KONTAK SAYA

Email Twitter Facebook

TELUSURI

GALERI FOTO

Kategori Arsip Daftar Isi

MULAI DARI SINI

Pelayanan Portfolio Pembayaran

Kamis, 07 April 2011

PANGERAN PURONEGORO


     Delta sungai kapetakan meremang dalam kabut dini hari, satu sosok bayangan terlihat mematung sambil memperhatikan derasnya aliran sungai yang terdengar bergemuruh menerpa batu-batu gunung , satu jam telah berlalu namun sosok yang ternyata seorang pemuda berparas gagah berbaju hitam ringkas tetap berdiri seakan tidak memperdulikan alam sekitarnya yang mulai redup, gemuruh samar terdengar diangkasa rinai hujan mulai menitik membasuh bumi, diawali gemuruh samar diangkasa disusul kilat dan gelegar halilintar membelah jagat, sosok pemuda berparas gagah ini lentingkan tubuhnya keatas bersalto beberapa kali diudara dan dalam sekejap puluhan jurus olah kanuragan diperagakannya, saking cepatnya pemuda ini bergerak yang tampak kini hanya bayang-bayang hitam melesat kesana kemari, memasuki jurus berikutnya entah dari mana datangnya sebilah pedang tipis berdesing digenggaman tangan kanannya.

     Hujan semakin lebat mengguyur kawasan delta sungai kapetakan, namun pemuda berbaju hitam ini belum tampak tanda-tanda menghentikan olah kanuragannya, malah semakin cepat dan cepat begitu pedang tipisnya berkiblat kearah sebuah batu sebesar kerbau
"Pyyaaarr..!!"
luluh lantak menjadi debu hitam terkena sambaran pedang tipisnya, belum puas dengan batu pemuda ini lantas melesat kearah puncak pohon mahoni yang menjorok kesungai dan dengan sekali tebas daun-daun pohon luruh dibuatnya, tapi sebelum semua daun jatuh ketanah sekali lagi sosok pemuda ini lentingkan badannya kebawah dan dilain kejap puluhan daun-daun yang luruh menempel semuanya kebadan pedang.
 "srreettt..crrraaaass...!!"
dengan sekali kibas puluhan daun yang menempel dipedangnya luruh ketanah menjadi bubuk hitam kemudian terhapus oleh derasnya guyuran hujan.
 "Alhamdulilah..akhurnya jurus tapak cecak ini bisa aku sempurnakan, lebih baik aku segera kembali kebukit padas gempal.."
  Entah kapan pemuda ini bergerak, kini sosoknya telah sampai dilamping bukit sebelah selatan, hujan badai terus mengguyur bumi seakan-akan tidak pernah terjadi apapun sebelumnya ditempat itu. 

                                                         _o0o_


      Pecantilan sekar kamulyan gempar, dalam dua purnama puluhan pemuda tanggung raib tak tau rimbanya. Tidak jelas apa akar masalahnya yang pasti dalam sekejap pecantilan yang semula ramai dengan aktifitas kini bak seperti perkampungan mati, rupanya penduduk tidak mau mengambil resiko dengan berat hati akhirnya mengungsi ketempat lain.
     
     Mentari semburat diufuk timur, dari arah lamping bukit terjal satu bayangan hitam melesat bak kilat, saking cepatnya kini sosok yang ternyata pemuda berparas cakap telah sampai digerbang pecantilan sekar kamulyan.
 "aneh..sepi sekali perkampungan ini.." membathin sang pemuda yang dengan rasa heran terus melangkahkan kakinya ketengah pecantilan.
 "kampung ini sepertinya sengaja ditinggalkan penduduknya.."
langkah kaki pemuda ini terhenti disebuah aliran sungai yang membelah perkampungan menjdi dua bagian, dengan bermaksud membasuh mukanya pemuda ini percikan air sungai keseluruh wajahnya, baru beberapa teguk pemuda ini menghupus dahaganya telinganya yang tajam mendengar deru angin kearah dirinya.

     Pemuda berbaju hitam ini lentingkan tubuhnya keatas bersalto beberapa kali diudara dan ketika jejakan kakinya dengan ringan ketanah seruas bambu berwarna kuning tergenggam ditangan kanannya.
 "andika yang disana, ada silang sengketa apa hingga menurunkan tangan jahat pada ku.." teriak sang pemuda
tak ada jawaban, bahkan semilir angin seakan-akan terhenti sesaat
"terlalu hening.." gumam sang pemuda.

     Dilain kejap sebuah sambaran bayangan pedang berseliweran kearah tubuh pemuda ini yang dengan sigap atur posisi kuda-kuda pertahanan, tapi alangkah terkejutnya ruas bambu kuning yang masih tergenggam ditangan kanannya ini dirasakannya bergetar dan seperti memiliki jiwa melesat memapaki setiap sambaran bayangan pedang yang mengurung dirinya.

     Ketika puluhan bayangan pedang kembali menderu kearah titik mematikan, ruas bambu kuning yang masih melayang diudara semburatkan cahaya kemilau.
 "draaattt...deeeessss!!!!"
Seluruh bayangan pedang musnah bermentalan kesegala penjuru, kabut tipis tampak melingkupi kawasan tersebut dan begitu kabut sirna didepan sana seorang kakek kerempeng dengan jubah putih menjela tanah terpaut tiga langkah dihadapan sang pemuda.
 "kakek..kenapa menyerang saya.."
 "ilmu ringan tubuhmu nyaris sempurna cah bagus.."
Pemuda berparas cakap ini cuma menggerendeng didalam hati
 "lain yang ditanya,
lain juga jawabannya.." membatin sang pemuda.
 "kakek belum menjawab pertanyaan saya.."
 "putra tumenggung seda krapyak..gerangan apa hingga terpesat jauh dari rumahmu.."
"kakek mengenal romo saya.."
"kau belum menjawab pertanyaan ku cah bagus.."
pemuda ini kembali menggerendeng alam hati
 "saya puronegoro kek, tujuan saya ke kesultanan cerbon, romo tumenggung memerintahkan saya untuk mengabdi pada kanjeng sinuhun sunan jati purba.."
    Orang tua berjubah putih tatap sesaat raut wajah dihadapannya
"cah bagus, lanjutkan perjalalananmu sekarang juga..ingat apapun yang nanti kau temui di jalan jangan sekali-sekali mencampurinya.."
 "tapi kek..apa.."
pemuda ini tercekat sosok orang tua berjubah putih telah raib dari hadapannya.
 "orang tua yang aneh.." gumam putra tumenggung seda krapyak ini dalam hati, tapi begitu melangkahkan kakinya kembali mengiang suara seperti nyamuk ditelinga kanannya.
 "aku kuwu sangkan..ingat cah bagus apapun yang kau temui dijalan jangan sekali-kali ikut campur.."
Pemuda ini layangkan pandangannya kesesantro tempat, tapi yang tampak hanya pohon dan semak belukar yang lebat.
 "orang tua yang aneh..datang pergi semaunya.."
setelah membatin cukup lama, pemuda ini lentingkan tubuhnya keatas yang dalam sekejap sosoknya telah berada jauh di seberang hulu sungai yang memisahkan pecantilan sekar kamulyan yang telah mati.

                                                                    
                                                                     _o0o_

     Langkah pemuda berbaju hitam ini terhenti, pendengaranya yang tajam sayup-sayup menangkap sebuah jeritan dari arah lamping bukit sebelah selatan, tanpa pikir panjang lagi pemuda ini hentakan kakinya ketanah yang dalam sekejap sosoknya kini telah berada dipucuk dahan pohon randu alas, dari atas pohon mata pemuda cakap ini melihat sesuatu yang menggetarkan jiwanya, dibawah sana seorang lelaki tua dengan anak gadisnya tengah dihadang satu sosok hitam legam dengan mata merah menyorot dan sepasang taring berkilat menggidikan, dengan sigap pemuda ini siapkan pukulan mengandung tenaga dalam kearah binatang tersebut, namun sebuah suara seperti nyamuk mengiang ditelinga kanannya.
 "cah bagus..apapun yang kau temukan dijalan, jangan sekali-kali ikut campur.."
Sejenak keraguan merambah hati pemuda ini, namun sebagai seorang kesatria, batin pemuda ini tidak tega,  mana mungkin membiarkan sesuatu yang buruk terjadi didepan matanya begitu saja.

     Sedangkan dibawah sana,  binatang buas ini tampak rundukan badannya serendah tanah, cakar setajam silet tampak mencengkeram tanah berumput dengan kuat.
 "bopo apa yang harus kita lakukan.."
 "tenang nduk..tetap ditempatmu jangan membuat gerakan yang tidak berarti.."
 "tapi bopo.."
 "nduk..bopo bilang tetap ditempatmu.."
 "bopo..kenapa tidak menggunakan pendulum itu.."
 "ah..kau benar nduk.."
 lelaki tua berjubah kelabu ini lantas selipkan tangan kanannya dibalik bajunya tapi bersamaan dengan itu diawali geraman yang dahsyat harimau kumbang ini lesatkan badannya denganan cepat kearah mangsanya.
 "deeesssssss..!!"
sinar kuning keemasan membias didepan sang raja hutan, sesaat binatang ini tersentak diam seperti patung, sebuah ruas bambu kuning tepat menggantung dihadapan macan kumbang ini.
 "bopo.."
 "bukan bopo yang melakukannya nduk, ada orang pandai menolong kita.."
Dihadapan sang raja hutan tampak berdiri seorang pemuda berbaju hitam yang dengan segera selipkan kembali ruas bambu kuning dibalik bajunya.
 "maapkan kelancangan kami datuk, kami tidak bermaksud mengusik ketentraman wilayah datuk.."
Seakan mengerti ucapan orang binatang buas ini kejap-kejapkan matanya sesaat, disertai auman panjang macan kumbang ini balikan tubuhnya yang dalam sekali lompatan sosoknya raib ditengah semak belukar yang lebat.
 "aki tidak apa-apa.." ujarnya kemudian sambil membantu orang tua ini berdiri
 "terimakasih tuan pendekar.."
 "ah..itu hanya kebetulan saja aki.."
 "tuan pendekar terlalu merendah..jika tuan tidak datang mungkin kami sudah tewas diterkam binatang itu.."
 "sebagai sesama mahluk tuhan sudah kewajiban kita saling membantu.."
"tuan pendekar benar..kalau boleh tahu siapa tuan penekar ini.."
pemuda cakap berbaju hitam ini pandang sesaat dara ayu disebelahnya, begitu tatapan kedua insan yang berlainan jenis ini beradu desiran aneh merambah relung-relung hati keduanya, yang membuat orang tua berjubah kelabu ini tersenyum simpul
 "anak muda jaman sekarang.." gumamnya dalam hati
 "tuan pendekar.."
pemuda berbaju hitam ini tampak terperanjat kaget
 "eh  iya..iya, aki..aki tadi bertanya apa.."
 "siapa nama tuan pendekar ini dan hendak kemana.."
 "oh..ya, saya puronegoro, putra tumenggung seda krapyak, saya diutus romo untuk mengabdi dikesultanan cerbon.."
walau sesaat roman muka orang tua berjubah kelabu ini tampak tercekat namun dialihkannya dengan berdehem beberapa kali.
 "kenapa aki.."
 "ah..tidak tuan pendekar, pikunnya otak tua ini..perkenalkan saya wuluh balang dan ini putri saya niluh seroja.."
kembali pemuda berbaju hitam yang ternyata rd.puronegoro beradu pandang dengan sang dara yang dengan cepat tundukan wajahnya rona merah tampak membias dikedua pipinya.
 "tuan pendekar.."
 "aki jangan panggil saya dengan sebutan itu, panggil saja nama saya puronegoro.."
 "ah..pemali..bagaimana kalau saya panggil raden saja.."
 "yah..terserah aki saja..saya pamit aki perjalanan saya masih jauh untuk sampai di kesultanan.."
 "kenapa terburu-buru raden, mampirlah kegubuk kami beristirahatlah barang sejenak.."
 "maapkan saya aki..saya.."
 "raden..tidak baik menolak rejeki..kami akan merasa terhormat bila raden mau berkunjung kegubuk kami.." ujar sang dara yang sedari tadi cuma diam.
 "gubuk kami tidak jauh dari hutan sancang ini raden.."
putra tumenggung ini akhirnya luluh juga apalagi sang dara yang baru pertama kali ditemuinya memandangnya dengan sejuta harap dalam hatinya.
 "baiklah aki, saya akan mampir ketempat kalian.."
orang tua ini cuma tersenyum.
putra tumenggung seda krapyak ini tidak menyadari sesuatu yang buruk akan menimpa dirinya.

                                            oooOooo 




     Hutan sinang perbukitan loyang, kala itu begitu angker jangankan manusia seekor burungpun jika tanpa sengaja melintas diatasnya niscaya tubuhnya akan kaku dan tersedot amblas kedalam tanah tanpa jejak, kabut tebal senantiasa melingkupi kawasan tersebut baik siang maupun malam, nun jauh ditengah hutan dikerapaatan pokok-pokok pohon pinus yang berusia ratusan mungkin ribuan tahun dua sosok tubuh tinggi besar saling berhadapan, angin musim kering berhembus mengibarkan janggut dan rambut keduanya yang lebat menjela-jela.
  "warok brambang, berapa kekuatan laskar kesangyangan yang kau bentuk.." sentak orang berperawakan tinggi dengan sebilah golok besar ditangan kirinya.
 "seribu laskar kakang warok dusta.." ujar orang tinggi besar yang satunya dengan sebilah golok besar bergerigi dipinggangnya.
 "masih kurang jumlah untuk memporak porandakan kesultanan cerbon.."
 "lalu apa rencana kakang warok dusta selanjutnya.."
 "culik sebanyak-banyaknya pemuda dari berbagai padukuhan dan pecantilan, cuci otak mereka dan jadikan laskar kesangyangan.."
 "semua itu sudah diurus oleh anak buah saya kakang warok dusta.."
 "bagus..tidak percuma kau kujadikan tangan kananku.."
kedua oraang ini sama-sama tertawa bekakakan, namun tawa keduanya sirap manakala dari arah yang tak terduga terdengar dentuman keras menggetarkan bumi disusul meredupnya suasana hutan yang semula terang benerang, kini terpaut jarak lima langkah dihadapan kedua warok ini berdiri dengan gagah seorang pemuda berperawakan kekar dengan ikat kepala kain merah didahinya, mengetahui siapa yang datang kedua warok ini lantas jatuhkan diri ketanah kedua tangan disusun dikepala.
 "rd. menjangan wulung sesepuh para warok selamat datang.."
pemuda tegap dengan ikat kepala kain merah pandang satu persatu orang didepannya.
 "warok dusta, sebagai orang kepercayaan ku, kau mengecewakan.."
 "maap, maksud raden.."
 "pendulum pencuci otak telah ditemukan oleh orang tua berjubah putih, yang tersirat kabar adalah telik sandi dari kesultanan cerbon..bagaimana tanggung jawabmu..warok dusta.."
orang yang dipanggil warok dusta ini tampak tercekat.
     Sebelum warok ini menjawab pertanyaan orang dari balik bukit berbatu beberapa orang bertampang sangar tengah menggelandang satu tubuh yang terikat kedua tangannya.
 "laskar..siapa orang ini" sentak warok dusta
 "orang ini mata-mata dari kesultanan.."
 "bagus..rupnya orang-orang kesultana mulai bergerak.."
warok dusta perintahkan warok berambang menggiring telik sandi itu kearahnya.
 "hai..wong cerbon, punya nyali juga kalian..katakan berapa kekuatanmu dan siapa pemimpinmu.." sentak warok dusta 
namun orang ini cuma diam seribu bahasa.
 "ddeess..!!"
sebuah tendangan mendarat telak didada sang telik sandi hingga tubuhnya berguling direrumputan.
 "katakan..!!"
 "cukup warok dusta.." ujar rd. menjangan wulung.
 "orang ini punya sumpah setya yang tidak bisa diganggu gugat, walau kau memaksanya dengan cara apapun dia akan tetap bungkam.."
 "lalu apa tindakan kita raden.."
 "habisi saja..."
dengan bengis warok dusta dekati telik sandi dari kesultanan cerbon  ini dan dengan sekali ayunkan kakinya tubuh orang ini melayang deras keangkasa dan lagsung disambut dengan angsuran golok bergerigi milik warok berambang.
 "bbeerrrreeesss...!!"
sekelebatan bayangan putih dengan cepat menyambar tubuh telik sandi dari tikaman mematikan warok berambang, lalu sosoknya raib dari pandangan ketiganya.
 "tidak usah dikejar warok brambang.." ujar rd. menjangan wulung
 "biarkan dia melaporkan semua kejadian yang dialaminya disini.."
 "apa tidak membahayakan posisi kita disini raden.."
 "justru dengan cara itu, kia tunjukan siapa kita sebenarnya.."
 "baik raden.."
 "nah kalian berdua, siapkan laskar kesangyangan sebanyak mungkin, aku akan ke kesultanan dan merong-rongnya dari dalam.."
     Kedua warok ini bungkukan badannya bersamaan dengan melesatnya tubuh raden menjangan wulung kearah tenggara.


                                           ooo0ooo



     Keraton pakung wati
Kanjeng sinuhun sunan jati purba atau kita lebih mengenalnya dengan sunan gunung jati tatap paras pemuda yang duduk khidmat dihadapannya.
 "angger purwo, kami dikesultananpun merasa heran, hampir satu bulan setelah ayah handa mu tumenggung seda krapyak mengirim surat permohonan agar kakak mu, rd.puronegoro diterima menjadi murid isun dan mengabdi dikesultanan, namun hingga hari ini kakakmu tak kunjung datang.."
 "sendika kanjeng sunan, hal itulah yang membuat ayahanda mengutus hamba untuk menyirap kabar keberadaan kakak hamba.."
 "maap rayi sunan.."  seorang tua dengan jubah putih angkat bicara
 "silahkan kakang sangkan.." 
 "sebulan yang lalu, rd.puronegoro telah saya bekali dengan ruas bambu petuk, ketika saya menyelidiki keberadaan komunitas kesangyangan dikawasan pecantilan sekar kamulyan, tapi mungkin darah remajanya yang panas hingga rd.puronegoro tertunda kehadirannya dikesultanan ini."
 "isun memahaminya kakang sangkan, nah..angger purwo tidak usah mengkhawatirkan kakandamu, cepat atau lambat insya Allah hadir ditengah kita.."
 "sendika dauh, kanjeng sunan.."
 "sekarang apa rencanamu angger purwo.."
 "kalau diizinkan, hamba mau mengabdi dikesultanan ini.."
sultan cerbon ini lantas bangkit menghampiri rd.purwo dan dengan hangat ditepuknya pundak pemuda dihadapannya.
 "kesultanan membutuhkan angkatan muda penuh semangat seperti angger.."



__________________o0o________________________



     Wit Ing Tresno Jalaran Suku Kulino, rasa kasih dan sayang akan tumbuh dengan sendirinya karena sering bertemu dan bersama (pen)
begitupun yang sedang dirasakan oleh sepasang sejoli ini, rd.puronegoro dan niluh seroja, sejak pertama kali bertemu di hutan sancang putra tumenggung seda krapyak ini seakan lupa dengan titah ramandanya untuk mengabdi dikesultanan cerbon, entah karena betah atau hal lain pemuda gagah ini tidak menyadari lamanya waktu berlalu dengan cepat hingga tak terasa sebulan sudah dirinya berada dipondok wuluh balang ayah niluh seroja.
     
     Malam beranjak dinihari, udara dingin seakan mencucuk persendian disebuah bilik wuluh balang tak bisa memicingkan kelopak matanya barang sekejap, lelaki tua berjubah kelabu ini lantas bangkit dari pembaringannya sebatang rokok kawung tampak terselip disudut bibirnya, tapi ketika orang tua ini kembali menyedot dalam-dalam rokok kawung yang hampir padam, sekelebatan bayangan dirasakan melintas dibelakangnya dengan sigap wuluh balang balikan badan, tapi begitu mengenali sesosok bayangan yang kini berdiri dihadapannya dengan segera jatuhkan tubuhnya kelantai pondok sepuluh jari tangan disusun diatas kepala.
 "Raden menjangan wulung, sesepuh para warok terimalah salam hormat ku.."
 Sosok yang ternyata seorang pemuda tegap dengan ikat kepala merah dikeningnya cuma sunggingkan senyum jumawa.
 "wuluh balang, apa putra tumenggung itu sudah kau bereskan.."
 "ampun raden..saya.."
 "wuluh balang..jangan bilang karena anakmu niluh seroja menyukai pemuda itu, kau ragu melakukannya.."
 "bukan masalah itu raden.."
 "lalu apa..coba bicara yang jelas.."
 "setiap kali saya berusaha membersakan pemuda itudisaat tidur  ruas bambu kuning itu selalu melindunginya, seakan punya nyawa tersendiri, tapi saya punya rencana jitu raden.."
 "coba katakan padaku.." 


Wuluh balang lantas bisikan sesuatu ditelinga pemuda berikat kain merah ini, senyum simpul tampak diwajah rd.menjangan wulung.
 "hahahah...licik juga rencanamu itu, tapi aku suka..hahahah.."
kedua orang ini tertawa bekakakan, mereka tidak menyadari sedari tadi satu sosok lain menyelinap diantara sudut wuwungan, dan menghilang manakala rd. menjangan wulung melesat keluar pondok kearah dia pertama kali datang.


                                                                        oooOooo



     Fajar sidik semburat diufuk timur, halimun dari lereng gunung ciremai meluncur kengarai dan berkumpul disebuah lembah nan menghijau dimana terdapat sebuah pondok mungil beratapkan rumbia' didalam pondok duduk bersila seorang tua berjubah kelabu sedang dihadapannya bersila pemuda gagah berbaju hitam ringkas.
 "raden, tolong antarkan surat ini pada guru saya dipadepokan puncak bukit cadas gempal.."
 "aki wuluh, dimanakah keberadaan bukit cadas gempal itu.."
 "disebelah barat kadipaten talaga raden, katakan pada beliau muridnya sangat membutuhkan bantuannya.."
 "berapa lama, saya bisa mencapai tempat itu.."
 "kalau raden berangkat sekarang, mungkin besok pagi baru sampai dipadepokan guru saya.."
 "baik aki, sebelum beangkat saya mau menemui niluh seroja dulu.."
 "silahkan raden, mungkin sepagi ini dia sudah ada dipancuran dekat telaga.."

Wuluh balang lantas serahkan bumbung bambu kecil berwarna hitam, yang kemudian oleh raden puronegoro diselipkannya dibalik pinggang baju sebelah kiri, orang tua berjubah kelabu ini cuma tersenyum manakala tubuh pemuda tegap dihadapannya melangkah keluar pondok.

     Disebuah pancuran ditepi telaga nan asri, nilih seroja tampak mencelupkan kakinya, gadis manis ini tersenyum manakala raden puronegoro menghampirinya.
 "sepagi ini sudah rapih raden.."
 "niluh seroja, aku diutus ayahmu untuk menyerahkan surat pada gurunya dipuncak bukit cadas gempal.."
"ada keperluan apa raden.."
 "katanya cuma gurunya, resi maruta mandra yang mampu menolong ayahmu itu.."
 "menolong bopo..memang bopo kenapa raden.."
 "aku sendiri tidak tahu, niluh.."
 "aneh tidak seperti biasanya bopo bersikap seperti itu, jika memang ada hal yang penting biasanya bopo sendiri yang langsung menyambangi kakek guru dipadepokan.."
 "tidak apa niluh, agar cepat sampai dipadepokan cadas gempal, saat ini juga aku berangkat.."
 "hati-hati raden dan cepat kembali.."
raden puronegoro tatap dara ayu dihadapannya dengan mesra, dielusnya sebentar rambut panjang niluh seroja setelah itu sosoknya kini telah jauh berada dilamping bukit sebelah selatan.



__________________________o0o_____________________



     Perjalanan kepuncak bukit cadas gempal ternyata cukup sulit, daerah yang dirambah pemuda gagah putra tumenggung seda krapyak ini ternyata membutuhkan tiga hari perjalanan berkuda baru sampai dikadipaten talaga.
 "belang..sampai disini saja kau mengantarku, sekarang kau bebas pergi kemana saja.."
 kuda tunggangan raden puronegoro ini seakan mengerti perkataan orang lantas jilat telapak tangan sang pemuda lalu balikan tubuhnya kemudian sosoknya raib dilebatnya rumpun perdu.
 "apakah bukit itu yang bernama cadas gempal.." gumam raden puronegoro yang kemudian melepas lelah disebuah sungai berair jernih, ketika pemuda ini membasuh mukanya dirasakannya sebuah kelebatan bayangan dan sambaran angin dingin dipinggang sebelah kirinya, dengan sigap pemuda ini lentingkan badannya keatas bersalto beberapa kali diudara dan ketika jejakan kakinya kembali ditanah bayangan itu tampak telah jauh beberapa mil didepannya, kemudian lenynap dibalik dinding karang yang menjulang tinggi.
 "ilmu ringan tubuh yang sempurna, kecepatannya mungkin dua tingkat melampaui diriku.." membatin raden puronegoro yang lantas tersentak kaget dengan cemas dirabanya dibalik pinggang sebelah kiri.
 "masih ada.." gumamnya lega
 "lebih baik aku teruskan perjalanan.."
dengan sekali jejakan kaki ketanah sosok pemuda gagah ini melesat laksana kilat menuju sebuah bukit yang tersaput halimun dikejauhan.


dengan menggunakan ilmu lari cepat dipadu meringankan badan, dalam sekali lesatan sosok pemuda ini telah sampai dipuncak bukit cadas gempal, didepan sana tepaut sepuluh langkah sebuah pondok panggung tampak lengang, namun ketika raden puronegoro baru melangkahkan kakinya dari belakang terdengar desingan mengarah dirinya.
 "sssttttaaappp...!!!"
lusinan anak panah dengan ganas menyambar kearah tubuh pemuda ini yang dengan sigap lentingkan badannya keudara, lusinan anak panah dirasakan melesat satu senti dari tubuhnya.
 "resi maruta mandra, aku datang membawa pesan.." teriak raden puronegoro lantang.
suasana kembali hening bahkan desir anginpun seakan terhenti
 "heem..terlalu sepi.." gumam sang pemuda
 "resi.."
belum selesai pemuda gagah ini lanjutkan teriakannya, sebuah sinar merah telah melibat pergelangan kakinya dan dengan sekali hentakan tubuh pemuda ini terangkat keudara dengan kepala berada dibawah. sebuah kelebatan bayangan putih melesat dari dalam pondok, seorang tua berselempang kain putih dengan janggut panjang berwarna putih tampak berdiri dihadapan rd. puronegoro yang entah dari mana datangnya ditangan orang tua ini tergenggam sebilah pedang tipis berkilat.
 "menyatroni tempatku..maut jawabannya.."
 "resi maruta mandra, tunggu.."
 "terlambat..anak muda, terimalah ajalmu.."
pedang tipis orang tua berselempang kain putih ini lantas berdesing dan dengan deras meluncur kearah batok kepala pemuda malang ini.
sesenti lagi kepala putra tumenggung sea krapyak ini tertembus pedang.
 "kakek guru, mengapa mau membunuh suami saya.." sebuah teriakan menghentikan laju pedang orang tua ini, kini dihadapan keduanya berdiri seorang dara berbaju kuning.
 "apa katamu, niluh seroja..pemuda ini suamimu.."
 "benar kakek guru..'
 "weleh..weleh..hampir saja suamimu aku pateni nduk.."
 "resi..saya..saya."
 "siapa namamu cah bagus.."
 "saya puronegoro  maap resi bisakah saya diturunkan dahulu.."
 dengan sekali jentikan jari tali merah bersinar yang menjirat raden puronegoro langsung musnah entah kemana dan dengan sekali jejakan kaki pada ranting pohon disebelahnya kini raden puronegoro telah berdiri kembali dengan normal.
 "cah bagus tadi kamu bilang  ada titipan untukku.."
dengan sigap raden puronegoro serahkan bumbung bambu kecil pada resi maruta mandra yang dengan segera membacanya.
 "salam hormat dari muridmu wuluh balang, guru pemuda yang membawa surat ini adalah menantuku, suami dari niluh seroja. saya mohon turunkan ilmu tapak cecak kepadanya.."
muridmu
wuluh balang
Resi maruta mandra lantas pegang pundak raden puronegoro dengan kencang.
 "cah bagus mulai hari ini kau resmi menjadi muridku, aku akan menurunkan ilmu tapak cecek yang tadi urung aku keluarkan dan setelah empat puluh hari sempurnakan ilmu itu didelta sungai kapetakan.."
 "baik resi..."


malampun menjelang, didalam bilik raden puronegoro tampak gelisah.
 "hemm..suami..apa maksud semua ini.."
dini hari baru pemuda ini bisa memicingkan kelopak matanya.

baca juga : mustika lembah cimanuk

                                                           ooo0ooo




2 komentar:

  1. silahkan tinggalkan jejak para kisanak di blog ini..dengan memberikan komentarnya..nuhun

    BalasHapus

Lisensi

Lisensi Creative Commons
BHUMI DERES MILI by BHUMI DERES MILI is licensed under a Creative Commons Atribusi 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di KANG KUSYOTO, KYT.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http//:www.bhumideresmili.blogspot.com.

Total Tayangan Halaman

About

Pages

Download

Powered By Blogger

Search Box

Popular Posts

Followers