Dalam eps. Dilema katresnan sang akuwu dikisahkan bagaimana prajurit-prajurit pinangeran kacirebonan dibawah pimpinan senopati muda andawiyah wira panjunan dan panglima muntar brojo luwuk dipukul mundur laskar kesangyangan yang dibantu laskar gaib orang bunian hutan alas sinang perbukitan loyang kearah utara, dengan prajurit yang tersisa sampailah pasukan kalah perang ini disatu daerah hutan beringin, masih dalam wilayah kekuasaan kerajaan talaga masa itu.
"kakang senopati, kalau kita terus berjalan kearah tenggara dibalik bukit itu ada sebuah padukuhan.."
"kau benar adik muntar, dibalik bukit yang tertutup kabut itu terdapat padukuhan bernama cimanuk dengan rd.wiralodra sebagai akuwunya.."
"apa kita akan menuju kesana kakang, atau kita langsung pulang kekedaton pakung wati.."
senopati muda andawiyah wira panjunan pandang kembali bukit berkabut yang meremang dalam temaramnya lembayung disenja hari, terdengar desah napasnya agak berat.
"adik muntar,sebenarnya aku malu dengan kekalahan yang kita alam ini, aku malu dengan gusti sinuhun cirebon, aku malu dengan diriku sendiri..aku gagal menjalankan perintah, aku gagal menjadi duta.." ujar senopati andawiyah gundah
"kakang kita semua maklum apa yang ada dibenakmu, lalu apa rencana kakang selanjutnya.."
"kalian kembali saja tanpa diriku ke pakungwati, bilang saja aku telah tewas.."
tentu saja pernyataan senopati muda andawiyah wira panjunan ini membuat panglima muntar brojo luwuk tertegun.
"kakang, ujar-ujar mengatakan jangan memutuskan satu hal disaat amarah melanda jiwa.." ujar panglima brojo luwuk
"adik muntar itu sudah jadi keputusan ku..kalian kembalilah ke pakungwati.."
nada bicara senopati andawiyah mulai meninggi, semua yang ada ditempat itu cuma bisa diam membisu hanya gemerisik angin menerpa daun-daun beringin dan yang lebih mengagetkan semua yang ada di tempat itu, mendadak senopati muda ini melepas baju zirah yang dikenakannya.
"kakang..apa yang kau lakukan.."
ujar panglima muntar brojoluwuk keheranan
"keputusanku sudah bulat adik muntar, kembalilah kalian ke kesultanan tinggalkan aku disini.."
semua prajurit kacirebonan masih diam membisu, semua maklum puluhan kali mereka bertempur bersama senopati andawiyah wira panjunan selalu memperoleh kemenangan gemilang tak sekalipun memperoleh kekalahan, pantang kalah menang adalah mutlak itu menjadi semboyan dari senopati muda ini hingga sinuhun cirebon terkesan dan menganugerahinya gelar senopati pamungkas, jadi wajar saja beban moral yang berat kadang membuat sang pelaksana akan merasa terpuruk sedemikian dalam manakala tugas yang diembannya gagal.
"tunggu apa lagi kalian, bawa baju zirahku ke pakungwati..ini perintah terakhirku.." nada bicara senopati andawiyah terdengar menggelegar.
"kakang janganlah amarah membutakan mata hatimu.."
panglima muntar brojo luwuk kembali melontarkan filsapatnya, berusaha menegarkan hati atasannya.
"percuma aku bicara dengan kalian.."
sekali hentakan kaki ke tanah tubuh senopati andawiyah wira panjunan raib dari puluhan anak buahnya.
"kenapa kalian malah bengong..ikuti kemana larinya senopati.." bentak panglima muntar pada anak buahnya, yang langsung menyebar melacak keberadaan senopati andawiyah wira panjunan.
"kakang senopati, kalau kita terus berjalan kearah tenggara dibalik bukit itu ada sebuah padukuhan.."
"kau benar adik muntar, dibalik bukit yang tertutup kabut itu terdapat padukuhan bernama cimanuk dengan rd.wiralodra sebagai akuwunya.."
"apa kita akan menuju kesana kakang, atau kita langsung pulang kekedaton pakung wati.."
senopati muda andawiyah wira panjunan pandang kembali bukit berkabut yang meremang dalam temaramnya lembayung disenja hari, terdengar desah napasnya agak berat.
"adik muntar,sebenarnya aku malu dengan kekalahan yang kita alam ini, aku malu dengan gusti sinuhun cirebon, aku malu dengan diriku sendiri..aku gagal menjalankan perintah, aku gagal menjadi duta.." ujar senopati andawiyah gundah
"kakang kita semua maklum apa yang ada dibenakmu, lalu apa rencana kakang selanjutnya.."
"kalian kembali saja tanpa diriku ke pakungwati, bilang saja aku telah tewas.."
tentu saja pernyataan senopati muda andawiyah wira panjunan ini membuat panglima muntar brojo luwuk tertegun.
"kakang, ujar-ujar mengatakan jangan memutuskan satu hal disaat amarah melanda jiwa.." ujar panglima brojo luwuk
"adik muntar itu sudah jadi keputusan ku..kalian kembalilah ke pakungwati.."
nada bicara senopati andawiyah mulai meninggi, semua yang ada ditempat itu cuma bisa diam membisu hanya gemerisik angin menerpa daun-daun beringin dan yang lebih mengagetkan semua yang ada di tempat itu, mendadak senopati muda ini melepas baju zirah yang dikenakannya.
"kakang..apa yang kau lakukan.."
ujar panglima muntar brojoluwuk keheranan
"keputusanku sudah bulat adik muntar, kembalilah kalian ke kesultanan tinggalkan aku disini.."
semua prajurit kacirebonan masih diam membisu, semua maklum puluhan kali mereka bertempur bersama senopati andawiyah wira panjunan selalu memperoleh kemenangan gemilang tak sekalipun memperoleh kekalahan, pantang kalah menang adalah mutlak itu menjadi semboyan dari senopati muda ini hingga sinuhun cirebon terkesan dan menganugerahinya gelar senopati pamungkas, jadi wajar saja beban moral yang berat kadang membuat sang pelaksana akan merasa terpuruk sedemikian dalam manakala tugas yang diembannya gagal.
"tunggu apa lagi kalian, bawa baju zirahku ke pakungwati..ini perintah terakhirku.." nada bicara senopati andawiyah terdengar menggelegar.
"kakang janganlah amarah membutakan mata hatimu.."
panglima muntar brojo luwuk kembali melontarkan filsapatnya, berusaha menegarkan hati atasannya.
"percuma aku bicara dengan kalian.."
sekali hentakan kaki ke tanah tubuh senopati andawiyah wira panjunan raib dari puluhan anak buahnya.
"kenapa kalian malah bengong..ikuti kemana larinya senopati.." bentak panglima muntar pada anak buahnya, yang langsung menyebar melacak keberadaan senopati andawiyah wira panjunan.
Senopati muda andawiyah wira panjunan hentikan larinya, pemuda tegap dengan mata tajam bak elang ini sapu pandangannya kesegala arah.
"kenapa aku sepertinya berputar-putar ditempat yang sama, apa oyod ming-mang tak sengaja terlangkahi.."
membatin pemuda ini dalam hati.
Seperti diceritakan diawal kisah, karena merasa gagal menjalankan tugas ketika pasukan pinangeran terpukul mundur oleh laskar kesangyangan maka sesuai dengan janji prasetya keprajuritan masa itu, senopati muda ini memilih tidak akan kembali kekesultanan cirebon, dalam kekalutan yang teramat sangat serta jiwa yang kosong, tanpa disadari tirai gaib alam astral telah dilewatinya.
"kenapa aku sepertinya berputar-putar ditempat yang sama, apa oyod ming-mang tak sengaja terlangkahi.."
membatin pemuda ini dalam hati.
Seperti diceritakan diawal kisah, karena merasa gagal menjalankan tugas ketika pasukan pinangeran terpukul mundur oleh laskar kesangyangan maka sesuai dengan janji prasetya keprajuritan masa itu, senopati muda ini memilih tidak akan kembali kekesultanan cirebon, dalam kekalutan yang teramat sangat serta jiwa yang kosong, tanpa disadari tirai gaib alam astral telah dilewatinya.
"dhuaaar.!"
dentuman keras terdengar disusul melesatnya bilah keris tak bergagang diudara ketika kembali menghujam tanah langsung berubah menjadi seekor kucing berbulu hitam legam lalu raib entah kemana.
"duh, gusti Allah pertanda apa ini, bagaimana aku menjelaskan pada pihak kerajaan.." membatin mpu Adiluhung
tak lama dari arah selatan muncul satu sosok tinggi besar dengan cambang bawuk di hadapan sang mpu yang masih duduk bersila ditempatnya.
"mpu, aku utusan patih wulung kresa, mau mengambil keris candra mawa pesanannya"
dalam keterkejutannya sang mpu cuma diam, dilain kejap dari arah tenggara melesat satu sosok lain dan berhenti tiga langkah dihadapan mpu adiluhung.
"jangan berikan keris candra mawa padanya, akulah utusan patih wulung kresa yang sebenarnya" seorang dara ayu berpakaian kuning ringkas tampak sunggingkan senyum dikulum.
"selir sapta rana, apa yang kau lakukan.." ujar lelaki tinggi besar ini garang
"dadung tembayan, apa kau tidak dengar ucapanku tadi.." kata dara berbaju kuning ini ketus
"hentikan..aku tidak tahu mana utusan yang asli dan mana utusan yang palsu, yang jelas keris pusaka candra mawa telah raib entah kemana.." ujar mpu adiluhung dalam kebingungannya.
"mpu jangan main-main dengan kami." ujar dadung tembayan
"terserah apa kata kalian.."
kedua orang ini tampak berpandangan entah apa yang terjadi tiba-tiba keduanya menyerang mpu adiluhung berbarengan.
"apa mau kalian.." sentak mpu adiluhung sambil menghindar serangan mendadak yang ditujukan atas dirinya
"mpu mungkin dengancara ini kau bisa ngomong dengan benar.." kata dara berbaju kuning sambil lesatkan tendangan ke arah mpu adiluhung, dalam kebingungannya mpu adiluhung cabut sebuah belati dari balik jubahnya.
oo0oo
Kita tinggalkan sejenak perkelahian mpu.adiluhung yang dikeroyok oleh dadung tembayan dan selir sapta rana
Langkah kaki pemuda gagah bermata setajam elang itu terhenti disebuah tepian telaga berair biru, terik mentari membuat sekujur badannya menjadi gerah, tanpa membuka pakaian terlebih dahulu pemuda ini ceburkan diri ketelaga, hampir sepeminuman teh pemuda ini berenang ditelaga, dari arah barat menderu suara keras disusul benda jatuh kedalam telaga.
"bllaaaaaaarr!!"
sebuah ledakan keras terdengar, air telaga tampak bergolak dilain kejap gelombang air setinggi tiga meter muncrat dari telaga melemparkan tubuh pemuda yang sedang asik berenang ini, dengan sigap pemuda yang terlempar keudara akibat hempasan air silangkan kedua kakinya lalu jejakan diantara serpihan air yang terlempar tubuhnya tampak jungkir balik ketika jejakan kakinya dengan enteng ditanah, air telaga sudah tenang kembali.
"apa yg terjadi.."
gumam pemuda ini dlm hati, belum habis rasa kaget pada diri sang pemuda.
"miauooong..!!"
dari arah utara terdengar sura kucing menggelegar memekakan gendang telinga siapapun yang mendengarnya hal mana dialami juga oleh diri pemuda ini.
"astagfirullah.."
Jerit pemuda ini sambil mentup kedua telinganya yang dirasakan sakit teramat sangat.
"miouuung..!!"
suara dahsyat meongan binatang itu terdengar lagi lebih keras dan menggema, tubuh sang pemuda semakin bergetar hebat dari sela-sela kedua telinga dan matanya merembes darah segar, saat itulah sebuah bisikan melalui batinnya memerintahkan agar cepat menceburkan diri kedalam telaga.
"byuuurr..!!"
tanpa pikir panjang pemuda ini langsung terjun kembali ke telaga. didalam telaga tubuh pemuda ini terus meluncur kedasar disebuah batu pipih tubuhnya terhenti.
"anak muda, sampai kapan kau terus bermimpi.."
sebuah suara memaksanya membuka kedua matanya, alangkah terkejutnya pemuda ini begitu menyadari dimana dia sekarang.
"kakek, apa yg terjadi dengan diriku.."
raut keheranan terlihat jelas pada diri sang pemuda sedang orang tua berjubah kuning dengan rambut putih digelung diatas cuma tersenyum.
"anak muda, tidak usah heran kalau gusti Allah berkehendak tidak ada yang aneh dimuka bumi ini.." ujar orang tua berjubah kuning
"hebat, siapa orang tua ini dia bisa membaca alam pikiranku.." membatin sang pemuda.
"maap, kalau saya salah mengira, bukankah kakek yang mengirimkan suara jarak jauh, lewat batin saya." ujar sang pemuda
sekali lagi orang tua ini cuma tersenyum.
"candra mawa mulai menunjukan taringnya.." gumam sang kakek membuat pemuda ini tambah bingung.
oo0oo
Kembali kepertarungan mpu adiluhung.
Ratusan jurus telah berlalu, walau mpu ini bisa mengimbangi lawannya tapi karena pikirannya terpecah dengan keris candra mawa lama-kelamaan pertahanan mpu ini jadi longgar, disatu kesempatan dadung tembayan berhasil menendang sang mpu hingga terjengkang, tak menyia-nyiakankan kesempatan golok besar dadung tembayan membeset deras ke arah kepala mpu adiluhung.
"trang, trang.."
golok besar itu patah dua....
"hebat sekali belati mpu ini"
membatin dadung tembayan. tapi alangkah terkejutnya kedua orang ini mpu.adiluhung sudah tidak ada ditempatnya lagi.
"dadung..apa rencana kita selanjutnya.." kata dara berbaju kuning gusar
"selir sapta rana, lebih baik kita kembali kekota raja, untuk menyusun rencana baru"
"dadung, aku tahu kau bukan utusan patih wulung kresa apa rencanamu sebenarnya,"
orang dengan cambang bawuk ini pandang selir sapta rana dengan tajam
"seorang selir ketujuh raja menginginkan keris pusaka candra mawa seharusnya pertanyaan itu lebih tepat ditujukan padamu.."
dara ayu ini tampak tercekat.
"tidak usah kaget, sapta rana kita mempunyai tujuan sama lebih baik kita kerja sama.."
"maksud mu apa dadung tembayan"
"kau kembali kekota raja, rekrut para pembesar yang sekiranya mendukung rencana kita sedang aku kembali ke kepatihan mengintai siapa tahu mpu adiluhung datang menyerahkan sendiri keris itu pada patih wulung kresa.."
"baik lah aku ikut rencana mu dadung tembayan.."
sekali hentakan kaki di tanah keduanya tampak melesat kearah tenggara, mereka tidak sadar dari tadi disemak perdu seorang bocah kecil terlihat merangkak keluar dengan badan gemetaran bersimbah keringat sambil memeluk anak kambing gembalaannya.
oo0oo
"anak muda, bersyukurlah pada gusti Allah atas karomah yang diberikan pada mu.."
ujar orang tua itu seakan mengetahui isi hati dari sang pemuda
"kakek izinkan saya mengenalmu.." ujar sang pemuda
"dizamanku..aku dikenal sebagai seorang mpu, Danurwenda namaku anak muda bergelar senopati pamungkas dirimu telah aku tunggu lima ratus tahun yang lalu ditempat ini.."
pemuda yang memang senopati andawiyah wira panjunan ini terkesima.
"maap mpu.."
"aku tahu yang ada dibenakmu senopati, memang dimasa itu jangankan dirimu mungkin kedua orang tuamu pun belum terlahir dimuka bumi ini, tapi kembali .. pada kehendak gusti Allah.."
"saya mengerti mpu, lalu apa yang mpu tunggu dari saya.."
"aku mohon pertolonganmu"
"pertolongan macam apa yang mpu butuhkan.."
belum kering ucapan senopati andawiyah dari bibirnya dari atas permukaan telaga terdengar gelegar suara kucing menggema sampai didasar telaga, seperti yang terjadi sebelumnya pemuda ini tekap telinganya erat-erat.
"baca basmalah tiga kali dalam satu tarikan napas senopati.." ujar mpu danurwenda pelan, tak membuang waktu, senopati cirebon ini lakukan apa yang disarankan sang mpu, perlahan rasa sakit yang mendera kedua liang telinganya mereda berganti dengan rasa sejuk terasa mengalir kedalam gendang telinga pemuda ini.
"alhamdulilah.." gumam senopati mengucap syukur.
"seandainya mpu.adiluhung melakukan hal yang sama dengan mu, petaka ini tak akan terjadi.."
"maksud mpu.."
"kisahnya berawal sekitar empat belas abda yang lalu dizaman khalifahu rosidin, pada memerintahan sayidina ali bin abi thalib, pada masa itu sang khalifah memerintahkan ahli-ahli penyelam untuk mengambil sebuah batu yang jatuh dari bulan dipalung terdalam laut merah untuk bahan pembuatan sebilah pedang bernama zulpikar, ketika batu bulan ditemukan dan oleh seorang pande besi ditempa dijadikan pedang legendaris itu sampai selesai, serpihan bekas bilah pedang dari batu bulan entah bagaimana ceritanya serpihan itu bisa ada ditangan patih kerajaan yang kemudian memerintahkan mpu. Adiluhung membuat bilah keris candramawa untuk diadiahkan pada sri baginda raja, sayangnya ketika bilah keris rampung, mpu adiluhung melalaikan sesuatu.."
"apakah itu mpu" ujar senopati andawiyah penasaran
"dia lupa mengucapkan hamdalah.. sebagai rasa syukur seorang hamba pada sang khalik, akhirnya bilah keris yang belum ada warangka dan gagangnya itu menjelma menjadi seekor kucing berbulu hitam legam.." ujar mpu danurwenda
"cuma lupa mengucapkan hamdalah.."
mengulang senopati andawiyah seolah tidak habis rasa penasarannya
"hanya gusti allah yang tahu senopati.."
"lalu apa yang harus saya lakukan mpu.."
"cari binatang itu, dan mpu. Adiluhung bawa keduanya ketempat ini karena bila binatang itu jatuh ketangan durjana tatanan dunia akan goncang.."
"baiklah mpu saya mengerti sekarang lalu bagaimana saya bisa mengenali mpu adiluhung.."
"mpu adiluhung memiliki wajah yang sama dengan diriku karena dia adalah keturunanku yang ke sembilan belas..dan untuk bekal mu senopati terimalah lading pengukir jagad ini, jaga benda itu sebagaimana menjaga nyawamu.."
entah darimana datangnya sebilah belati kini telah tergenggam ditangan kanan senopati andawiyah wira panjunan.
"terimakasih atas kepercayaan yang mpu berikan.."
"sekarang pejamkan matamu lalu ucapkan lapad basmalah.."
tak lama sosok senopati andawiyah wira panjunan telah berada dipingir telaga berair biru.
oo0oo
"tunggu aku dipendopo.."
ujarnya, tak lama patih wulung kresa tampak mengobrol dengan orang ini dipendopo kepatihan.
"telik sandi kidang pananjung, apa tugas menjemput keris candramawa sudah kau laksanakan.."
pemuda bertubuh kekar ini rangkapkan kedua tangan dikening.
"maapkan hamba, mahapatih..ketika hamba sampai disanggar pande besi milik mpu.adiluhung, tampak porak poranda sepertinya bekas terjadi pertempuran.."
"apa kau bertemu dengan mpu adiluhung.."
"tidak patih,tapi saya menemukan ini.."
"telik sandi kidang pananjung, apa tugas menjemput keris candramawa sudah kau laksanakan.."
pemuda bertubuh kekar ini rangkapkan kedua tangan dikening.
"maapkan hamba, mahapatih..ketika hamba sampai disanggar pande besi milik mpu.adiluhung, tampak porak poranda sepertinya bekas terjadi pertempuran.."
"apa kau bertemu dengan mpu adiluhung.."
"tidak patih,tapi saya menemukan ini.."
dari balik pakaiannya kidang pananjung mengeluarkan bungkusankain hitam, setelah dibuka tampaklah sebilah golok besar yang patah jadi dua bagian"
"golok bendo.." gumam patih wulung kresa terperangah.
"benar, mahapatih kita semua tahu siapa pemiliknya.. tadinya hamba tidak yakin, tapi setelah hamba mendapat keterangan dari seorang bocah gembala hamba yakin ciri orang yang dimaksud dan yang lebih mengagetkan lagi selir ke tujuh sang prabu berada disana.." menerangkan telik sandi kidang pananjung
"maksudmu sapta rana.."
"betul mahapatih.."
"baiklah kidang pananjung, biarlah sang pemilik golok bendo ini dan selir sapta rana menjadi urusanku, tugasmu sekarang melacak dimana keberadaan mpu.adiluhung besok aku akan menghadap baginda raja.."
kidang pananjung rangkapkan kembali kedua tangan dikening, ketika jejakan kaki ketanah sosok pemuda bertubuh kekar ini tampak terlihat puluhan tombak diluar pintu gerbang kepatihan sedang mahapatih wulung kresa kembali masuk kepondoknya, taklama dari balik wuwungan kepatihan satu sosok yang dari tadi mencuri dengar terlihat melesat melompati tembok yang mengelilingi kepatihan.
oo0oo
Hutan rengitan, berjarak tiga hari berkuda dari kota raja, disatu lamping tebing terdapat celah sempit yg hanya bisa dilalui dg cara memiringkan badan tapi begitu sampai kedalam sebuah padang rumput luas terhampar dg latar sebuah gunung menjulang meremang dilamun kabut pada lereng bukitnya terlihat deretan rumah panggung sederhana beratap rumbia sedang sebuah bangunan yg cukup besar tampak berdiri kokoh diatas sebuah bukit kecil, tampak sebuah bayangan melesat memasuki bangunan diatas bukit.
"bagaimana keadaan kedaton berapa banyak pembesar yang mau mendukung kita.." ujar laki-laki tingi besar dengan cambang bawuk menghiasi wajahnya.
"dadung tembayan, kau telah melakukan kecerobohan yang fatal.."
"maksudmu apa, selir sapta rana.."
"ketahuilah gerakan bawah tanah kita tlah tercium oleh mahapatih wulung kresa.."
"apa..pasti ada yang berhianat, siapa orangnya akan ku tebas dengan golokku.."
Tak dinyana selir sapta rana cabut pedang yang ada dipunggungnya dan tancapkan dihadapan dadung tembayan.
"silahkan kau gorok sendiri batang lehermu"
"eh..apa maksudmu selir sapta rana.."
"sudah aku bilang ini semua keteledoran dan kecerobohanmu, golok bendo milikmu yang patah ketika bertarung melawan mpu.adiluhung sekarang berada ditangan mahapatih wulung kresa.."
"apa..waduh, celaka.."
"waduh celaka..kau cuma bisa bilang begitu, dan yang lebih parah lagi pembicaraan kita tempo hari dipondok mpu adiluhung didengar oleh anak gembala kambing yang mungkin langsung melapor pada seorang telik sandi"
"anak gembala...bocah angon wedus.." sentak dadung tembayan
"bocah angon wedus matamu kowe..aku tidak mau tahu kau harus mengambil tindakan cepat sebelum pihak kerajaan mengetahui markas kita.." ujar selir sapta rana gusar
"sudahlah, tidak usah khawatir sapta rana, aku punya rencana jitu.."
"rencana apa dadung tembayan.."
dadung tembayan lalu membisikan sesuatu ketelinga selir sapta rana.
"kau yakin rencanamu kali ini berhasil.."
"tentu saja sapta rana.."
"baiklah hari ini juga rencanamu akan aku jalankan.."
sekali lompat sosok selir sapta rana telah raib dari pandangan dadung tembayan.
Sebuah seringai mencuat dari bibir dadung tembayan.
"setelah mahapatih, tinggal tunggu giliranmu selir sapta rana.."
oo0oo
Lembayung senja melingkupi kawasan padang rumput teki dimana ratusan pilar raksasa batu andesit menjulang bak menembus langit disaat itu Mpu. Adiluhung yang berhasil meloloskan diri dari keroyokan dadung tembayan dan selir sapta rana tampak sandarkan tubuhnya disalah satu pilar sang malam menjelang kabut mulai turun karena rasa letih yang teramat sangat akhirnya mpu. Adiluhung tertidur tanpa memperdulikan alam sekitarnya.
Entah berapa lama mpu. Adiluhung terlelap begitu terjaga, dari balik kabut tampak sepasang sinar kuning menyorot tajam kearah dirinya.
"mieuoooong..."
"candramawa.."
gumam mpu adiluhung kabut tebal tampak terkuak seekor kucing berbulu hitam legam tampak berdiri tiga langkah dihadapannya, tapi begitu mpu adiluhung bermaksud menghampirinya binatang tersebut melesat kearah utara, dengan sebat mpu adiluhung mengejar binatang ini, disebuah bukit ilalang kucing penjelmaan dari sebilah keris ini hentikan larinya perlahan mpu adiluhung duduk bersila dihadapannya.
"deeesss..."
wujud binatang ini sontak berubah menjadi kobaran api berwarna hitam.
"dahana...duh gusti Allah, kuasamu.."
mpu. Adiluhung terlihat terpekur dihadapan kobaran api berwarna hitam, sang empu tidak menyadari kini dahana atau api berwarna hitam itu telah menyelubungi seluruh tubuhnya tanpa merasakan panas sedikitpun.
oo0oo
Sinar mentari pagi semburat menembus celah dinding kepatihan.
mahapatih wulung kresa tampak bersiap menghadap baginda raja, tapi seperti biasa patih ini selalu rutin meminum air dari kendi tanah yang telah diembunkan dimalam harinya, begitu tangan kanannya menggenggam leher kendi, rongga mulutnya dirasakan kebal dan ketika ujung lidahnya digesekan kelangit-langit mulut, tak terasa geli sedikit pun.
"astagfirullah..siapa yang tega melakukan durat mata pada diriku.." membatin patih wulung kresa, mulut patih berusia setengah abad ini tampak bergerak perlahan, kemudian celupkan jari telunjuk kirinya kearah mulut kendi setelah mengucap basmalah tanpa ragu diminumnya air dari kendi sampai tandas.
Sementara dari balik tembok yang tersembunyi sepasang mata mengawasinya dengan berbinar senyum menyeruak dari bibirnya.
"kota raja sebentar lagi akan geger.." gumam sosok ini lalu melesat melompati tembok kepatihan.
oo0oo
Suasana alam sontak berubah, mentari yang dirasakan terik membakar permukaan bumi meredup, awan kelabu berarak melingkupi kepatihan, suasana gedung yang semula tenang mendadak gempar, seorang prajurit jaga mendapati junjungannya mahapatih wulung kresa terbujur kaku tak bernyawa dengan mulut berbusa diteras depan gedung kepatihan, sontak kabar tewasnya orang penting nomer dua dikerajaan menyebar luas ke peloksok negri sang baginda raja sangat terpukul dengan tewasnya tangan kanannya ini, maka ditetapkanlah hari berkabung selama sepekan dengan menggelar tahlilan setiap malam selama tujuh hari berturut-turut, dari sekian banyak pelayat yang datang tampak rombongan prajurit istana memanggul sebuah tandu dari dalam tandu tampak keluar sesosok tubuh seorang wanita berparas jelita, melangkah mendekati peti dimana jasad patih wulung kresa dibaringkan, perlahan kain penutup bagian muka disibak oleh perempuan ini.
"setelah ini, giliran mu akan tiba baginda.." gumam perempuan ini perlahan, setelah itu sosoknya kembali masuk kedalam tandu lalu berlalu dengan cepat dari gedung kepatihan.
Setelah mendapat petunjuk dari mpu. Danurwenda, senopati cerbon ini lentingkan tubuhnya meninggalkan telaga berair biru, tujuannya cuma satu mencari keberadaan mpu.adiluhung dan penjelmaan keris candramawa, setelah berlari cukup jauh telinganya yang tajam mendengar dentingan senjata tajam beradu denang sebat pemuda bermata elang ini lentingkan tubuhnya kearah sumbersuara.
"datangnya dari arah selatan.." gumam pemuda ini sambil mempercepat larinya, ketika sampai dilamping bukit dibawah sana tampak bergeletakan tubuh-tubuh berpakaian prajurit kerajaan dengan sekali hentakan tubuh pemuda ini melayang kebawah ketika sampai dikaki bukit tampak jelas sekitar sepuluh orang terbujur tanpa nyawa.
"aku terlambat ditilik dari pakaiannya mereka para prajurit dari sebuah kerajaan.." gumam pemuda ini pelan, sebuah erangan halus terdengar dengan sebat senopati andawiyah lenting kan tubuhnya dekati sosok yang terkapar ditanah.
"kisanak apa yang terjadi.."
prajurit ini pandang sesaat orang yang ada didepannya.
"si..siapapun kamu, tolong bawa..bawa..aku kekota raja.." ujar prajurit ini terbata-bata.
"baiklah kisanak..tunjukan jalannya padaku.."
dengan memanggul tubuh prajurit yang terluka parah senopati andawiyah berkelebat kearah yang ditunjuk, tapi baru beberapa lompatan didepannya sekitar duapuluh orang bertopeng hitam menghadang langkahnya.
"serahkan panglima wira ganda pada kami.." bentak satu sosok bertopeng hitam lalu dg pedang terhunus memerintahkan anak buahnya menyerang senopati dari kesultanan cerbon ini.
Senopati andawiyah wira panjunan lentingkan tubuhnya keatas pohon randu pugur tubuh panglima wira ganda disandarkan disalah satu cabangnya, ketika lima orang bertopeng hitam menyusulnya keatas denang sebat pemuda bermata elang ini lancarkan tendangan berantai kearah lawannya.
"duuess..dess.."
Jerit kesakitan terdengar disurul ambruknya kelima orang bertopeng hitam, melihat hal itu beberapa orang bertopeng hitam yang tersisa hunus pedang masing-masing serentak lancarkan serangan bergelombang kearah senopati cerbon ini, pemuda bermata elang tampak raba belakang punggungnya dimana pedang andalannya biasa terselip, senopati andawiyah baru sadar, pedang, baju zirah dan semua perlengkapan perangnya telah ditanggalkan ketika meninggalkan anak buahnya disebuah hutan kawasan kerajaan talaga, mau tidak mau pemuda ini cabut belati yang bernama lading pengukir jagat pemberian mpu. Danurwenda. Dengan senjata ini senopati andawiyah hadapi gempuran formasi bergelombang orang-orang bertopeng hitam.
"trak..trak..trak.."
Terdengar patahan beberapa senjata ketika lading pengukir jagat beradu dengan pedang mengetahui keunggulan senjatanya percaya diri senopati cirebon ini meningkat sambil mengandalkan ilmu ringan tubuhnya yang sempurna sosok pemuda ini berkelebat kesana-kemari dalam waktu singkat membuyarkan formasi bergelombang para penyerangnya, karena terlalu sibuk bertempur pemuda ini mengabaikan panglima wira ganda yang masih berada disalah satu cabang pohon randu pugur dimana salah satu orang bertopeng hitam tampak melesat keatas sambil tusukan pedang kearah dada panglima wira ganda.
"breeeess..."
Jerit kesakitan terdengar dari mulut orang bertopeng hitam didada kirinya tampak menancap lading pengukir jagat ketika tubuhnya ambruk ketanah, senjata ini secara otomatis kembali ketangan senopati andawiyah.
"cuuuiiittt..!!"
Sebuah suitan nyaring terdengar menggema, dengan satu jejakan kaki orang-orang bertopeng hitam tampak melesat dan lenyap dibalik rimbunnya pepohonan, sedang senopati andawiyah dengan ringan lentingkan badannya keatas sambar tubuh panglima wira ganda tak lama sosoknya lenyap dibalik tebing.
_____¤_____
Dua pekan setelah tewasnya mahapatih wulung kresa disalah satu sudut hutan rengitan dimana terdapat satu celah sempit diantara tebing yang menjulang satu bayangan ramping melesat masuk kedalam celah sempit tersebut sosok ini tidak menyadari ada sosok lain mengikutinya.
"pantas saja, puluhan kali prajurit kerajaan selalu kehilangan jejak, rupanya markas yang sebenarnya berada ditempat ini.." gumam sosok ini dalam hati.
"aku harus menyusun rencana, sebelum mereka mendahului menyerbu istana.." setelah mengamati kawasan ini dg seksama sosok bayangan ini lantas melesat dg sebat kearah kota raja.
oo0oo
Sebuah kereta kuda bergerak perlahan menyusuri tepian hutan rengitan, gemuruh angin terdengar menderu merontokan dedaunan pohon jati, begitu melewati semak belukar beberapa orang bertopeng hitam tampak berlompatan dari pepohonan, seorang tua sais kereta kuda tampak pandang orang-orang dihadapannya dengan tajam.
"orang tua, serahkan semua barang bawaanmu pada kami.."
Sais kereta kuda ini tampak sunggingkan senyum.
"tidak usah kasar, barang yang ada didalam kereta ini memang untuk kalian bawa aku pada pimpinanmu.."
Satu orang bertopeng hitam tampak membisikan sesuatu ketelinga kawannya.
"orang tua tugasmu mengantarkan kereta kuda untuk pimpinan kami sampai disini saja sekarang pergilah sebelum kami berubah pikiran.." ujar manusia bertopeng hitam ini sambil sarungkan pedang dipinggangnya.
"tunggu apa lagi orang tua.."
sekali lompat sais kereta kuda ini terlihat melesat meninggalkan barang bawaannya.
"tunggu dulu.."
orang bertopeng hitam ini cegah salah satu kawanya yang akan membawa kereta kuda kemarkasnya.
"ada apa.."
"pimpinan kita dadung tembayan tidak ada ditempat bagaimana kalau sebagian isi kereta ini kita sembunyikan disatu tempat.."
"kau mencari mati sobat, tapi..tidak ada ruginya..hei..kalian buka penutup kereta kuda itu.."
beberapa orang bertopeng hitam tampak melompat mendekati kereta kuda.
"dhuaaar..."
lima orang yang berusaha membuka pentup kereta terpental begitu menyentuh pintu kereta, dihadapan orang-orang bertopeng hitam ini kini berdiri satu sosok tinggi besar dengan cambang bawuk lebat menghiasi wajahnya.
"ketua dadung tembayan.." ujar orang-orang bertopeng kaget
" apa yang akan kalian lakukan.."
"kami cuma, mau memeriksa.."
"benar begitu.."
"benar ketua.."
"ini kali aku masih mempercayai kalian bawa kereta kuda itu kemarkas"
"baik ketua"
"benar, mahapatih kita semua tahu siapa pemiliknya.. tadinya hamba tidak yakin, tapi setelah hamba mendapat keterangan dari seorang bocah gembala hamba yakin ciri orang yang dimaksud dan yang lebih mengagetkan lagi selir ke tujuh sang prabu berada disana.." menerangkan telik sandi kidang pananjung
"maksudmu sapta rana.."
"betul mahapatih.."
"baiklah kidang pananjung, biarlah sang pemilik golok bendo ini dan selir sapta rana menjadi urusanku, tugasmu sekarang melacak dimana keberadaan mpu.adiluhung besok aku akan menghadap baginda raja.."
kidang pananjung rangkapkan kembali kedua tangan dikening, ketika jejakan kaki ketanah sosok pemuda bertubuh kekar ini tampak terlihat puluhan tombak diluar pintu gerbang kepatihan sedang mahapatih wulung kresa kembali masuk kepondoknya, taklama dari balik wuwungan kepatihan satu sosok yang dari tadi mencuri dengar terlihat melesat melompati tembok yang mengelilingi kepatihan.
oo0oo
Hutan rengitan, berjarak tiga hari berkuda dari kota raja, disatu lamping tebing terdapat celah sempit yg hanya bisa dilalui dg cara memiringkan badan tapi begitu sampai kedalam sebuah padang rumput luas terhampar dg latar sebuah gunung menjulang meremang dilamun kabut pada lereng bukitnya terlihat deretan rumah panggung sederhana beratap rumbia sedang sebuah bangunan yg cukup besar tampak berdiri kokoh diatas sebuah bukit kecil, tampak sebuah bayangan melesat memasuki bangunan diatas bukit.
"bagaimana keadaan kedaton berapa banyak pembesar yang mau mendukung kita.." ujar laki-laki tingi besar dengan cambang bawuk menghiasi wajahnya.
"dadung tembayan, kau telah melakukan kecerobohan yang fatal.."
"maksudmu apa, selir sapta rana.."
"ketahuilah gerakan bawah tanah kita tlah tercium oleh mahapatih wulung kresa.."
"apa..pasti ada yang berhianat, siapa orangnya akan ku tebas dengan golokku.."
Tak dinyana selir sapta rana cabut pedang yang ada dipunggungnya dan tancapkan dihadapan dadung tembayan.
"silahkan kau gorok sendiri batang lehermu"
"eh..apa maksudmu selir sapta rana.."
"sudah aku bilang ini semua keteledoran dan kecerobohanmu, golok bendo milikmu yang patah ketika bertarung melawan mpu.adiluhung sekarang berada ditangan mahapatih wulung kresa.."
"apa..waduh, celaka.."
"waduh celaka..kau cuma bisa bilang begitu, dan yang lebih parah lagi pembicaraan kita tempo hari dipondok mpu adiluhung didengar oleh anak gembala kambing yang mungkin langsung melapor pada seorang telik sandi"
"anak gembala...bocah angon wedus.." sentak dadung tembayan
"bocah angon wedus matamu kowe..aku tidak mau tahu kau harus mengambil tindakan cepat sebelum pihak kerajaan mengetahui markas kita.." ujar selir sapta rana gusar
"sudahlah, tidak usah khawatir sapta rana, aku punya rencana jitu.."
"rencana apa dadung tembayan.."
dadung tembayan lalu membisikan sesuatu ketelinga selir sapta rana.
"kau yakin rencanamu kali ini berhasil.."
"tentu saja sapta rana.."
"baiklah hari ini juga rencanamu akan aku jalankan.."
sekali lompat sosok selir sapta rana telah raib dari pandangan dadung tembayan.
Sebuah seringai mencuat dari bibir dadung tembayan.
"setelah mahapatih, tinggal tunggu giliranmu selir sapta rana.."
oo0oo
Lembayung senja melingkupi kawasan padang rumput teki dimana ratusan pilar raksasa batu andesit menjulang bak menembus langit disaat itu Mpu. Adiluhung yang berhasil meloloskan diri dari keroyokan dadung tembayan dan selir sapta rana tampak sandarkan tubuhnya disalah satu pilar sang malam menjelang kabut mulai turun karena rasa letih yang teramat sangat akhirnya mpu. Adiluhung tertidur tanpa memperdulikan alam sekitarnya.
Entah berapa lama mpu. Adiluhung terlelap begitu terjaga, dari balik kabut tampak sepasang sinar kuning menyorot tajam kearah dirinya.
"mieuoooong..."
"candramawa.."
gumam mpu adiluhung kabut tebal tampak terkuak seekor kucing berbulu hitam legam tampak berdiri tiga langkah dihadapannya, tapi begitu mpu adiluhung bermaksud menghampirinya binatang tersebut melesat kearah utara, dengan sebat mpu adiluhung mengejar binatang ini, disebuah bukit ilalang kucing penjelmaan dari sebilah keris ini hentikan larinya perlahan mpu adiluhung duduk bersila dihadapannya.
"deeesss..."
wujud binatang ini sontak berubah menjadi kobaran api berwarna hitam.
"dahana...duh gusti Allah, kuasamu.."
mpu. Adiluhung terlihat terpekur dihadapan kobaran api berwarna hitam, sang empu tidak menyadari kini dahana atau api berwarna hitam itu telah menyelubungi seluruh tubuhnya tanpa merasakan panas sedikitpun.
oo0oo
Sinar mentari pagi semburat menembus celah dinding kepatihan.
mahapatih wulung kresa tampak bersiap menghadap baginda raja, tapi seperti biasa patih ini selalu rutin meminum air dari kendi tanah yang telah diembunkan dimalam harinya, begitu tangan kanannya menggenggam leher kendi, rongga mulutnya dirasakan kebal dan ketika ujung lidahnya digesekan kelangit-langit mulut, tak terasa geli sedikit pun.
"astagfirullah..siapa yang tega melakukan durat mata pada diriku.." membatin patih wulung kresa, mulut patih berusia setengah abad ini tampak bergerak perlahan, kemudian celupkan jari telunjuk kirinya kearah mulut kendi setelah mengucap basmalah tanpa ragu diminumnya air dari kendi sampai tandas.
Sementara dari balik tembok yang tersembunyi sepasang mata mengawasinya dengan berbinar senyum menyeruak dari bibirnya.
"kota raja sebentar lagi akan geger.." gumam sosok ini lalu melesat melompati tembok kepatihan.
oo0oo
Suasana alam sontak berubah, mentari yang dirasakan terik membakar permukaan bumi meredup, awan kelabu berarak melingkupi kepatihan, suasana gedung yang semula tenang mendadak gempar, seorang prajurit jaga mendapati junjungannya mahapatih wulung kresa terbujur kaku tak bernyawa dengan mulut berbusa diteras depan gedung kepatihan, sontak kabar tewasnya orang penting nomer dua dikerajaan menyebar luas ke peloksok negri sang baginda raja sangat terpukul dengan tewasnya tangan kanannya ini, maka ditetapkanlah hari berkabung selama sepekan dengan menggelar tahlilan setiap malam selama tujuh hari berturut-turut, dari sekian banyak pelayat yang datang tampak rombongan prajurit istana memanggul sebuah tandu dari dalam tandu tampak keluar sesosok tubuh seorang wanita berparas jelita, melangkah mendekati peti dimana jasad patih wulung kresa dibaringkan, perlahan kain penutup bagian muka disibak oleh perempuan ini.
"setelah ini, giliran mu akan tiba baginda.." gumam perempuan ini perlahan, setelah itu sosoknya kembali masuk kedalam tandu lalu berlalu dengan cepat dari gedung kepatihan.
Setelah mendapat petunjuk dari mpu. Danurwenda, senopati cerbon ini lentingkan tubuhnya meninggalkan telaga berair biru, tujuannya cuma satu mencari keberadaan mpu.adiluhung dan penjelmaan keris candramawa, setelah berlari cukup jauh telinganya yang tajam mendengar dentingan senjata tajam beradu denang sebat pemuda bermata elang ini lentingkan tubuhnya kearah sumbersuara.
"datangnya dari arah selatan.." gumam pemuda ini sambil mempercepat larinya, ketika sampai dilamping bukit dibawah sana tampak bergeletakan tubuh-tubuh berpakaian prajurit kerajaan dengan sekali hentakan tubuh pemuda ini melayang kebawah ketika sampai dikaki bukit tampak jelas sekitar sepuluh orang terbujur tanpa nyawa.
"aku terlambat ditilik dari pakaiannya mereka para prajurit dari sebuah kerajaan.." gumam pemuda ini pelan, sebuah erangan halus terdengar dengan sebat senopati andawiyah lenting kan tubuhnya dekati sosok yang terkapar ditanah.
"kisanak apa yang terjadi.."
prajurit ini pandang sesaat orang yang ada didepannya.
"si..siapapun kamu, tolong bawa..bawa..aku kekota raja.." ujar prajurit ini terbata-bata.
"baiklah kisanak..tunjukan jalannya padaku.."
dengan memanggul tubuh prajurit yang terluka parah senopati andawiyah berkelebat kearah yang ditunjuk, tapi baru beberapa lompatan didepannya sekitar duapuluh orang bertopeng hitam menghadang langkahnya.
"serahkan panglima wira ganda pada kami.." bentak satu sosok bertopeng hitam lalu dg pedang terhunus memerintahkan anak buahnya menyerang senopati dari kesultanan cerbon ini.
Senopati andawiyah wira panjunan lentingkan tubuhnya keatas pohon randu pugur tubuh panglima wira ganda disandarkan disalah satu cabangnya, ketika lima orang bertopeng hitam menyusulnya keatas denang sebat pemuda bermata elang ini lancarkan tendangan berantai kearah lawannya.
"duuess..dess.."
Jerit kesakitan terdengar disurul ambruknya kelima orang bertopeng hitam, melihat hal itu beberapa orang bertopeng hitam yang tersisa hunus pedang masing-masing serentak lancarkan serangan bergelombang kearah senopati cerbon ini, pemuda bermata elang tampak raba belakang punggungnya dimana pedang andalannya biasa terselip, senopati andawiyah baru sadar, pedang, baju zirah dan semua perlengkapan perangnya telah ditanggalkan ketika meninggalkan anak buahnya disebuah hutan kawasan kerajaan talaga, mau tidak mau pemuda ini cabut belati yang bernama lading pengukir jagat pemberian mpu. Danurwenda. Dengan senjata ini senopati andawiyah hadapi gempuran formasi bergelombang orang-orang bertopeng hitam.
"trak..trak..trak.."
Terdengar patahan beberapa senjata ketika lading pengukir jagat beradu dengan pedang mengetahui keunggulan senjatanya percaya diri senopati cirebon ini meningkat sambil mengandalkan ilmu ringan tubuhnya yang sempurna sosok pemuda ini berkelebat kesana-kemari dalam waktu singkat membuyarkan formasi bergelombang para penyerangnya, karena terlalu sibuk bertempur pemuda ini mengabaikan panglima wira ganda yang masih berada disalah satu cabang pohon randu pugur dimana salah satu orang bertopeng hitam tampak melesat keatas sambil tusukan pedang kearah dada panglima wira ganda.
"breeeess..."
Jerit kesakitan terdengar dari mulut orang bertopeng hitam didada kirinya tampak menancap lading pengukir jagat ketika tubuhnya ambruk ketanah, senjata ini secara otomatis kembali ketangan senopati andawiyah.
"cuuuiiittt..!!"
Sebuah suitan nyaring terdengar menggema, dengan satu jejakan kaki orang-orang bertopeng hitam tampak melesat dan lenyap dibalik rimbunnya pepohonan, sedang senopati andawiyah dengan ringan lentingkan badannya keatas sambar tubuh panglima wira ganda tak lama sosoknya lenyap dibalik tebing.
_____¤_____
Dua pekan setelah tewasnya mahapatih wulung kresa disalah satu sudut hutan rengitan dimana terdapat satu celah sempit diantara tebing yang menjulang satu bayangan ramping melesat masuk kedalam celah sempit tersebut sosok ini tidak menyadari ada sosok lain mengikutinya.
"pantas saja, puluhan kali prajurit kerajaan selalu kehilangan jejak, rupanya markas yang sebenarnya berada ditempat ini.." gumam sosok ini dalam hati.
"aku harus menyusun rencana, sebelum mereka mendahului menyerbu istana.." setelah mengamati kawasan ini dg seksama sosok bayangan ini lantas melesat dg sebat kearah kota raja.
oo0oo
Sebuah kereta kuda bergerak perlahan menyusuri tepian hutan rengitan, gemuruh angin terdengar menderu merontokan dedaunan pohon jati, begitu melewati semak belukar beberapa orang bertopeng hitam tampak berlompatan dari pepohonan, seorang tua sais kereta kuda tampak pandang orang-orang dihadapannya dengan tajam.
"orang tua, serahkan semua barang bawaanmu pada kami.."
Sais kereta kuda ini tampak sunggingkan senyum.
"tidak usah kasar, barang yang ada didalam kereta ini memang untuk kalian bawa aku pada pimpinanmu.."
Satu orang bertopeng hitam tampak membisikan sesuatu ketelinga kawannya.
"orang tua tugasmu mengantarkan kereta kuda untuk pimpinan kami sampai disini saja sekarang pergilah sebelum kami berubah pikiran.." ujar manusia bertopeng hitam ini sambil sarungkan pedang dipinggangnya.
"tunggu apa lagi orang tua.."
sekali lompat sais kereta kuda ini terlihat melesat meninggalkan barang bawaannya.
"tunggu dulu.."
orang bertopeng hitam ini cegah salah satu kawanya yang akan membawa kereta kuda kemarkasnya.
"ada apa.."
"pimpinan kita dadung tembayan tidak ada ditempat bagaimana kalau sebagian isi kereta ini kita sembunyikan disatu tempat.."
"kau mencari mati sobat, tapi..tidak ada ruginya..hei..kalian buka penutup kereta kuda itu.."
beberapa orang bertopeng hitam tampak melompat mendekati kereta kuda.
"dhuaaar..."
lima orang yang berusaha membuka pentup kereta terpental begitu menyentuh pintu kereta, dihadapan orang-orang bertopeng hitam ini kini berdiri satu sosok tinggi besar dengan cambang bawuk lebat menghiasi wajahnya.
"ketua dadung tembayan.." ujar orang-orang bertopeng kaget
" apa yang akan kalian lakukan.."
"kami cuma, mau memeriksa.."
"benar begitu.."
"benar ketua.."
"ini kali aku masih mempercayai kalian bawa kereta kuda itu kemarkas"
"baik ketua"
dibantu beberapa rekannya kereta kuda itu tampak melaju menembus hutan rengitan.
Senopati andawiyah yang tengah mencari keberadaan mpu.adiluhung dan penjelmaan pusaka candramawa sampai disatu pedataran padang rumput teki dimana ratusan pilar-pilar raksasa menjulang menembus awan.
"subahannallah..tempat apa ini.." gumam pemuda ini memandang takjub keajaiban alam didepan matanya, dengan langkah ringan pemuda bermata elang ini lewati satu persatu pilar raksasa, pada langkah yang keseratus tak dinyana salah satu pilar dibelakang nya berderak, begitu pemuda ini balikan badan tubuhnya tampak tersedot kebawah dilain kejap sebuah pilar telah menimpanya dari atas hingga tubuh sempati cerbon ini terkurung dibawahnya.
Senopati andawiyah yang tengah mencari keberadaan mpu.adiluhung dan penjelmaan pusaka candramawa sampai disatu pedataran padang rumput teki dimana ratusan pilar-pilar raksasa menjulang menembus awan.
"subahannallah..tempat apa ini.." gumam pemuda ini memandang takjub keajaiban alam didepan matanya, dengan langkah ringan pemuda bermata elang ini lewati satu persatu pilar raksasa, pada langkah yang keseratus tak dinyana salah satu pilar dibelakang nya berderak, begitu pemuda ini balikan badan tubuhnya tampak tersedot kebawah dilain kejap sebuah pilar telah menimpanya dari atas hingga tubuh sempati cerbon ini terkurung dibawahnya.
Senopati andawiyah wira panjunan yang terjebak didalam pilar raksasa batu andesit coba kerahkan tenaga murni yang terpusat didalam pusarnya, pemuda ini lantas tempelkan telapak tangan kanannya pada dinding dihadapannya, anehnya semakin dicoba menghimpun tenapa semakin terkuras tandas tenaga yang dimilikinya.
"masya Allah apa yang terjadi dengan energi ku.." membatin pemuda ini, ketika mau melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya sebuah suara menegurnya dg lembut.
"hemat tenagamu anak muda.." pemuda bermata elang ini palingkan wajahnya kearah kanan, ajaib dinding tanah yang tadinya satu jengkal dihadapannya kini terbentang luas sejauh mata memandang yang tampak rumput teki menghijau disatu pedataran yang subur, sementara dihadapan sang pemuda berdiri seorang wanita dengan sanggul terselip bunga kantil.
"maap siapakah nisanak ini, lalu aku berada dimana.." ujar senopati dari cerbon, wanita anggun dengan sanggul terselip bunga kantil pandang pemuda bermata elang dihadapannya dengan seksama.
"tidak salah lagi kaulah orangnya.." ujar wanita ini.
"maap nyisanak aku tidak pahan.." tukas senopati keheranan. "bukankah kau senopati darì cerbon itu.." pemuda ini cuma mengangguk.
"tapi aku telah menanggalkan gelar itu.." ujar senopati andawiyah
seakan tidak mendengar ucapan orang, dari bibir wanita anggun ini meluncursebuahsenandung. "lima ratus tahun lamanya hidup dalam kesesatan, lima ratus tahun lamanya mengharapkan kesempurnaan, kini sang fajar penerang jagat telah datang.." ujar wanita ini sambil duduk bersimpuh ditanah, suara senandung wanita ini semakin keras dan diulang-ulang bersamaan dengan itu, senopati andawiyah seakan bisa melihat peristiwa puluhan tahun yang lampu.
Dalam pandangan mata batin senopati andawiyah wanita anggun bersanggul bunga kantil ini ternyata seorang dukun sakti dizamannya, sayang sifat tamak menguasai relung jiwanya dengan mengandalkan ilmu langka puluhan bahkan ratusan jiwa orang-orang yang dianggap menghalangi tujuannya menguasai dunia persilatan dibantai satu per satu kemudian jasadnya dikurung disebuah pilar-pilar raksasa batu andesit dipedataran rumpu teki yang langsung mengering begitu jasad-jasad ini terbenam dibawahnya, tapi setelah sekian puluh tahun malang melintang menguasai dunia persilatan, rasa jenuh, kesepian, terasing, menyerang jiwanya yang kosong, ribuan kali berusaha mengakhiri hidup tak satu pun senjata ilmu kesaktian dapat mengakhiri nyawanya hingga satu saat petunjuk datang jiwanya bisa tenang dan kematiannya akan sempurna jika sebuah pisau bernama lading pengukir jagat menembus jantungnya, Senopati andawiyah tersentak ruhnya kembali ke jasad wadagnya sedang senandung dari wanita ini perlahan terhenti. "senopati kini kau tahu tugasmu..Lakukanlah.."
Senopati andawiyah wirapanjunan tertegun, sedang sosok wanita anggun dengan gelung terselip bunga kantil tampak duduk bersimpuh dihadapannya.
"nisanak, kita belum saling kenal mana mungkin aku tega melakukannya.."
wanita ini angkat wajahnya sedikit
"aku roro anting selebihnya bukankah senopati barusan mengetahuinya, sekarang cabut belati lading pengukir jagat hujamkan tepat dijantungku.." ujar wanita ini lirih
"tapi.."
"tunggu apa lagi senopati walau petunjuk itu nantinya salah aku tidak akan menyalahkanmu.."
perang batin dalam dada senopati cerbon ini semakin meningkat, dalam pertempuran tidak ada keraguan sama sekali untuk membunuh lawan-lawannya tapi kenyataan yang sekarang dihadapi membuat pemuda bermata elang ini menjadi sedikit ragu.
"senopati.." kembali ucapan wanita ini menggema
"serekk.."
senopati andawiyah cabut belati lading pengukir jagat dari warangkanya, lalu angsurkan dihadapan roro anting.
"nisanak ini lading pengukir jagat lakukanlah sendiri.."
"senopati dari awal sudah aku katakan berbagai senjata ilmu kesaktian yang aku gunakan dengantangan ku tak ada yang mempan terhadapku." ujar roro anting
"begini saja..nisanak."
"sudahlah senopati, aku tahu yang ada dlm benakmu..masalahnya sekarang kau mau menolongku atau tidak.." bentak roro anting membuat pemuda ini tercekat
"loh, kenapa malah dia yang sewot.." membatin senopati dari cirebon ini.
"bukan begitu nisanak roro anting.. aku.."
"breeess..!!"
tanpa diduga tubuh roro anting kini telah jatuh dipelukan senopati andawiyah sedang lading pengukir jagat telak amblas menembus jantung roro anting.
"roro..!!" sentak senopati.... keheningan menyelimuti kawasan bawah tanah pilar batu andesit tak lama isak tangis roro anting terdengar pilu.
"kenapa..ya... sang yang widi..kenapa petunjukmu juga tidak terlaksana.."
senopati andawiyah selipkan kembali lading pengukir jagat dibalik pakaiannya.
"duuuss.."
Dalam pandangan mata batin senopati andawiyah wanita anggun bersanggul bunga kantil ini ternyata seorang dukun sakti dizamannya, sayang sifat tamak menguasai relung jiwanya dengan mengandalkan ilmu langka puluhan bahkan ratusan jiwa orang-orang yang dianggap menghalangi tujuannya menguasai dunia persilatan dibantai satu per satu kemudian jasadnya dikurung disebuah pilar-pilar raksasa batu andesit dipedataran rumpu teki yang langsung mengering begitu jasad-jasad ini terbenam dibawahnya, tapi setelah sekian puluh tahun malang melintang menguasai dunia persilatan, rasa jenuh, kesepian, terasing, menyerang jiwanya yang kosong, ribuan kali berusaha mengakhiri hidup tak satu pun senjata ilmu kesaktian dapat mengakhiri nyawanya hingga satu saat petunjuk datang jiwanya bisa tenang dan kematiannya akan sempurna jika sebuah pisau bernama lading pengukir jagat menembus jantungnya, Senopati andawiyah tersentak ruhnya kembali ke jasad wadagnya sedang senandung dari wanita ini perlahan terhenti. "senopati kini kau tahu tugasmu..Lakukanlah.."
Senopati andawiyah wirapanjunan tertegun, sedang sosok wanita anggun dengan gelung terselip bunga kantil tampak duduk bersimpuh dihadapannya.
"nisanak, kita belum saling kenal mana mungkin aku tega melakukannya.."
wanita ini angkat wajahnya sedikit
"aku roro anting selebihnya bukankah senopati barusan mengetahuinya, sekarang cabut belati lading pengukir jagat hujamkan tepat dijantungku.." ujar wanita ini lirih
"tapi.."
"tunggu apa lagi senopati walau petunjuk itu nantinya salah aku tidak akan menyalahkanmu.."
perang batin dalam dada senopati cerbon ini semakin meningkat, dalam pertempuran tidak ada keraguan sama sekali untuk membunuh lawan-lawannya tapi kenyataan yang sekarang dihadapi membuat pemuda bermata elang ini menjadi sedikit ragu.
"senopati.." kembali ucapan wanita ini menggema
"serekk.."
senopati andawiyah cabut belati lading pengukir jagat dari warangkanya, lalu angsurkan dihadapan roro anting.
"nisanak ini lading pengukir jagat lakukanlah sendiri.."
"senopati dari awal sudah aku katakan berbagai senjata ilmu kesaktian yang aku gunakan dengantangan ku tak ada yang mempan terhadapku." ujar roro anting
"begini saja..nisanak."
"sudahlah senopati, aku tahu yang ada dlm benakmu..masalahnya sekarang kau mau menolongku atau tidak.." bentak roro anting membuat pemuda ini tercekat
"loh, kenapa malah dia yang sewot.." membatin senopati dari cirebon ini.
"bukan begitu nisanak roro anting.. aku.."
"breeess..!!"
tanpa diduga tubuh roro anting kini telah jatuh dipelukan senopati andawiyah sedang lading pengukir jagat telak amblas menembus jantung roro anting.
"roro..!!" sentak senopati.... keheningan menyelimuti kawasan bawah tanah pilar batu andesit tak lama isak tangis roro anting terdengar pilu.
"kenapa..ya... sang yang widi..kenapa petunjukmu juga tidak terlaksana.."
senopati andawiyah selipkan kembali lading pengukir jagat dibalik pakaiannya.
"duuuss.."
segumpal asap tiba-tiba muncul membentuk satu sosok samar.
"mpu. Danur wenda."gumam senopati andawiyah
"larasati..lading pengukir jagat berasal dari unsur yang tidak diketahui dia punya nyawa dan kemauan tersendiri.."
ujar sosok samar mpu danurwenda menyebut nama asli roro anting.
"kakang danurwenda maapkan kekeliruanku belasan tahun meninggalkanmu tanpa kabar.."
"sudahlah larasati..aku telah memaapkanmu jauh sebelum kau memintanya.."
"kakang mungkin kau sudah mengetahui semuanya tentang diriku, apa yang harus aku lakuka, lading pengukir jagat harapanku terakhir.." ujar lara anting sendu, butiran bening tampak membayang di pelupuk matanya
"lima ratus tahun yang lalu ketika kau meninggalkan diriku satu keyakinan telah aku peluk pada waktu diriku terpesat dinagri yang bernama ngarab, saat itu oleh utusan dari khalifah ali diriku diminta menciptakan sebuah pedang bernama zulpikar.."
"maap kakang danurwenda keyakinan apa yang kakang maksud.." ujar roro anting alias larasati
"satu agama mengajarkan tentang ketauhidan, agama yang membawa rahmatan lil alamin.."
"kakang aku belum paham.."
"larasati kelak akan ada seseorang melintasi kawasan ini yang akan menolongmu menyempurnakan kehidupanmu.."
"siapa dia kakang.."
"belum bisa kupastikan yang jelas dia seorang wali Allah dalam misi penyebaran agama tauhid itu bergurulah padanya.."
"kapan wali itu akan melintasi tempat ini kakang."
"hanya gusti Allah yang tahu nah larasati sampai ketemu lagi mudah-mudahanan kau diberkahi.."
sosok mpu danurwenda pupus dari pandangan larasati alias loro anting begitupun dengan pemuda bermata elang senopati andawiyah wira panjunan.
kereta kuda itu berhenti tepat didepan celah sempit sebuah tebing, beberapa orang bertopeng hitam tampak mengiringinya dari belakang sedang seorang dg cambang bawuk terlihat berjalan didepan kereta kuda.
"kita bongkar muatan disini.."
"baik ketua dadung tembayan.."
beberapa orang bertopeng hitam tampak berlari kepintu kereta, begitu dibuka, dari dalam kereta berlompatan prajurit kerajaan menyerang orang-orang bertopeng..
"ketua kita diserang."
dadung tembayan terkesima tapi dg sigap cabut golok yg terselip dipinggangnya.
"cepat kau kabari markas.." sentak dadung tembayan pada salah satu anak buahnya yg langsung melesat menuju celah sempit didinding tebing, namun baru satu lompatan tubuh orang bertopeng hitam ini ambruk dg leher tertancap anak panah. Sedang dari atas2 tebing berloncatan prajurit-prajurit kerajaan dengan menggunakan tali temali menghadang laju orang-orang bertopeng hitam yang hendak melewati celah didinding tersebut.
Dalam sekejap pertempuran antara prajurit kerajaan melawan orang-orang bertopeng hitam pecah, satu persatu kawanan ini terkapar bermandikan darah, sementara dadung tembayan dg mengandalkan golok besar mengamuk sejadi-jadinya tubuh tinggi besar itu melesat jungkir balik diudara setiap kibaskan golok lima orang prajurit melayang diudara ketika jejakan kaki ditanah prajurit ini ambruk tak bernyawa lagi. Panah-panah berhamburan melesat menumbangkan orang-orang bertopeng hitam, lambat laun pertahanan dari orang-orang bertopeng hitam melemah, melihat hal itu dadung tembayan berusaha menyelinap masuk kedalam celah namun seseorang bercadar merah meluncur turun dari tebing menghadang langkah dadung tembayan.
"siapa kau.."
orang bercadar merah ini cuma diam sebilah pedang diacungkan dihadapan dadung tembayan.
"aku lawanmu..penghianat" sela cadar merah
"sepertinya aku mengenali suaranya.." membatin dadung tembayan.
"jangan jadi pengecut buka cadarmu.." bentak dadung tembayan.
perlahan orang bercadar merah ini buka penutup wajahnya membuat dadung tembayan terperangah.
"ka..kau..kau..mana..mana mungkin."
ujar dadung tembayan terbata-bata tapi dengan sigap gempur orang dihadapannya dengan sebat, beberapa jurus telah berlalu namun orang ini bukan tandingannya, dalam sekejap pedang orang bercadar menembus telak dadanya.
"itu, hukuman bagi seorang pemberontak" gumam orang ini lalu memerintahkan prajurit-prajurit kerajaan merangsak masuk kedalam celah didinding tebing.
kembali ke hutan rengitan,
pertempuran kembali pecah, selir saptarana tampak berkelebat dengan sebat, setiap ayunan pedangnya berkiblat lima orang prajurit terkapar tanpa nyawa saat itulah satu sosok bercadar merah berdiri dihadapannya.
"siapa kau.." ujar selir sapta rana galak
"racun murahanmu..tak ada artinya buat ku.." selir saptarana tersentak ketika orang ini lepas cadar merahnya.
" mahapatih wulung kresa..kau..kau..bukankah kau..telah..telah."
"sudah aku bilang racun murahanmu tak berarti bagiku sekarang atas nama kerajaan kau ditangkap.."
menyadari kemampuannya selir ini cuma diam tapi begitu prajurit mau menggelandangnya dengan cepat perempuan ini telan sebuah pil, tak lama tubuhnya menggelepar keracunan.
"sayang sekali.." gumam patih wulung kresa kemudian memerintahkan pasukannya kembali kekota raja.
Salam bhumi deres mili..
Penulis
KYT
jangan lewatkan : Langit Kelabu Diatas Cimanuk
"mpu. Danur wenda."gumam senopati andawiyah
"larasati..lading pengukir jagat berasal dari unsur yang tidak diketahui dia punya nyawa dan kemauan tersendiri.."
ujar sosok samar mpu danurwenda menyebut nama asli roro anting.
"kakang danurwenda maapkan kekeliruanku belasan tahun meninggalkanmu tanpa kabar.."
"sudahlah larasati..aku telah memaapkanmu jauh sebelum kau memintanya.."
"kakang mungkin kau sudah mengetahui semuanya tentang diriku, apa yang harus aku lakuka, lading pengukir jagat harapanku terakhir.." ujar lara anting sendu, butiran bening tampak membayang di pelupuk matanya
"lima ratus tahun yang lalu ketika kau meninggalkan diriku satu keyakinan telah aku peluk pada waktu diriku terpesat dinagri yang bernama ngarab, saat itu oleh utusan dari khalifah ali diriku diminta menciptakan sebuah pedang bernama zulpikar.."
"maap kakang danurwenda keyakinan apa yang kakang maksud.." ujar roro anting alias larasati
"satu agama mengajarkan tentang ketauhidan, agama yang membawa rahmatan lil alamin.."
"kakang aku belum paham.."
"larasati kelak akan ada seseorang melintasi kawasan ini yang akan menolongmu menyempurnakan kehidupanmu.."
"siapa dia kakang.."
"belum bisa kupastikan yang jelas dia seorang wali Allah dalam misi penyebaran agama tauhid itu bergurulah padanya.."
"kapan wali itu akan melintasi tempat ini kakang."
"hanya gusti Allah yang tahu nah larasati sampai ketemu lagi mudah-mudahanan kau diberkahi.."
sosok mpu danurwenda pupus dari pandangan larasati alias loro anting begitupun dengan pemuda bermata elang senopati andawiyah wira panjunan.
kereta kuda itu berhenti tepat didepan celah sempit sebuah tebing, beberapa orang bertopeng hitam tampak mengiringinya dari belakang sedang seorang dg cambang bawuk terlihat berjalan didepan kereta kuda.
"kita bongkar muatan disini.."
"baik ketua dadung tembayan.."
beberapa orang bertopeng hitam tampak berlari kepintu kereta, begitu dibuka, dari dalam kereta berlompatan prajurit kerajaan menyerang orang-orang bertopeng..
"ketua kita diserang."
dadung tembayan terkesima tapi dg sigap cabut golok yg terselip dipinggangnya.
"cepat kau kabari markas.." sentak dadung tembayan pada salah satu anak buahnya yg langsung melesat menuju celah sempit didinding tebing, namun baru satu lompatan tubuh orang bertopeng hitam ini ambruk dg leher tertancap anak panah. Sedang dari atas2 tebing berloncatan prajurit-prajurit kerajaan dengan menggunakan tali temali menghadang laju orang-orang bertopeng hitam yang hendak melewati celah didinding tersebut.
"siapa kau.."
orang bercadar merah ini cuma diam sebilah pedang diacungkan dihadapan dadung tembayan.
"aku lawanmu..penghianat" sela cadar merah
"sepertinya aku mengenali suaranya.." membatin dadung tembayan.
"jangan jadi pengecut buka cadarmu.." bentak dadung tembayan.
perlahan orang bercadar merah ini buka penutup wajahnya membuat dadung tembayan terperangah.
"ka..kau..kau..mana..mana mungkin."
ujar dadung tembayan terbata-bata tapi dengan sigap gempur orang dihadapannya dengan sebat, beberapa jurus telah berlalu namun orang ini bukan tandingannya, dalam sekejap pedang orang bercadar menembus telak dadanya.
"itu, hukuman bagi seorang pemberontak" gumam orang ini lalu memerintahkan prajurit-prajurit kerajaan merangsak masuk kedalam celah didinding tebing.
Kita tinggalkan sejenak pertempuran antara pasukan kerajaan melawan orang-orang bertopeng hitam didepan tebing bercelah dihutan rengitan.
Setelah keluar dari dalam tanah pilar batu andesit senopati andawiyah wira panjunan langkahkan kakinya kearah utara belum lima langkah berjalan.
"miauuuoooongg...!!"
menggelegar suara seekor binatang. seperti yang sudah-sudah pengaruh suara binatang ini sangat dahsyat telinga pemuda ini sontak seperti ditusuk ribuan jarum, senopati cirebon ini tekap telinganya erat-erat saat itu pula pemuda bermata elang lapazkan basmallah tiga kali dalam satu tarikan napas perlahan rasa sakit ditelinga mereda berganti kesejukan merambah gendang telinganya.
"allhamdulillah.."
gumam senopati andawiyah ketika arahkan pandangannya ke sebuah bukit terdengar jeritan-jeritam orang disusul ledakan yang dahsyat mengguncang sesantro lembah dengan sekali hentakan kaki pemuda ini tampak melesat kearah utara.
ketika pemuda ini sampai disebuah bukit yang ditumbuhi rumput ilalang, sepuluh langkah dihadapannya bergeletakan tubuh-tubuh kaku tak bernyawa dimana dari telinga dan mata orang-orang ini mengucur darah segar.
"apa yg terjadi ditempat ini." gumamnyanya, mata pemuda ini kembali tercekat ketika melihat satu sosok tubuh bersila dikobari api berwarna hitam.
"mpu danurwenda.." membatin senopati andawiyah.
"miauuuuooongg."
kembali menggelegar suara seekor kucing, mamun ini kali pemuda bermata elang tetap tenang, detik berikutnya dahana atau api hitam yang menyelubungi orang terseb berubah menjadi sosok seekor kucing berbulu hitam legam dengan kedua mata menyorot tajam berwarna kuning.
"candramawa.." gumam pemuda ini, tapi tanpa diduga binatang ini kembali berubah menjadi api hitam dan melesat dengan sebat kearah balik baju senopati dimana pisau lading pengukir jagat terselip.
"anak muda siapa kau sebenarnya." satu suara menegurnya.
"mpu. Danurwenda.." ujar pemuda ini
"aku keturunannya..namaku mpu. Adiluhung..anak muda."
"alhamdulilah..."
"andai saja ucapan itu, aku sebut ketika dulu merampungkan pusaka itu."
"mpu. Aku sudah mendengar semuanya dari mpu danurwenda, sekarang ikut aku ketempat mpu danurwenda.."
"tadi aku sempat melihat pusaka keris candramawa masuk kedalam tubuhmu.." ujar mpu adiluhung heran
"oleh karenanya biar mpu danurwenda yang menjelaskan semuanya." kata senopati andawiyah
"mpu, lalu siapa orang-orang ini." kata senopati andawiyah
"mereka orang-orang rimba hijau persilatan yang tengah memburu pusaka keris candramawa.."
kedua orang ini lantas meneruskan obrolannya sambil berjalan kearah barat dimana terletak sebuah danau berair biru.
Setelah keluar dari dalam tanah pilar batu andesit senopati andawiyah wira panjunan langkahkan kakinya kearah utara belum lima langkah berjalan.
"miauuuoooongg...!!"
menggelegar suara seekor binatang. seperti yang sudah-sudah pengaruh suara binatang ini sangat dahsyat telinga pemuda ini sontak seperti ditusuk ribuan jarum, senopati cirebon ini tekap telinganya erat-erat saat itu pula pemuda bermata elang lapazkan basmallah tiga kali dalam satu tarikan napas perlahan rasa sakit ditelinga mereda berganti kesejukan merambah gendang telinganya.
"allhamdulillah.."
gumam senopati andawiyah ketika arahkan pandangannya ke sebuah bukit terdengar jeritan-jeritam orang disusul ledakan yang dahsyat mengguncang sesantro lembah dengan sekali hentakan kaki pemuda ini tampak melesat kearah utara.
ketika pemuda ini sampai disebuah bukit yang ditumbuhi rumput ilalang, sepuluh langkah dihadapannya bergeletakan tubuh-tubuh kaku tak bernyawa dimana dari telinga dan mata orang-orang ini mengucur darah segar.
"apa yg terjadi ditempat ini." gumamnyanya, mata pemuda ini kembali tercekat ketika melihat satu sosok tubuh bersila dikobari api berwarna hitam.
"mpu danurwenda.." membatin senopati andawiyah.
"miauuuuooongg."
kembali menggelegar suara seekor kucing, mamun ini kali pemuda bermata elang tetap tenang, detik berikutnya dahana atau api hitam yang menyelubungi orang terseb berubah menjadi sosok seekor kucing berbulu hitam legam dengan kedua mata menyorot tajam berwarna kuning.
"candramawa.." gumam pemuda ini, tapi tanpa diduga binatang ini kembali berubah menjadi api hitam dan melesat dengan sebat kearah balik baju senopati dimana pisau lading pengukir jagat terselip.
"anak muda siapa kau sebenarnya." satu suara menegurnya.
"mpu. Danurwenda.." ujar pemuda ini
"aku keturunannya..namaku mpu. Adiluhung..anak muda."
"alhamdulilah..."
"andai saja ucapan itu, aku sebut ketika dulu merampungkan pusaka itu."
"mpu. Aku sudah mendengar semuanya dari mpu danurwenda, sekarang ikut aku ketempat mpu danurwenda.."
"tadi aku sempat melihat pusaka keris candramawa masuk kedalam tubuhmu.." ujar mpu adiluhung heran
"oleh karenanya biar mpu danurwenda yang menjelaskan semuanya." kata senopati andawiyah
"mpu, lalu siapa orang-orang ini." kata senopati andawiyah
"mereka orang-orang rimba hijau persilatan yang tengah memburu pusaka keris candramawa.."
kedua orang ini lantas meneruskan obrolannya sambil berjalan kearah barat dimana terletak sebuah danau berair biru.
kembali ke hutan rengitan,
pertempuran kembali pecah, selir saptarana tampak berkelebat dengan sebat, setiap ayunan pedangnya berkiblat lima orang prajurit terkapar tanpa nyawa saat itulah satu sosok bercadar merah berdiri dihadapannya.
"siapa kau.." ujar selir sapta rana galak
"racun murahanmu..tak ada artinya buat ku.." selir saptarana tersentak ketika orang ini lepas cadar merahnya.
" mahapatih wulung kresa..kau..kau..bukankah kau..telah..telah."
"sudah aku bilang racun murahanmu tak berarti bagiku sekarang atas nama kerajaan kau ditangkap.."
menyadari kemampuannya selir ini cuma diam tapi begitu prajurit mau menggelandangnya dengan cepat perempuan ini telan sebuah pil, tak lama tubuhnya menggelepar keracunan.
"sayang sekali.." gumam patih wulung kresa kemudian memerintahkan pasukannya kembali kekota raja.
Salam bhumi deres mili..
Penulis
KYT
jangan lewatkan : Langit Kelabu Diatas Cimanuk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar