Kita ikuti lelampah atau perjalanan putra tumenggung seda krapyak, rd. Puronegoro dan adiknya rd.purwo, dlm mengemban titah dari sinuhun cerbon utk mencari pohon jati tunggal sebagai sarana pembuatan soko guru tiang penyangga di masjid sang cipta rasa dikesultanan, bilangan bulan telah berlalu bilangan tahun tlah berganti namun keberadaan pohon jati tunggal seakan menemukan jalan buntu, riwayat mencatat hampir duapuluh tahun lamanya keduanya terus berkelana mengarungi maya pada, hingga akhirnya tanpa mereka sadari, keduanya kembali memasuki kawasan telaga berair biru dimana bersemayam dhanawa jantra bolang.
"kakang puro, apakah pencarian ini terus kita lanjutkan.."
"adik purwo, titah gusti sinuhun sudah jelas.."
"tapi kakang, sampai detik ini keberadaan pohon jati tunggal itu tak tahu rimbanya, saya sangsi apa pohon itu ada atau cuma mitos."
"bersabarlah adiku, insya Allah..usaha kita tidak sia-sia.."
"tunggu kakang..puro."
"ada apa adikku.."
"sepertinya tempat ini tidak asing.."
puronegoro pandang alam sekitarnya, bhatinnya mendadak sontak tidak enak namun lamunan pemuda ini terobek dengan gelegar suara dahsyat dari dalam danau.
"dhuuuuaaarr..!!"
dentuman dahsyat menggelegar disesantro tempat, air danau tampak bergolak dan dari dalamnya melesat satu sosok tinggi besar dg rambut riap2an dan caling mencuat mengerikan muncul terpaut lima langkah dihadapan kedua sinatria ini.
"jantra bolang.." teriak rd.purwo yg dahulu pernah dibuat hampir sekarat oleh pukulan sepuluh jalur pasir milik jantra bolang.
"kalian lagi..apa tidak cukup peringatanku dulu.." geram jantra bolang yg siap dg serangannya.
"jantra bolang, kami tahu andika cuma mengemban amanah dari resi adiluhung untuk menjaga kawasan ini.."
"anak manusia, darimana kau tahu.."
"kyai sidum, sesepuh cerbon.." ujar rd.puronegoro.
Mendengar itu, sosok sang dhanawa perlahan raib yg tampak adalah satu sosok pemuda gagah berambut ikal sebahu.
"maapkan saya, apa yg andika berdua katakan itu benar, kalau boleh tahu siapa andika berdua ini.."
"aku puronegoro dan ini adikku purwo, kami dlm misi pencarian sebuah pohon jati tunggal yg konon berada disebelah selatan hutan padukuhan lembah cimanuk.."
"andika berdua sedang menuju jalan kearah sana, namun aral rintangan mungkin akan andika hadapi.."
"kami sudah siap jantra bolang.."
"baiklah, saya pamit.."
dlm sekejap sosok pemuda gagah berrambut ikal galing kembali ke bentuk semula sosok dhanawa dan langsung menceburkan diri ke dalam danau berair biru.
"kakang puro, apakah pencarian ini terus kita lanjutkan.."
"adik purwo, titah gusti sinuhun sudah jelas.."
"tapi kakang, sampai detik ini keberadaan pohon jati tunggal itu tak tahu rimbanya, saya sangsi apa pohon itu ada atau cuma mitos."
"bersabarlah adiku, insya Allah..usaha kita tidak sia-sia.."
"tunggu kakang..puro."
"ada apa adikku.."
"sepertinya tempat ini tidak asing.."
puronegoro pandang alam sekitarnya, bhatinnya mendadak sontak tidak enak namun lamunan pemuda ini terobek dengan gelegar suara dahsyat dari dalam danau.
"dhuuuuaaarr..!!"
dentuman dahsyat menggelegar disesantro tempat, air danau tampak bergolak dan dari dalamnya melesat satu sosok tinggi besar dg rambut riap2an dan caling mencuat mengerikan muncul terpaut lima langkah dihadapan kedua sinatria ini.
"jantra bolang.." teriak rd.purwo yg dahulu pernah dibuat hampir sekarat oleh pukulan sepuluh jalur pasir milik jantra bolang.
"kalian lagi..apa tidak cukup peringatanku dulu.." geram jantra bolang yg siap dg serangannya.
"jantra bolang, kami tahu andika cuma mengemban amanah dari resi adiluhung untuk menjaga kawasan ini.."
"anak manusia, darimana kau tahu.."
"kyai sidum, sesepuh cerbon.." ujar rd.puronegoro.
Mendengar itu, sosok sang dhanawa perlahan raib yg tampak adalah satu sosok pemuda gagah berambut ikal sebahu.
"maapkan saya, apa yg andika berdua katakan itu benar, kalau boleh tahu siapa andika berdua ini.."
"aku puronegoro dan ini adikku purwo, kami dlm misi pencarian sebuah pohon jati tunggal yg konon berada disebelah selatan hutan padukuhan lembah cimanuk.."
"andika berdua sedang menuju jalan kearah sana, namun aral rintangan mungkin akan andika hadapi.."
"kami sudah siap jantra bolang.."
"baiklah, saya pamit.."
dlm sekejap sosok pemuda gagah berrambut ikal galing kembali ke bentuk semula sosok dhanawa dan langsung menceburkan diri ke dalam danau berair biru.
"kakang andawiyah, bilangan hari kita berjalan, tapi sepertinya kita selalu kembali dan kembali ditempat ini, seakan kita semua berputar-putar ditempat yang sama.."
Andawiyah wira panjunan, bekas senopati cerbon ini usap wajahnya beberapa kali.
"adik muntar, kau benar..puluhan kali kita telah lewati pohon panggang ini.."
"kakang, bekal kita telah habis..namun, sumber air belum juga kita temui.."
andawiyah tampak menarik nafas panjang pemuda gagah ini lantas duduk bersila dibawah pohon panggang. Cipta, rasa, asa dan karsa dipusatkan dlm satu titik..untuk mendapatkan petunjuk gusti Allah..tuhan semesta alam. Suasana meredup seakan ikut merasakan gejolak hati nurani pemuda gagah ini, hampir sepeminuman teh..perlahan andawiyah buka matanya..kini digenggaman tangan pemuda gagah ini sebilah belati keperakan mengkilat tertimpa sinar mentari senja kala. Inilah belati lading pangukir jagat atau orang cerbon menyebutnya pusaka cis penetes jagat.
Setelah mengucap lapaz "basmallah"
pemuda ini lantas hujamkan lading pangukir jagat ketanah
"craaabb.!!"
dan manakala dicabut kembali dari dalam tanah menyebur air yg sangat deras..
"alhamdulilah.."
ucap semua orang yg menyaksikan keajaibah ilahi itu.
Semakin lama air yg keluar semakin melimpah dan dengan dibantu beberapa orang dlm sekejap sebuah sumur terbentuk, dri dasar sumur andawiyah menemukan sebuah oyod atau akar yg melingkar lingkar..sebagian hikayat menyebutnya oyod mingmang, atau akar mingmang..konon siapapun yg tak sengaja melangkahi akar ini, walau berusaha mencari jalan keluar sampai kapanpun tdk akan bisa menemukan jalan keluar, mungkin inilah yg menyebabkan bekas pasukan pinangeran serasa berputar ditempat yg sama.
"para sahabat, ini kehendak gusti Allah..mulai hari ini kita dirikan pemukiman ditempat ini dan dg izin gusti Allah, daerah ini aku namakan pecantilan sumur gede.."
begitulah akhirnya, andawiyah, muntar dan bekas prajurit kesultanan cerbon membuka lahan ditempat tsb, berkeluarga dan beranak pinak didaerah pecantilan sumur gede, lambat laun daerah pecantilan sumur gede menjelma menjadi padukuhan yang subur, hingga banyak orang dari tempat lain bermukim ditempat itu dg aki andawiyah sebagai sesepuhnya..
-¤-
Ditempat lain, pertempuran tampak berkecamuk ditengah lautan sebelah barat dermaga batavia, seorang pemuda dg baju jirah tampak dg gagah mengayunkan pedangnya, dlm sekali kelebat lima orang tentara kompeni terkapar bermandikan darah, air laut tampak bergolak berwarna merah, kobaran api dan dentuman meriam menggema memekakan telinga, sebuah lembing melesat dg cepat kearah pemuda yg sedang bertempur ini.
"adipati unus..awas.."
pemuda ini geser badannya kesamping dg deras lembing itu menancap dg keras di dinding kapal layar dan dg sekali kelebatan pedang sang pembukong langsung terkapar bermandikan darah.
"sersan troch..tarik pasukan kebibir pantai..sebagian minta bantuan ke batavia.."
"siap jendral .."
penwira muda voc ini lantas berkelebat kearah perahu yg lebih kecil namun belum lagi mendayung sebuah anak panah tepat menancap didadanya.
"duuuuaaarr..!!"
dentuman meriam terus menggema..sementara sang senja memerah diufuk barat namun pertempuran diatas laut semakin mengganas..
-¤-
Kraton Pakung wati, cerbon
setelah menunduk khidmat, pemuda bersorban putih dg janggut pendek dan berjubah coklat ini duduk dihadapan sultan cerbon, sunan jati purba.
"nak mas fadilah khan, isun sengaja mengundangmu kekesultanan ada sesuatu hal yg ingin isun rembugkan.."
ujar sinuhun cerbon sambil putar tasbih hijau yg ada ditangannya..
"sendika kanjeng sunan.."
"nak mas fadilah khan, putra isun sultan hasanudin mengutus dipati unus menantuku memerangi portugis diselat malaka, namun menurut kabar, dipati unus kini dihadang kompeni di perairan batavia, isun mohon bantuan nak mas memimpin pasukan utk membantu dipati unus..dan sekaligus merebut batavia dri tangan kompeni.."
"sendika kanjeng sunan.."
"berangkatlah sekarang, nak mas..kami para dewan wali mendoakan kemenamgan nak mas.."
pemuda berjanggut pendek ini, susun sepuluh jarinya didepan dada.
setelah menunduk khidmat, pemuda bersorban putih dg janggut pendek dan berjubah coklat ini duduk dihadapan sultan cerbon, sunan jati purba.
"nak mas fadilah khan, isun sengaja mengundangmu kekesultanan ada sesuatu hal yg ingin isun rembugkan.."
ujar sinuhun cerbon sambil putar tasbih hijau yg ada ditangannya..
"sendika kanjeng sunan.."
"nak mas fadilah khan, putra isun sultan hasanudin mengutus dipati unus menantuku memerangi portugis diselat malaka, namun menurut kabar, dipati unus kini dihadang kompeni di perairan batavia, isun mohon bantuan nak mas memimpin pasukan utk membantu dipati unus..dan sekaligus merebut batavia dri tangan kompeni.."
"sendika kanjeng sunan.."
"berangkatlah sekarang, nak mas..kami para dewan wali mendoakan kemenamgan nak mas.."
pemuda berjanggut pendek ini, susun sepuluh jarinya didepan dada.
-¤-
Pertempuran sengit antara pasukan banten yg dipimpin dipati unus semakin seru, pemuda gagah ini tlah menggetarkan dan menciutkan nyali para voc, namun disaat yg sama dari selat malaka kapal2 perang portugis yg telah bersekutu dg kompeni dlm jumlah yg banyak menggempur dan membombardir pasukan banten, pasukan banten kalah telak bahkan dipati unus gugur dlm pertempuran laut itu, kelak untuk mengingat kegigihan pemuda tangguh ini, sultan hasanudin memberinya gelar pangeran sabrang lor.
Sementara itu, pasukan fadilah khan dlm waktu singkat tlah berada diperbatasan batavia, disebuah bandar sunda kelapa, pemuda bersorban ini perintahkan pasukannya untuk menyamar menjadi pedagang, sambil menunggu kesempatan menyerang markas kompeni.
Malam berangsur kedini hari, digedung keresidenan batavia penjaga gerbang tampak terkantuk, dari balik tembok benteng melesat satu bayangan yg kini berada diatas wuwungan.
"ji'i..ape betul, para tawanan entu disekap dimari.."
"kagak saleh bang..dan kabarnye, besok mo dibawe kesawah lunto.."
"buat ape.."
"yah..bang pitung kayak kagak tau aje, kerje rodi noh buat jalan sepur.."
"kalo gitu, ini malem para tawanan entu musti kite bebaskan."
"lah..emang entu tujuan kite kemari.."
" mandikipe.."
"ade pae bang."
"ente liat noh, para jongos, dibayar berape buat ngebela kompeni.."
"mereka ntu para jaware bayarang bang.."
"dah tau ane.."
"lah napa abang masih nanya aye.."
"dah..sekarang ente pancing tuh para jongos ninggalin entu gedong.."
Namun sebelum kedua orang diatas wuwungan ini bergerak dari dalam gedung letusan bedil dan teriakan2 makian menggelegar memecah malam..
"maling kurang ajar, tangkap..tangkap.."
dari dalam gedung melesat satu sosok bercadar hitam sambil mengepit sebuah peti, dengan gerakan kilat melintas dihadapan kedua orang yg mendekam diwuwungan.
"aje gile, cepet bener ntu maling..biar gue kejer tu.."
"tunggu ji'i.."
"ade ape bang.."
"belakangan muncul pencuri budiman, mencuri tapi hasilnye dibagi buat orang miskin die dikenal dg julukan bajing ireng..jadi ente kagak useh ikut campur.."
"ini kesempetan kite bang.."
"maksud ente..."
"kite manpaatin keributan entu, buat nyelametin para tawanan.."
"tumben otak ane encer.."
dg sekali kelebatan kedua bayangan ini lantas melesat menuju salah satu gedung namun langsung dihadang para jawara bayaran yg bersenjatakan golok.
"siape lu pade.."
"mat codet, jongos kumpeni..ente kagak ngenalin ane.."
jawara berwajah sangar ini sesaat tersentak, namun dg berang kembali membentak.
"pitung..kepale ente dihargain limaratus ghulden..anak2 ringkus mereka, kalau melawan habisin aje."
sepuluh orang berperawakan kekar dg senjata golok lantas kurung keduanya.
"mat codet, pengecut luh..kalo jago mari kite duel atu laman atu.."
"mandikipe..tutup mulut lu..ji'i..ini malem nyawe lu akan minggat dari rage lu.."
"buktikan mat codet.."
"anak2 serang..!!"
-¤-
Sepuluh orang bertampang sangar dg golok terhunus terjang kedua pemuda dihadapannya dg bersamaan.
"trang..trang..trang.."
"gedebruuuaakk..!!"
dentangan senjata tajam beradu, disusul mentalnya kesepuluh orang yg menyerang bersamaan, pemuda dg kopiah berwarna merah kembali gulung sarung yg ada ditangannya, rupanya dg sarung inilah sepuluh golok ditangkis dan sekaligus merobohkan penyerangnya.
"ji'i..cepat ente masuk kegedong, bebasin entu para tawanan, biar ane urus tu sicodet.."
"baek bang.."
pemuda kerempeng ini lantas jejakan kakinya ketanah yg dlm sekejap sosoknya tampak melesat kedalam gedung besar sebelah kanan.
"madikipe, mao kemane lu..ji'i.."
mat codet yg berusaha menghalangi ji'i tampak kecut ketika pemuda dg kopiah merah dan sarung melingkar dileher menghadang jalannya.
"mat.codet, adepin dulu ane.."
"pitung, jangan sok jago ente..liat serangan..!!"
dg sekali kelebat puluhan bayangan golok berseliweran mengepung pemuda berkopiah merah ini, tapi dengan tenang pemuda ini geser badannya kesamping
"buuukk..!!"
mendadak dari atas sebuah jatuhan tumit telak menghujam kepala sicodet disusul tendangan melingkar yg dlm sekejap tubuh mat.codet terkapar tak sadarkan diri..
"dooor..door..!!"
serentetan senjata terdengar meletus dari dalam gedung disusul berhamburan puluhan serdadu kompeni dg senjata laras panjang memberondong pemuda kerempeng yg berusaha masuk kedalam gedung.
"ji'i.." teriak pemuda berkopiah merah ini begitu menyaksikan tubuh temannya diberondong puluhan peluru.
"lari..bang..lari.. " teriak pemuda kerempeng dg tubuh berlumuran darah,
pemuda berkopiah merah ini terlihat bimbang namun detik berikutnya sebuah letusan senjata memaksanya meninggalkan gedung keresidenan tsb dg melentingkan badannya keatas benteng, dari atas benteng sebelum tubuhnya lenyap dibalik pepohonan pemuda ini sempat menyaksikan bagaimana tubuh temannya diseret masuk kedalam gedung.
"trang..trang..trang.."
"gedebruuuaakk..!!"
dentangan senjata tajam beradu, disusul mentalnya kesepuluh orang yg menyerang bersamaan, pemuda dg kopiah berwarna merah kembali gulung sarung yg ada ditangannya, rupanya dg sarung inilah sepuluh golok ditangkis dan sekaligus merobohkan penyerangnya.
"ji'i..cepat ente masuk kegedong, bebasin entu para tawanan, biar ane urus tu sicodet.."
"baek bang.."
pemuda kerempeng ini lantas jejakan kakinya ketanah yg dlm sekejap sosoknya tampak melesat kedalam gedung besar sebelah kanan.
"madikipe, mao kemane lu..ji'i.."
mat codet yg berusaha menghalangi ji'i tampak kecut ketika pemuda dg kopiah merah dan sarung melingkar dileher menghadang jalannya.
"mat.codet, adepin dulu ane.."
"pitung, jangan sok jago ente..liat serangan..!!"
dg sekali kelebat puluhan bayangan golok berseliweran mengepung pemuda berkopiah merah ini, tapi dengan tenang pemuda ini geser badannya kesamping
"buuukk..!!"
mendadak dari atas sebuah jatuhan tumit telak menghujam kepala sicodet disusul tendangan melingkar yg dlm sekejap tubuh mat.codet terkapar tak sadarkan diri..
"dooor..door..!!"
serentetan senjata terdengar meletus dari dalam gedung disusul berhamburan puluhan serdadu kompeni dg senjata laras panjang memberondong pemuda kerempeng yg berusaha masuk kedalam gedung.
"ji'i.." teriak pemuda berkopiah merah ini begitu menyaksikan tubuh temannya diberondong puluhan peluru.
"lari..bang..lari.. " teriak pemuda kerempeng dg tubuh berlumuran darah,
pemuda berkopiah merah ini terlihat bimbang namun detik berikutnya sebuah letusan senjata memaksanya meninggalkan gedung keresidenan tsb dg melentingkan badannya keatas benteng, dari atas benteng sebelum tubuhnya lenyap dibalik pepohonan pemuda ini sempat menyaksikan bagaimana tubuh temannya diseret masuk kedalam gedung.
-¤-
Malam merambat kedinihari, hawa dingin menyergap tulang persendian sosok bercadar hitam dg mengepit sebuah peti kayu tampak hentikan larinya manakala didepan sana satu sosok lain menghadangnya.
"siapa kamu.." ujar sosok bercadar hitam ini geram.
"seharusnya aku yg bertanya begitu padamu.." sentak sosok ini tegas.
"apa maksudmu.."
"kau sengaja meninggalkan jejak diriku setelah mencuri sesuatu dari kompeni.."
"jejak apa.."
"jangan banyak tanya, buka cadarmu.."
"langkahi dulu mayatku.."
"kau memaksaku kisanak.."
dg sekali kelebatan sosok ini lentingkan badannya keudara, setelah bersalto beberapa kali secepat kilat ulurkan tangannya berusaha menjamah cadar didepannya, namun dg tenang sosok bercadar hitam ini lempar peti kearah bayangan yg menyerangnya, sosok yg tadi berusaha membuka cadar tarik pulang serangan dg cepat elakan peti yg meluncur kearahnya, begitu peti sempat tersentuh jari2nya tak dinyana orang bercadar hitam ini telah berada diatas dirinya dg sebuah serangan jatuhan tumit menghujamnya.
"buuuk..!"
sosok ini tampak terhuyung kebelakang melihat itu, sang cadar hitam kembali kirimkan tendangan melingkar kearah lawannya.
"hentikan..kalian saling serang sesama teman.."
sebuah teriakan bergema disusul melesatnya bayangan putih diantara keduanya.
-¤-
Diantara cadar hitam dan sosok pemuda tegap berselempang sarung ini orang tua berjanggut putih berdiri.
"sesama kawan kenapa saling serang, kau parmin, jelaskan.."
"maap guru, gara2 orang bercadar hitam yg katanya bajing ireng itu saya diburu kompeni, dia selalu meninggalkan jejak berupa bambu ori, lambang padepokan.."
"parmin, apa kau tdk mengenali siapa orang dibalik cadar itu.."
tanpa disuruh orang bercadar lepas kain hitam yg menutupi wajahnya.
"roijah..jadi..maling budiman itu adalah.."
"maap kang parmin..saya melakukan ini demi kawula alit.."
"sudahlah murid2ku, aku sengaja menemui kalian ada tugas yg musti kaliankerjakan.."
"apa itu guru.."
"kompeni telah menduduki kandang haur..parmin sebelum kau kesana, mampirlah dulu kegunung sembung..dibekas reruntuhan cari sebilah golok mustika dan bebaskan tanah kelahiran kalian dari para kompeni yg berpusat dikawedanan losarang.."
"guru kami belum berhasil mengusir kompeni dari batavia ini.." ujar roijah alias bajing ireng.
"kesatria pinunjul ing apapak..kelak akan membebaskan batavia.."
"siapa ksatria itu guru." ujar parmin atau kita lebih mengenalnya jaka sembung.
"allahu alam..hanya gusti Allah yg tahu..nah laksanakan tugas kalian.."
kedua muda-mudi ini salami gurunya dan perlahan sosok sang guru kyai sampar angin raib dari hadapan keduanya.
"sesama kawan kenapa saling serang, kau parmin, jelaskan.."
"maap guru, gara2 orang bercadar hitam yg katanya bajing ireng itu saya diburu kompeni, dia selalu meninggalkan jejak berupa bambu ori, lambang padepokan.."
"parmin, apa kau tdk mengenali siapa orang dibalik cadar itu.."
tanpa disuruh orang bercadar lepas kain hitam yg menutupi wajahnya.
"roijah..jadi..maling budiman itu adalah.."
"maap kang parmin..saya melakukan ini demi kawula alit.."
"sudahlah murid2ku, aku sengaja menemui kalian ada tugas yg musti kaliankerjakan.."
"apa itu guru.."
"kompeni telah menduduki kandang haur..parmin sebelum kau kesana, mampirlah dulu kegunung sembung..dibekas reruntuhan cari sebilah golok mustika dan bebaskan tanah kelahiran kalian dari para kompeni yg berpusat dikawedanan losarang.."
"guru kami belum berhasil mengusir kompeni dari batavia ini.." ujar roijah alias bajing ireng.
"kesatria pinunjul ing apapak..kelak akan membebaskan batavia.."
"siapa ksatria itu guru." ujar parmin atau kita lebih mengenalnya jaka sembung.
"allahu alam..hanya gusti Allah yg tahu..nah laksanakan tugas kalian.."
kedua muda-mudi ini salami gurunya dan perlahan sosok sang guru kyai sampar angin raib dari hadapan keduanya.
-¤-
Semburat sang fajar mengiringi derap kaki kuda yg bergemuruh menerpa jalan berbatuan, didepan mulut hutan kayu putih dua orang penunggangnya hentikan laju kuda.
"adik purwo, dari sini kita teruskan perjalanan dg mendaki.."
"kakang puronegoro, benar hutan didepan ini tempat jati tunggal berada.."
"mudah2 saja adik purwo.."
setelah melepas pelana dari kuda masing2 kedua pemuda yg sedang mengemban tugas dari sultan cerbon dlm mencari pohon jati tunggal sebagai sarana soko guru tiang penyangga masjid agung sang cipta rasa ini lentingkan tubuh kearah selatan dimana hutan jati meremang dlm kabut pagi hari.
-¤-
Kabut tipis melayang diantara rimbunnya pohon kayu putih, kedua dhuta kesultanan cerbon yg tak lain dari rd.puronegoro dan adiknya rd.purwo tampak berkelebat dg cepat kearah selatan, tujuan mereka menemukan pohon jati tunggal sebagai sarana soko guru tiang masjid sang cipta rasa kacerbonan.
"kakang puro, apakah merasakan sesuatu.."
Pemuda yg ditanya hanya anggukan kepalanya..
"adik purwo, waspadalah..ikuti aba-abaku.."
"maksud..kakang.."
"adik..lentingkan badanmu keudara.."
"sssssttttaaap.!!"
Tanpa pikir panjang kedua pemuda ini sama-sama bersalto beberapa kali diudara, sedang dibawah sana sebatang pohon besar tumbang dg batang merah membara "kakang apa yg terjadi.." ujar rd.purwo ketika kembali menjejak tanah berumputan.
"tidak usah banyak tanya dan berfikir adik purwo..salurkan hawa inti pada kedua kakimu.."
Gema suara rd.puronegoro terdengar berat seakan membentur dinding yg kosong hingga pemuda ini sedikit bergidik mendengar pantulan gema suaranya sendiri, suasana sontak sepi bahkan gemerisik angin didedaunan seakan terhenti. "terlalu hening.." gumam rd.puronegoro dlm hati..
"kakang ada.."
"ssstap..blaaarr.!"
Kembali keheningan terobek gelegar pohon tumbang dengan batang merah membara..
"ka.."
Rd.puronegoro tempelkan telunjuknya kebibir..dg bahasa isarat keduanya berkomunikasi, dg hati-hati pemuda ini ambil batu sekepalan tangan dg sekuat tenaga dilemparnya kearah pohon
"krak..blaar..!!"
Kembali sebuah pohon tumbang dg bara api menjalar, kini kedua pangeran murid sultan cerbon ini menyadari gema suara sekecil apapun akan menimbulkan ledakan dahsyat ditempat tsb.
Kedua pemuda ini tetap diam ditempat masing-masing sambil tetap siaga menanti apa yg terjadi, udara perlahan berubah menghangat, deru angin terdengar bergemuruh, kedua pemuda dhuta kacerbonan tampak tercekat menahan nafas masing-masing disaat satu sosok dengan sisik keemasan dengan mahkota biru melintas dihadapan keduanya, sosok naga emas dg mahkota biru kini tegak dihadapan putra tumenggung seda krapyak ini.
"datuk..maapkan kami bila mengusik ketentraman wilayah datuk.."
Ujar rd.puronegoro
Naga raja raksaksa bermahkota biru ini cuma pandang dg tajam kedua manusia dihadapannya.
"angger..semua tergantung dari niat.."
Dialog bhatin terjadi antara naga raja dengan dg kedua pangeran ini..
"maap..maksud datuk.." ujar rd.puronegoro
"ina amalu bin niat..semoga gusti Allah merestui.." kembali gema suara naga raja menggema direlung-relung hati kedua pangeran ini berulang-ulang sebanyak tiga kali..dan tak menunggu lama sosok naga raja raksaksa bermahkota biru raib dari pandangan keduanya.
"kakang apa arti dari kata-kata sang naga.." ujar rd.purwo mana kala dilihatnya diam mematung
"adik yg jelas niat kita kehutan sebelah selatan padukuhan cimanuk ini mengemban titah gusti sinuhun..ayo kita lanjutkan perjalanan..tanda pohon tanpa daun wasiat kanjeng sunan kali jaga belum kita temukan.."
Rd.purwo cuma menganhuk tak lama keduanya kembali menerabas hutan kayu putih kearah selatan.
"kakang puro, apakah merasakan sesuatu.."
Pemuda yg ditanya hanya anggukan kepalanya..
"adik purwo, waspadalah..ikuti aba-abaku.."
"maksud..kakang.."
"adik..lentingkan badanmu keudara.."
"sssssttttaaap.!!"
Tanpa pikir panjang kedua pemuda ini sama-sama bersalto beberapa kali diudara, sedang dibawah sana sebatang pohon besar tumbang dg batang merah membara "kakang apa yg terjadi.." ujar rd.purwo ketika kembali menjejak tanah berumputan.
"tidak usah banyak tanya dan berfikir adik purwo..salurkan hawa inti pada kedua kakimu.."
Gema suara rd.puronegoro terdengar berat seakan membentur dinding yg kosong hingga pemuda ini sedikit bergidik mendengar pantulan gema suaranya sendiri, suasana sontak sepi bahkan gemerisik angin didedaunan seakan terhenti. "terlalu hening.." gumam rd.puronegoro dlm hati..
"kakang ada.."
"ssstap..blaaarr.!"
Kembali keheningan terobek gelegar pohon tumbang dengan batang merah membara..
"ka.."
Rd.puronegoro tempelkan telunjuknya kebibir..dg bahasa isarat keduanya berkomunikasi, dg hati-hati pemuda ini ambil batu sekepalan tangan dg sekuat tenaga dilemparnya kearah pohon
"krak..blaar..!!"
Kembali sebuah pohon tumbang dg bara api menjalar, kini kedua pangeran murid sultan cerbon ini menyadari gema suara sekecil apapun akan menimbulkan ledakan dahsyat ditempat tsb.
Kedua pemuda ini tetap diam ditempat masing-masing sambil tetap siaga menanti apa yg terjadi, udara perlahan berubah menghangat, deru angin terdengar bergemuruh, kedua pemuda dhuta kacerbonan tampak tercekat menahan nafas masing-masing disaat satu sosok dengan sisik keemasan dengan mahkota biru melintas dihadapan keduanya, sosok naga emas dg mahkota biru kini tegak dihadapan putra tumenggung seda krapyak ini.
"datuk..maapkan kami bila mengusik ketentraman wilayah datuk.."
Ujar rd.puronegoro
Naga raja raksaksa bermahkota biru ini cuma pandang dg tajam kedua manusia dihadapannya.
"angger..semua tergantung dari niat.."
Dialog bhatin terjadi antara naga raja dengan dg kedua pangeran ini..
"maap..maksud datuk.." ujar rd.puronegoro
"ina amalu bin niat..semoga gusti Allah merestui.." kembali gema suara naga raja menggema direlung-relung hati kedua pangeran ini berulang-ulang sebanyak tiga kali..dan tak menunggu lama sosok naga raja raksaksa bermahkota biru raib dari pandangan keduanya.
"kakang apa arti dari kata-kata sang naga.." ujar rd.purwo mana kala dilihatnya diam mematung
"adik yg jelas niat kita kehutan sebelah selatan padukuhan cimanuk ini mengemban titah gusti sinuhun..ayo kita lanjutkan perjalanan..tanda pohon tanpa daun wasiat kanjeng sunan kali jaga belum kita temukan.."
Rd.purwo cuma menganhuk tak lama keduanya kembali menerabas hutan kayu putih kearah selatan.
~¤~
Kita tinggalkan sejenak kedua pangeran dhuta dari kesultanan cerbon, diwaktu yg sama terpaut jarak puluhan hasta kearah barat laut dimana terdapat pecantilan sumur gede dibawah pimpiinan kigedeng sumur gede, hari itu dibale dusun pecantilan puluhan orang berkumpul membentuk lingkaran sedang ditengah panggung sebuah tanding jurit olah kanuragan telah berlangsung. Seorang dara ayu dg pakaian ringkas ala pendekar baru saja melesatkan tendangan melingkar kearah lawannya seorang tinggi besar dg cambang bawuk terkapar diarena tanding jurit..
Matahari tepat diubun-ubun
"maap para peserta tanding jurit, untuk hari ini sayembara dihentikan sejenak..besok pagi dilanjutkan kembali.."
Ujar panitia sayembara seorang tua separuh baya dg jubah kelabu.
Sontak seluruh orang bubar meninggalkan arena tanding jurit.
"nyimas.nurniyah,bagaimana kondisimu..apa sayembara ini diteruskan.."
Dara ayu dg rambut digelung keatas ini susun kedua tangan di dada.
"bopo..tekad saya telah bulat..siapapun yg bisa memegang selendang cinde ini..dialah calon suami saya.."
Kigedeng sumur gede saling pandang dg istrinya.
"tekad saya sudah bulat bopo, seperti janji yg telah terucap, siapapun yg mampu menyentuh selendang cinde ini dialah calon suami saya.." pernyataan tegas dara ayu ini membuat kigedeng sumur gede saling pandang dengan istrinya. Seorang tua separuh baya berjubah kelabu tampak memasuki ruangan..
"adik muntar, bagaimana kondisi diluar.."
Ujar kigedeng sumur gede pelan.
"kigedeng, peserta sayembara bertambah banyak mereka datang dari pelosok padukuhan, bahkan para pendekar, para kiageng dan kigedeng dari pecantilan tetangga datang demi untuk tanding jurit dg nyimas nurniyah."
Kigedeng sumur gede tampak menarik nafas dalam
"ini yg aku khawatirkan adik muntar.."
"maksud bopo.." sela nyimas nurniyah
"nduk..bopo khawatir..jika yg mengalahkanmu kelak berjiwa angkara..diatas langit masih ada langit nduk.."
"saya mengerti bopo, ananda akan berhati-hati.."
Dara ayu ini lantas balikkan badan masuk kedalam bilik diikuti ibunya.
"adik muntar apa saranmu.." ujar kigedeng sumur gede memecah kesunyian..
"kakang gedeng, sebelumnya saya mohon maap, bagaimana kalau nyimas.nurniyah dinikahkan dg permana .."
Kigedeng sumur gede cuma tersenyum simpul
"adik muntar, apa secara langsung kau melamar putriku buat anakmu.."
"kenapa tidak kakang, toh mereka sudah saling mengenal dari kanak-kanak.."
"adik muntar..permana memang anak baik, tapi kau lupa ucapan nyimas nurniyah barusan, siapapun yg mampu menyentuh selendangnya, dialah yg berhak jadi calon suaminya..nah..permana pun, punya kesempatan tentunya..faham maksud saya adik muntar.."
"saya mengerti kigedeng.."
~¤~
Setelah cukup lama menerabas kerapatan hutan kayu putih, kedua dhuta kesultanan cerbon ini sampai diareal perbukitan dimana satu pokok pohon raksaksa berusia ratusan tahun tegak menjulang keangkasa, yg aneh semua ranting dan dahan tak satupun ditumbuhi daun.
"kakang puronegoro lihat.."
"sesuai petunjuk kanjeng sunan kali jaga adik purwo.."
"berarti keberadaan pohon jati tunggal sudah dekat kakang.."
"mudah2an begitu adik purwo.."
Keduanya lantas mempercepat langkahnya namun begitu kedua pangeran ini melintasi sisi pohon
"duuuaaaarrr.."
Dentuman keras terdengar dari arah barat, dg sigap kedua dhuta kesultanan ini lentingkan tubuh masing2 keatas pohon, dibawah sana seorang pemuda tegap dg memakai rompi berwarna putih tengah bertempur dg para serdadu kompeni, dg mengandalkan ilmu ringan tubuhnya pemuda ini menghindari setiap tembakan yg diarahkan pada dirinya.
"parmin, alias jaka sembung ini kali dirimu takkan lolos dari kami.." sentak perwira kompeni ini sangar.
Sementara diatas pohon kedua pangeran dhuta kesultanan terus mengawasi
"kakang..mari kita bantu pemuda itu.."
"tunggu adik purwo.."
"kenapa kakang.."
"kita harus jelas siapa yg kita bantu.."
"kakang puro, sudah jelas, kompeni penyengsara kawula alit.."
"kau benar adik, tapi tatapan mata pemuda itu membersitkan rasa percaya diri yg tinggi.."
Belum selesai ucapan rd.puronegoro, sudut mata pemuda ini melihat sosok lain yg tengah merentangkan panah berujung emas kearah pemuda berompi putih yg tengah sibuk bertempur.
"pembokong licik.." gumam rd.puronegoro dlm hati, bersamaan dg melesatnya anak panah berujung emas kearah dada sebelah kiri pemuda tegap berrompi putih.
"traaaakk..!!"
larik sinar kuning gading memapasi anak panah itu hingga patah dua, sedang parmin alias jaka sembung sesaat dongakan kepalanya keatas dan anggukan kepala.
"kakang puro, pemuda itu tau keberadaan kita..ayo kakang kita bantu.."
"tunggu adik purwo, tatapan mata pemuda itu menegaskan bahwa dia mampu menghadapi lawan-lawannya.."
rd.purwo yg telah siapkan tenaga dalam tarik kembali pukulan jarak jauhnya.
"lalu apa yg harus kita lakukan kakang.."
"menunggu.."
sementara dibawah sana pertempuran semakin seru, serdadu kompeni yg bersenjatakan bedil dan kelewang dalam beberapa jurus dibuat kewalahan.
"lumpuhkan akarnya kisanak.."
sebuah bisikan halus menggaung di telinga kanan pemuda berompi putih yg tanpa menunggu lama sosoknya berkelebat dg sebat kearah garis belakang dan dengan sekali ayunkan golok ditangannya satu sosok dibuat ambruk berlumuran darah.
"kapten hans, terluka.."
pekik beberapa serdadu kompeni.
"mundur kembali kemarkas.."
dlm sekejap seluruh serdadu kompeni dg memapah komandannya tinggalkan tempat itu, bersamaan dg melompatnya dua sosok yg kini berada tiga langkah dihadapan pemuda berompi putih.
"terimakasih, kisanak telah menolong saya dua kali."
udar jaka sembung sambil bungkukan badannya.
"sama-sama kisanak, sesama kaum persilatan sudah menjadi kewajaran saling bantu.." ujar rd.puronegoro
"saya parmin..dan siapa gerangan pendekar berdua ini.."
"saya puronegoro dan ini adik saya purwo..kami duta dari kesultanan cerbon.."
"ah..ternyata saya tengah berhadapan dg orang penting rupanya, maapkan..ketidak tahuan saya.."
"tidak usah sungkan kisanak..kalau boleh tahu ada urusan apa kisanak dg serdadu2 kompeni itu.."
"tanah kelahiran saya, kandang haur telah dikusai kaum penjajah kompeni yg bermarkas dikawedanan losarang..sebagai pemuda daerah hati saya miris menyaksikan kawula alit sengsara, maka saya tengah menyusun kekuatan melawan kompeni.."
ujar parmin alias jaka sembung sambil meremas gagang goloknya.
"apa kisanak sudah melapor pada sinuhun cerbon.." ujar rd.puro
"saya dalam perjalanan kesana..kisanak.."
"sayang kami tidak bisa membantu, kami berdua ada urusan lain.." tukas rd.puronegoro
"saya mengerti..sekali lagi terimakasih atas bantuannya."
kembali jaka sembung bungkukan badan diikuti kedua duta dari kesultanan cerbon, tak lama ketiganya melesat meninggalkan tempat tersebut.
-¤-
pecantilan sumur gede
mentari masih malu2 malu mengintip disela daun randu pugur, puluhan oran telah penuh sesak memadati arena tanding jurit, hari ini memasuki hari kedua para peserta sayembara telah siap berdiri ditempat masing2. Tepat mentari sepenggalah satu sosok ramping berkelebat memasuki arena tanding jurit. Nyimas.nurniyah berdiri dg gagah ditengah arena, rambut sang dara tampak berkibar ditiup angin utara sedang sebuah selendang cinde berwarna kuning tergenggam ditangan kanannya.
"peserta sayembara sekalian, peraturannya sama dlm tiga jurus harus berhasil menyentuh ujung selendang, maka dialah pemenangnya.."
ujar aki muntar dan disambut tepuk riuh para penonton.
"nah, silahkan..peserta pertama naik kearena tanding jurit."
detik berikutnya satu kelebatan bayangan hitam telah berdiri diarena tanding jurit.
"perkenalkan aku kiageng karang getas..mencoba keberuntungan.."
"silahkan kiageng.."
kiageng karang getas, seorang lelaki paruh baya adalah orang penting dan masih kerabat dalam jajaran keraton cerbon, entah angin apa hingga datang kepecantilan sumur gede dan mengikuti sayembara dlm mempersunting nyimas.nurniyah.
"nyimas. Lihat serangan.."
dengan sebat tubuh kiageng karang getas membeset kedepan dengan serangkum angin menderu mengikutinya, dg tenang dara ayu nyimas.nurniyah geser kuda-kudanya dan ketika serangan angin teramat dingin dirasakannya dg kecepatan kilat nyimas nurniyah lentingkan badannya keudara namun dara ayu ini tercekat begitu dilihatnya kini kiageng karang getas telah berada disamping kiri dg lancarkan serangkum angin kearahnya.
Sementara dipinggir arena kigedeng sumur gede ayah dari nyimas. Nurniyah tampak menarik napas panjang.
"kakang gedeng, apa yg kau cemaskan.." ujar ki muntar.
"adik muntar, jurus totokan jari es. Milik kiageng karang getas puluhan tahun yg lalu sempat menggetarkan dunia persilatan dizamannya, dan sang pemilik terdahulu kyai.angin sewu memilih tewas dan menyegel jurus itu karena keganasannya, entah apa yg terjadi ilmu totokan maut itu kini dikuasai kiageng karang getas.." ujar kigedeng sumur gede sambil usap mukanya.
"kakang gedeng, tidak usah khawatir, bukankah semua olah keprajuritan telah kau turunkan pada nyimas. Nurniyah.."
"kau benar adik muntar, namun jurus candramawa belum sempat aku berikan.."
ujar kigedeng sumur gede sambil usap pinggang kanannya dimana disana terselip sebilah belati dlm warangkanya.
"maksud kakang jurus intisari yg bersumber dari keris chandra mawa yg kini bersatu dg pusaka lading pengukir jagat."
"heh..betul adik muntar.."
....
satu jurus tlah berlalu, memasuki jurus kedua sosok kiageng karang getas mendadak samar dan dilain kejap puluhan bayangan tangan mengandung hawa dingin membekukan tampak mengurung rapat tubuh dara ayu nimas.Nurniyah, yg satu diantaranya berusaha membetot selendang cinde milik gadis tangguh ini.
"plaaaak..!!"
kiageng karang getas rasakan telapak tangan kanannya kaku dan panas luar biasa disaat ujung selendang menepisnya.
"kehebatan gadis ini bukan isapan jempol belaka.." gumam kigedeng karang getas dlm hati, dg sebat lelaki paruh baya lompat lima langkah kebelakang dan detik berikutnya sosoknya kini berada satu langkah disamping kiri nyimas nurniah siap lancarkan jurus ketiga.
"brrrrssss...!!"
serangkum jalur angin luar biasa dingin dirasakan membeset pangkal leher nyimas nurniah.
"braaaakk..!!"
tak dinyana tubuh tegap kiageng karang getas sontak kaku ditempatnya..apa yg terjadi..?
Sepersekian detik ketika jalur totokan maut mengarah kepangkal leher nyimas nurniyah, gadis ini secara replek putar selendangnya dan dari putaran selendang meluncur satu cahaya perak yg dg telak menotok balik kiageng karang getas yg kini kaku ditempatnya.
"pertahanan yg sempurna kakang.." ujar ki muntar yg disambut senyum simpul dari kigedeng sumur gede. Beberapa orang tampak memapah keluar tubuh kaku kigedeng karang getas.
Dari arah kerumunan penonton satu sosok pemuda gagah menghampiri kigedeng sumur gede dan ki muntar.
"permana, kaupun punya andil dlm sayembara ini.." tukas kigedeng sumur gede
"maap kigedeng, nyimas.nurniya adalah sahabat saya dan selamanya akan seperti itu, lagi pula cinta yg murni adalah cinta yg tak menuntut syarat apapun.."
"permana, lakukan yg menurut keyakinanmu itu baik.." ujar ki muntar.
"inggih romo.." pemuda gagah ini lantas duduk disamping kiri ayahnya ki muntar sambil memperhatikan jalannya tanding jurit dlm rangka sayembara untuk calon suami dari nyimas.nurniyah.
"gusti Allah..kalau memang nyimas.nurniyah bukan jodoh hamba, hamba rela..semoga engkau memberikan calon suami yg terbaik buatnya.." gumam permana dlm hati sambil usap rambut kepalanya beberapa kali.
-¤-
Dilain tempat dlm waktu yg sama rd.puronegoro dan adiknya rd. Purwo yg tengah mengemban tugas dari sinuhun cerbon untuk mencari pohon jati tunggal sebagai sarana soko guru tiang masjid sang cipta rasa kecerbonan, kedua pangeran itu kini memasuki kawasan hutan jati yg sangat rapat..
"kakang puro, didepan sana hutan jati apakah keberadaan jati tunggal ada didalam hutan sana.."
"adik purwo, tapi disekitar sini tidak tampak pohon tak berdaun sebagai tanda2 yg disebutkan kanjeng sunan kali jaga.."
"brrrrrsss..!!"
belum kering ucapan rd.puronegoro, hembusan angin teramat kencang mendadak berhembus kearah kedua dhuta kesultanan ini disusul gemuruh dan puluhan daun jati berguguran menerpa keduanya, anehnya guguran pohon jati ini begitu pedih dirasakan ketika menyentuh kulit keduanya.
"kakang apa yg terjadi.."
"adik purwo..hawa pelindung.."
Sinar kuning gading membias dari kaki-kaki kedua dhuta kesultanan cerbon ini, detik berikutnya disertai teriakan membahana dari telapak tangan kanan rd.puronegoro membias cahaya perak berbentuk pedang tipis inilah jurus tapak cecak warisan resi maruta mandra. Ratusan daun jati yg berguguran tampak tertahan beberapa detik diudara dan begitu pemuda gagah ini putar pedangnya dg cepat daun2 itu ikut berputar seakan menempel erat dibadan pedang.
"craaaaass..!!"
dg sekali kiblatkan pedang daun2 jati itu luruh kebumi menjadi bubuk berwarna hitam. (kisah heroik rd.puronegoro menguasai jurus tapak cecak, baca episod awal bhumi deres mili, pangeran puronegoro, pen)
"kakang apa sudah selesai.."
"adik purwo, tetap waspada.."
suasana sontak hening senyap bahkan anginpun seakan berhenti berhembus
"terlalu hening.." gumam rd.puronegoro
detik berikutnya secara aneh rimbunan daun jati tersibak kesamping kanan dan kiri, lima langkah dihadapan kedua pangeran ini berdiri tegak menjulang keangkasa sebuah pohon jati tanpa daun.
"kakang puro inikah pohon tanpa daun itu..lalu dimana pohon jati tunggal"
"tidak seperti kelihatannya.."
"maksud kakang.."
"buka indra waskitamu adik purwo.."
begitu pemuda ini arahkan mata bhatin pada pohon tanpa daun tampaklah sebuah pohon jati berukuran raksaksa menjulang dg gagahnya keangkasa
"aku yakin inilah pohon jati tunggal itu." gumam rd.puronegoro
"kalau begitu, ayo kita tebang kakang.."
kembali rd.puronegoro menerapkan ilmu tapak cecak dlm sekejap sebilah pedang tipis tergenggam ditangan pemuda gagah ini dan dg sekali kelebatan bilah pedang menancap di batang pohon tsb.
"blaaaaarrr...!!"
dentuman keras menggelegar memekakan telinga
disusul deru angin kencang berputar di sekitar pohon jati raksaksa tak lama satu sosok dhanawa tinggi besar menyeramkan berdiri dihadapan kedua dhuta kesultanan cerbon.
"manusia2 lancang..terima ajal kalian.." geram sosok raksasa dg sangar langsung melabrak kedua pangeran ini
pertempuran sengit pecah walau sosok raksaksa namun kecepatan geraknya begitu ringan dan ganas.
"adik purwo menepilah biar dhanawa ini bagianku.." agaknya rd.puronegoro tak mau berlama-lama dan kembali sinar perak berbentuk pedang tipis mengurung tubuh dhanawa tsb, tapi begitu tangan dhanawa kembangkan kedepan ribuan bayangan pedang teserap amblas dlm pusaran telapak tangan sang dhanawa.
"gusti Allah, aji telapak cecak ku dimentahkannya." keluh rd.puronegoro cemas.
"dheeeess..!"
serangkum angin melabrak tubuh rd.puronegoro, tubuh pemuda ini terguling dg keras sedang sosok dhanawa kembangkan tinjunya kearahnya..selarik sinar teramat dingin dirasakan membeset tubuh rd.puronegoro membekukan tubuh pemuda ini.
"pyaaaarr..!!" sejengkal lagi sinar ganas sang dhanawa melabraknya, dari dlm baju rd.puronegoro mencuat sinar kuning keperakan disusul sejengkal ruas bambu mengapung dihadapan sang dhanawa.
"bambu phetuk.."
sentak dhanawa yg dlm sekejap sosoknya berubah menjadi seorang pemuda gagah bermata setajam elang.
"siapakah andika berdua ini.."
"kami utusan sinuhun cerbon, kanjeng sunan jati purba..kami bermaksud memboyong jati tunggal untuk soko guru tiang masjid sang cipta rasa.." ujar rd. Purwo lantang.
"maapkan, saya jata sura, bertugas menjaga pohon jati tunggal ini atas permintaan sinuhun cerbon, kalau memang beliau memintanya silahkan andika berdua kembali duluan ke kesultanan, insya Allah jati tunggal akan berada dikesultanan sebelum andika berdua sampai disana.." ujar pemuda bermata elang ini takjim.
"baiklah andika jata sura, terimakasih dan sebagai kenangan kelak ketika jagat telah ramai wilayah ini aku beri nama jati sura dan anak keturunanmu memerintah dg adil nantinya.."
"terimakasih..andika berdua.."
perlahan sosok pemuda gagah bermata elang ini raib dari pandangan disusul pohon jati tunggal yg dlm sekejap telah berada dikesultanan cerbon..
"kakang mari kita kembali kekesultanan.."
rd.puronegoro cuma anggukan kepalanya.
Tapi begitu kedua dhuta ini mau melangkah didepan sana beberapa orang dg menggotong orang diatas tandu berhenti dihadapannya.
"kisanak apa yg terjadi, dan siapa orang ini.." kata rd. Purwo.
"kami mencari tabib, kiageng karang getas terkena ajiannya sendiri.." ujar salah satu pemikul tandu yg langsung rombongan ini berlalu dg tergesa.
"kakang puro.."
"tunggu adik purwo, aku penasaran ada apa didepan sana.."
"kakang ingat kata naga raja bermahkota.."
"adik aku ingat, aku hanya ingin tahu saja" ujar rd.puronegoro lantas berlari kearah barat daya dimana rombongan tadi berasal, sedang rd. Purwo cuma geleng-geleng kepala dan lesatkan badannya menyusul kakaknya yg sudah sejak tadi berlalu..
oo0oo
Baca kelanjutannya: Gelora Asmara Sang Dhuta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar