KONTAK SAYA

Email Twitter Facebook

TELUSURI

GALERI FOTO

Kategori Arsip Daftar Isi

MULAI DARI SINI

Pelayanan Portfolio Pembayaran

Sabtu, 24 November 2012

JALAN PEDANG JALAN KSATRYA

Sungging Prabangkara sapukan pandangannya dari atas bukit. Tiga hari yang lalu Manggala yang kini mengangkat dirinya menjadi ketua partai arit iblis menemui dan meminta Sungging Prabangkara beserta keluarga meninggalkan perguruan silat sekaligus sanggar melukis bagi anak-anak di sekitar perdikan welangun untuk mengakui kedaulatan partai arit iblis. Tentu saja Sungging Prabangkara tidak menggubris permintaan Manggala.
“Tiga hari di muka. Kau harus putuskan jika tidak keselamatan keluargamu ada di tangan partai arit iblis..” ancam Manggala.
“Sekarang pun keputusan itu tetap sama kisanak Manggala..” ujar Sungging Prabangkara tenang.

Minggu, 04 November 2012

KUNTUM TERATAI DI TENGAH BELUKAR

Sosok agung penuh wibawa ini tampak tersenyum penuh welas asih. Pandangan matanya begitu teduh menyejukan kalbu manakala menatap sosok pemuda berbaju putih bercelana hitam ringkas dengan buntalan butut warna hitam di punggung kanannya yang tampak duduk bersila di atas rerumputan.
“Ananda Anggalarang. Bara dendam hanya akan membuat hidup kita berada dalam lingkaran yang menyesatkan. Membutakan mata hati dan pikiran. Menyesakan dada serta menumpulkan hati nurani yang mengakibatkan martabat sebagai manusia menjadi rendah bagai binatang”.
“Tapi ayahanda prabu. Gajah Mada telah merendahkan martabat kesatria-kesatria Padjajaran. Menginjak-injak harga diri kerabat kedaton. Membunuh orang-orang tak berdosa tanpa alasan yang jelas. Apakah saya sebagai generasi trah Padjajara hanya berdiam diri saja tanpa melakukan apapun untuk mengembalikan wibawa Padjajaran..” ujar Anggalarang lantang namun pandangan dari pemuda gagah ini tetap santun.
“Ananda Anggalarang. Kadang apa yang ananda lihat, dengar dan rasakan belum tentu seperti kenyataannya..”
“Maksud ayahanda prabu..”
“Ananda masih ingat yang di katakana mbok mban Dalem..”
Sesaat Anggalarang kerutkan keningnya. Mencoba mengulas kembali pertemuannya dengan mban pengasuhnya ini.
“Saya ingat ayahanda prabu. Lalu apa yang harus hamba lakukan..”
“Ananda Anggalarang. Ayahanda tidak bermaksud menghalang-halangi tujuan ananda menantang duel dengan Mahapatih Wilwatikta itu. Namun ayahanda juga tidak melarang ananda mengembalikan kewibawaan Padjajaran..”
“Saya mengerti ayahanda prabu..” ujar Anggalarang pelan.
“Ananda Anggalarang. Ada baiknya sebelum ananda melaksanakan apa yang menjadi tekad dan tujuan. Ananda menyambangi perdikan Welangun di kaki sebelah tenggara pegunungan Arjuna..”
“Saya juga mempunyai pemikiran seperti itu ayahanda prabu..”
“Nah ananda Anggalarang. Ayahanda pamit..”
“Ayahanda mau kemana..Ayahanda tunggu..Ayahanda..Lingga Buana..Ayahanda..Ayahanda..”

Lisensi

Lisensi Creative Commons
BHUMI DERES MILI by BHUMI DERES MILI is licensed under a Creative Commons Atribusi 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di KANG KUSYOTO, KYT.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http//:www.bhumideresmili.blogspot.com.

Total Tayangan Halaman

About

Pages

Download

Powered By Blogger

Search Box

Popular Posts

Followers