

“anak muda, siapa kamu ini..apa yang terjadi denganmu..”

Pemuda dengan rambut digelung keatas ini pandang orang tua dihadapannya dengan was-was..

“siapa kakek ini..” gumamnya lirih

“aku mpu palwa..apa yang terjadi denganmu..”

“saya..mangkurat, utusan dari kiageng wanabaya..untuk mengambil pesanannya..”

“ah..rupanya begitu..lalu kenapa kamu terluka parah begini..”

“ketika berada dikaki bukit sebelum kemari, seekor macan kumbang menghadang saya..”

“untung kamu bisa selamat anak muda..”

“maap mpu apa bisa saya membawa pesanan kiageng wanabaya sekarang..”

“mangkurat, aku sudah bilang pada kiageng..tunggulah seminggu lagi, tinggal membentuk tangguhnya saja..”

“kalau begitu, sambil menunggu pedang rampung izinkan saya membantu mpu merampungkannya..”

“dengan senang hati mangkurat..”

Mangkurat lantas menghampiri dua buah bumbung bamboo yang merupakan alat pompa alami dan langsung memompanya naik turun, api seketika langsung berkobar dan kembali mpu palwa meneruskan pekerjaanya menempa pedang pesanan dari kiageng wanabaya, yang merupakan orang penting dikedaton majapahit.

ooooOoooo

     Ditempat lain dipuncak gunung semeru, dan dalam waktu yang hampir bersamaan dibawah rindangnya pohon waringin kurung seorang pemuda gagah berambut gondrong sebahu dengan ikat kepala berwarna hitam tampak asik menggoreskan kuasnya diatas kanvas,  saking seriusnya melukis tak disadarinya seseorang telah berdiri dibelakangnya.

“sungging prabangkara, ini hari apa yang kau lukis..”

Pemuda gondrong dengan ikat kepala hitam ini hentikan goresan kuasnya,  tapi begitu tahu siapa yang menegurnya sekelumit senyum mengembang dibibirnya.

“guru, maapkan saya tidak mengetahui kedatangan guru..”

“sungging, serius dalam mengerjakan sesuatu itu bagus, namun jangan kau lupakan suasana sekitarmu, kadang selembar daun yang jatuh sudah cukup membinasakan seekor serigala yang buas sekalipun..”

“maksud guru..”

“kelak dirimu akan mengerti dengan sendirinya..”

“maap guru, ada sesuatu yang ingin saya tanyakan..”

“bertanya adalah tanda penghormatan pada seseorang, banyak bertanya merupakan ciri kelemahan yang menyebabkan kehancuran..sungging aku tahu apa yang akan kau tanyakan dan jawabannya tetap sama..”

Ujar orang dengan caping bamboo  yang dengan sekali kelebatan sosoknya raib dari pandangannya.

“kelak kau akan mengetahuinya..” gumam pemuda ini dengan senyum dikulum kemudian tangannya kembali menggoreskan kuas diatas kanvas, dan disaat sang bayu menyibak baju hitam pada bagian dadanya,  disana tertera rajah hurup-hurup jawa yang melingkar membentuk cakra.


ooooOoooo


     Kedaton wilwa tikta atau lebih masyur disebut majapahit dalam beberapa pekan tampak lain dari biasanya, disekitar alun-alun utara dan selatan puluhan bahkan ratusan orang dengan alat melukis tampak menggores-goreskan kuasnya diatas kanvas, kegiatan seniman-seniman lukis yang ternama pada zaman itu bukan sekedar melulkis biasa,  mereka sedang mengikuti sayambara melukis seorang gadis atau putri yang terdapat di seluruh kota raja atau bawahan kerajaan majapahit yang jika prabu Hajam wuruk berkenan dan dapat mempersunting putri tersebut, maka hadiah seratus kepeng emas akan diperoleh oleh salah satu dari ratusan seniman-seniman lukis ini.

“gusti prabu, sudah ratusan lukisan putri dari seantero kota raja bahkan negri bawahan telah dipersembahkan, kenapa belum menjatuhkan pilihan..” ujar mahapatih Gadjah mada, laki-laki separuh baya yang telah mengabdi selama tiga decade dengan tiga dinasti ini sambil rapatkan kedua tangannya didepan kening.

“paman mada, entah kenapa sampai hari ini belum ada yang dapat menggetarkan hati sanubari saya, semua karya seniman lukis itu biasa saya jumpai dipasar-pasar, saya mengingikan lukisan putri yang istimewa, dan mampu menggetarkan jiwa ketika saya memandangnya..”

sabda prabu hajam wuruk sambil duduk disinggasananya.

“lalu, apa yang harus hamba lakukan gusti prabu..”

“paman mada, sebar luaskan sayambara ini keantero wilayah jauh, saya tidak perduli berapa lamanya waktu dibutuhkan yang pasti seorang putri nan istimewa dapat  saya persunting sebagai seorang permaisuri yang agung..”

“titah gusti prabu, hamba junjung tinggi..”

Setelah merangkapkan kedua telapak tangan dikening, mahapatih Gadjah mada tinggalkan balerung singgasana wilwatikta seiring hembusan sang bayu yang menggugurkan pucuk-pucuk daun kering pohon maja.

ooooOoooo

     Suasana masih terang-terang tanah, ketika dari atas bukit dimana sebuah perguruan silat bernama wallet jingga berada, terdengar teriakan-teriakan kesakitan dan dentangan beradunya senjata tajam, dalam beberapa jurus tubuh-tubuh tampak bergelimpangan bermandikan darah dari anak murid perguruan wallet jingga, seorang pemuda gagah berambut gondrong dengan tanda goresan panjang dipipi sebelah kirinya tampak kiblatkan senjatanya yang berupa tiga batang baja yang dikait dengan rantai diujungnya, senjata ini disebut tripel stik oleh ahli kung-fu, dan sepuluh orang anak perguruan wallet jingga langsung bermentalan terkena sabetan senjata ini, nyawanya putus sudah sebelum tubuh-tubuh malang ini menyentuh bumi.

 “sanjaya, sudah kau bereskan pemimpin perguruan wallet jingga..”

 ujar wiku dharma persada sambil kibaskan jubahnya dimana beberapa orang anak perguruan wallet jingga bermentalan diudara, pemuda gagah dengan goresan dipipi sebelah kirinya ini lantas lemparkan sebuah benda yang ternyata potongan kepala manusia.

“bagus sanjaya, habisi semua yang membangkang, rampas semua senjata mustikanya..”

Begitulah….

Partai halilintar sewu, terus beraksi menebar terror dengan menantang dan menyerbu perguruan-perguruan silat lainnya diseantero pulau jawa,  lantas dirampas semua senjata mustikanya baik berupa pedang, tombak, keris, kujang, dan lainnya lalu dikumpulkan dalam satu bukit karang terjal kemudian wiku dharma persada menamai tempat itu debagai “kuburan mustika”

“sanjaya ada satu senjata mustika, yang jika kita memilikinya partai halilintar sewu akan menjadi raja diraja partai diseantero rimba hijau persilatan..”

“senjata mustika apa itu romo guru, siapa yang memilikinya..”

“sebilah pedang mustika yang belum rampung, konon jika pedang yang berasal dari lempengan batu meteor dari bulan itu jadi, maka pedang mustika itu merupakan senjata maha sakti yang belum tentu terlahir kembali dalam kurun waktu lima belas decade , pedang itu pesanan orang penting dari majapahit yang akan dipersembahkan pada prabu hajam wuruk..sekarang pedang itu tengah dirampungkan oleh seorang mpu. Bernama palwa  dibukit batu pualam biru..”

“baik romo guru, aku mengerti maksud dari romo guru..serahkan semuanya pada ku..”

Wiku dharma persada sunggingkan senyum simpul, sedangkan dalam satu hentakan kaki tubuh sanjaya telah jauh terlihat dilereng bukit sebelah selatan.

ooooOoooo

selesai
salam Bhumi Deres Mili
penulis


segera menyusul : Balada Cinta Dyah Citaresmi Pitaloka





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lisensi

Lisensi Creative Commons
BHUMI DERES MILI by BHUMI DERES MILI is licensed under a Creative Commons Atribusi 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di KANG KUSYOTO, KYT.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http//:www.bhumideresmili.blogspot.com.

Total Tayangan Halaman

About

Pages

Download

Powered By Blogger

Search Box

Popular Posts

Followers