KONTAK SAYA

Email Twitter Facebook

TELUSURI

GALERI FOTO

Kategori Arsip Daftar Isi

MULAI DARI SINI

Pelayanan Portfolio Pembayaran

Jumat, 17 Februari 2012

ELEGY SAPTA DAYA

     Malam beranjak ke dini hari, hembusan angin dari lereng pegunungan Himalaya begitu dingin menusuk persendian, ditengah titik salju yang semakin deras beberapa sosok hitam tampak berkelebat, begitu cepatnya gerakan sosok-sosok ini hingga yang tampak hanya bayangannya saja, disatu bibir jurang yang tertutup tebalnya kabut, sosok-sosok ini hentikan gerakannya.
“prajurit..apa kau yakin ini tempatnya..”
“hamba yakin gusti patih..”
“bagus..segera siapkan tali..sepuluh prajurit turun kedasar jurang..angkat mayat pertapa itu ke atas..”
“baik gusti patih..”
Tak menunggu lama sepuluh  orang prajurit dengan cepat meluncur kedasar jurang, tapi setelah sekian lama ditunggu kesepuluh orang itu seakan raib ditelan bumi.

“apa yang terjadi..kenapa mereka lama sekali..”
Membatin orang tinggi besar berpakaian zirah yang tak lain dari patih Angkor-kham yang diutus prabu tamtama gama untuk mengambil mayat pertapa dari dasar jurang tanpa dasar semenanjung Himalaya.
“seluruh prajurit ikut aku kedasar jurang..siagakan senjata kalian..”
Perlahan patih kerajaan lembah hindus ini hunus pedang yang menggantung dipinggangnya lalu tanpa ragu melompat kebibir jurang disusul seluruh prajurit yang mengiringinya.
Dengan menggunakan pedang yang ditancapkan di dinding jurang,  patih Angkor-kham terlihat meluncur deras kebawah diikuti anak buahnya menggunakan tali, jurang itu memang sangat dalam hampir sepeminum teh mereka meluncur namun dasar jurang belum juga dijejakinya.
Tubuh-tubuh itu terus meluncur dengan deras, kabut tebal terlihat mengambang dipertengahan jurang, begitu menembusnya seakan tertusuk ribuan es yang membekukan.
Patih Angkor-kham merasakan daya luncur kebawah semakin kencang, menandakan dasar jurang yang semakin dekat, pedang yang menancap di dinding jurang dicabutnya lalu dengan sebat diputarnya sedemikian rupa hingga mengurangi daya luncur yang deras kebawah, detik berikutnya patih kerajaan ini telah sampai didasar jurang tanpa dasar semenanjung Himalaya, diikuti prajurit lembah hindus.
“prajurit priksa seluruh dasar jurang ini..”
“baik gusti patih..”
Ketika fajar menyingsing diufuk barat, patih Angkor-kah belum juga menemukan keberadaan sepuluh anak buahnya yang sudah terlebih dahulu menuruni jurang, ketika patih kerajaan lembah hindus ini bermaksud memutuskan untuk kembali ke permukaan, sudut matanya menangkap satu sosok tubuh yang tertelungkup dibebatuan padas.
“prajurit..balikan sosok yang tertelungkup itu..”
Dengan gemetar salah satu prajurit menggunakan ujung kaki balikan sosok yang tertelungkup di bebatuan cadas.
“apakah ini mayat pertapa itu..” ujar patih Angkor-kham
“sulit diduga gusti patih..tapi menilik dari pakaiannya..sepertinya mayat ini orang desa biasa yang mungkin terpeleset masuk kejurang, atau bisa juga orang yang putus asa mengakhiri hidupnya ditempat ini..”
“lebih baik kita keatas, perasaan ku mulai tidak enak..belum lagi sepuluh prajurit terdahulu entah dimana keberadaanya..”
Memikir sampai disitu, patih kerajan lembah hindus ini balikkan badannya, tapi baru beberapa langkah jerit pekik kesakitan terdengar dari prajurit-prajurit lembah hindus dibelakangnya.
Patih Angkor-kham tersentak manakala balikkan tubuh kebelakang, seluruh prajurit yang mengiringinya terkapar bermandikan darah, disusul sekelebatan bayangan diikuti gemuruh angina kencang kini tampak berdiri dihadapnya.
“siapa kau..”
Sosok yang berdiri dihadapan patih Angkor-kham ini sangat mengerikan, sekujur badannya digelayuti ribuan ular berbisa yang mendesis keras.
“mahluk macam apa kau ini..apa kau tidak mengetahui sedang beradapan dengan siapa..”
Sentak patih kerajaan ini gusar, manakala mahluk dengan puluhan ular dibadannya Cuma diam sambil memandangnya dengan dingin membuat lelaki tinggi besar ini bergidik.
“menggunakan pangkat dan jabatan hanya untuk menakuti..semua itu hanya kedok..topeng kepalsuan..sampai kapan semua itu dimiliki..kalau diakhir semuanya petaka terus mengikuti..”
“ditanya malah bersenandung..kau menyindir aku..”
“berkaca..mawas diri, sebelum malaikat maut menghampiri..jika ilalang tak bisa tunduk seperti padi..lebih baik dibakar tandas sampai tak bersemi..”
“mahluk kurang ajar..jangan kira karena ular-ular itu aku takut..terima hukuman..kau telah membantai pasukan kerajaan..”
Dengan cepat patih Angkor-kham tusukkan pedangnya kedepan, namun alangkah kagetnya patih kerajaan lembah hindus ini begitu sadar tubuhnya seakan tidak bisa bergerak dari tempatnya berdiri
“jika ilalang tak bisa tunduk seperti padi, lebih baik dibakar tandas sampai tak bersemi..”
Selesai dengan senandungnya, puluhan ular yang bergayut pada sosok ini secara serentak menerjang patih Angkor-kham..yang tampak terbelalak pasrah dengankengerian..
Sejengkal lagi tubuh patih ini lumat dibatuk puluhan ular..hembusan hawa sangat dingin tampak membungkus tubuh sang patih menghentikan gerakan dari puluhan ular.
“kalau daku mau..sengsara akan dikau dapat..jawab satu pertanyaan..siapa jati diri dari prabu..tantama gama..”
“apa urusan mu..mengapa tidak kau laksanakan niat mu..mahluk celaka..”
“nyali setipis kertas..tersiksa sepanjang hayat..anak-anak..puaskan rasa lapar kalian..”
Kembali puluhan ular yang tertahan oleh hawa dingin ini menggeliat menampkkan lidahnya yang bercabang, siap melumat mangsa didepannya.
“tunggu..” sentak panglima Angkor-kham
“berubah pikiran jalan menuju keselamatan..katakan atau petaka tinggal sejengkal..”
“dia bernama..san…”
“crrraaaaakkk….!!”
Tubuh patih Angkor-kham tersentak beberapa saat kemudian ambruk dibebatuan jurang..nyawanya kandas sudah..”
Bersamaan dengan itu satu sosok lain melesat mendekati mahluk penuh ular tersebut
“apa yang terjadi lindu bergola..”
Mahluk mengerikan yang dipanggil lindu bergola ini haya diam, ekor  matanya sempat menangkap gerakan bayangan meninggalkan jurang..tak lama sosoknya yang mengerikan berubah menjadi seorang lelaki separuh baya dengan selempang kain putih dibahunya.
“aku rasa anak itu yang melakukannya..”
“kau benar lindu bergola..dia menggunakan aji sapta daya buat menghabisi orang ini..”
“lalu apa yang harus kita lakukan dengan anak durhaka itu windu kuntoro..”
“aku tahu kelemahan ajian itu..tapi muntuk sementara kita bantu menyelamatkan para pertapa yang akan dibantai atas perintah anak durhaka itu..”
“baiklah..kita jangan mengulur waktu..”
Kedua orang yang tak lain dari windu kuntoro atau wiku dharma persada dan lindu bergola atau pertapa sapta raga yang tengah melacak keberadaan sanjaya sampai kenagri seribu bukit Hindustan ini masing-masing jejakkan kakinya kebatu, sosok keduanya terlihat melayang keatas tak lama raib begitu menembus kabut tebal di pertengahan jurang.

ooooOoooo

     Lamping bukit yang tersaput kabut tipis itu seakan sunyi, tapi begitu kita masuk kedalam sebuah cegukan berbentuk goa ratusan orang dengan persenjataan lengkap tampak berbaris dihadapan satu sosok tegap dengan baju zirah dibadannya, sosok ini adalah bekas panglima kerajaan lembah hindus, panglima rendra kila.
“saudara sekalian, sudah saatnya kita rebut kembali kedaton lembah hindus..kalian tahu putri mahkota maespati pewaris sah kerajaan ada diantara kita..”
Ujar panglima rendra kila sambil acungkan pedangnya keudara, diambut gegap gempita oleh pasukan yang masih setia dengan prabu maespati.
“baiklah saudara-saudara ku..mari kita berebut pahala..lebih baik gugur dengan terhormat daripada hidup secara pengecut.."
Tak berapa lama iring-iringan pasukan yang dipimpin panglima rendra kila keluar dari dalam goa diikuti gerimis yang mulai turun membasahi bumi.

Sementara di kedaton Lembah hindus

     Prabu tamtama gama terlihat gusar, mondar-mandir tak tentu arah kadang menggeram bak orang gila, dicabutnya pedang yang selalu berada dipunggungnya diperhatikannya bilah pedang yang memancarkan aura biru itu dengan seksama.
“celaka..bagaimana bisa kedua guruku itu sampai di kerajaan ini..bukankah pertapa sapta raga telah aku bunuh dengan pedang ini..”
Gumam prabu tamtama gama, raja muda ini lupa pertapa sapta raga memiliki ilmu atau ajian sapta daya yang bisa membuatnya bangkit dari kematian sebanyak tujuh kali.
“terpaksa aku bunuh patih Angkor-kham..agar jati diri ku yang sebenarnya tidak terungkap..tapi cepat atau lambat keberadaan diriku akan ketahuan juga pada akhirnya..huhhh..”
“hahahaha…tepat sekali anak durhaka..sekarangpun kedokmu telah terungkap..!!”
Prabu.tamtama gama terperanjat dihadapannya kini berdiri dua orang yang sangat dikenalnya
“guurr..guru..”
Tergagap prabu tamtama gama menyebut kalimat itu.
“guru..masih berani kau panggil diriku guru..setelah kau menghianatiku..” sentak wiku dharma persada
“sanjaya..sekalipun kau gunakan aji sapta daya berpuluh kali untuk merubah wujudmu..goresan dipipi kiri mu itu tak akan bisa ditutupi..” ujar pertapa sapta raga sambil gelengkan kepala
“guru..saya..”
“hebat sekali kelakuan mu sanjaya..menjadi prabu..dengan kudeta..licik dan kejam..kejahatan mu selangit tembus..berikan pedang sanggabuana itu, kau tidak pantas memilikinya..”
Kembali wiku dharma persada angkat bicara sambil angsurkan tangan kanannya kearah prabu tamtama gama yang tak lain dari sanjaya.
Sanjaya yang terdesak dengan keadaan menjadi nekad, pedang sangga buana yang telah terhunus dengan beringas dibabatkan kearah kedua guru yang yang ada didepannya.
“benar-benar murid murtad..lindu bergola..cepat lempar benda itu kearahnya setelah dia gunakan ajian sapta daya..”
Sebuah suara mengiang seperti nyamuk ditelinga kanan lindu bergola atau pertapa sapta raga, pertapa sapta raga maklum akan hal itu, begitu sambaran pedang sangga buana lewat sejengkal disamping badannya dengan cepat pertapa sapta raga lancarkan totokan jarak jauh yang membuat sanjaya diam tak bergerak dengan pedang sangga buana masih tergenggam.
Seekor harimau kumbang dengan taring berkilat penjelmaan sanjaya meraung hebat manakala sepercik cairan kental berwarna merah mengenai muka dari hewan penjelmaan sanjaya, tapi binatang ini mendadak bisa melepaskan diri dari totokan pertapa sapta raga dan dengan ganas kembali menyerang keduanya.
Disaat seperti itu entah dari mana datangnya sekelebatan bayangan dengan cepat pukulkan sebuah benda berbentuk ikatan sapu lidi besar kearah tubuh harimau kumbang penjemaan sanjaya..
“deeeessss..!!”
Kembali terdengar auman dahsyat menggidikan diikuti perubahan wujud asli dari sanjaya yang terkulai lemas berlumuran darah diwajahnya.
“ampuuuunn..guruuu..”
Sentak sanjaya sambil menjatuhkan tubunhnya berlutut ditanah, seorang pemuda gagah berbaju putih dengan sapu lidi besar tampak berdiri diantara pertapa sapta raga dan wiku dharma persada
“siapa kau anak muda..sapta daya langsung musnah terkena senjatamu..” ujar pertapa sapta raga
“saya anggalarang..seorang pengelana biasa..”
“kelemahan aji sapta daya adalah percikan darah dari mahluk berjenis kelamin perempuan, tapi kau gunakan sapu lidi untuk memusnahkannya..kau pasti bukan orang sembarangan..”
“sudahlah pak.tua..pasukan yang dipimpin panglima rendra kila sudah menguasai istana, tugas ku disini telah selesai..saya pamit melanjutkan pengembaraan..”
“kisanak..saya…”
Belum selesai ucapan wiku dharma persada, sosok anggalarang telah raib dari tempat itu meninggalkan sapu lidi besar yang tercampak dilantai istana.
“sanjaya..kutukan yang aku ucapkan pada dirimu..terbukti..kau sekarang hanya orang biasa..seluruh ilmu mu musnah..” ujar pertapa sapta raga lirih
“guru..saya menyesal..”
“penyesalan selalu datang terlambat..kami tidak punya pilihan lain..”
Pedang sanggabuana yang tercampak dilantai diambil oleh pertapa sapta raga
“hukuman atas dirimu tidak bisa ditunda..”
“guru..beri kesempatan saya sekali lagi..”
“terlambat..sanjaya..daripada kau menanggung kutuk lebih baik aku akhiri sampai disini..”
Pedang sanggabuana tampak meluncur deras kearah tubuh sanjaya yang tengah berlutut..
Mendadak seluruh ruangan diselimuti kabut, begitu kabut sirna satu sosok berjubah putih telah beridiri sambil menahan pedang sanggabuana yang akan mengakhiri nyawa sanjaya.
“sifu.zen..”
Gumam pertapa sapta raga dan wiku dharma persada berbarengan
“manusia tidak berhak mendahuluim ketentuan sang pemilik jagat..”
“sifu zen..maapkan kami..”
“semua yang terjadi didunia ini tidak ada yang abadi..takdir telah ditentukan..setelah ini ku tunggu diri kalian di kediamanku..dan kau anak muda bernama sanjaya..harus ikhlas menjalani kutuk yang telah terucap..walau ilmu mu musnah..sapu lidi atau sada lanang itu akan sangat berguna bagi diri mu kelak..”
Setelah berucap begitu sosok dalam kabut tersebut musnah dari ketiganya
“sanjaya tinggalkan tempat ini..kami pun harus menerima hukuman atas kejahatan yang telah kami perbuat pada sifu.zen guru kami..”
Ujar wiku dharma persada yang langsung mengajak pertapa sapta raga pergi meninggalkan tempat itu, sementara diluar istana gegap gempita suara para prajurit yang telah berhasil menguasai istana lembah hindus dibawah pimpinan panglima rendra kila.

ooooOoooo

     Tempat itu masih sama separti puluhan tahun yang lalu ketika wiku dharma persada atau windu kuntoro dan pertapa sapta raga atau lindu bergola ketika digembleng dan menjadi murid-murid dari sifu zen sebelum keduanya dengan licik membunuh sifu zen sang guru dengan alasan agar ilmu dari sifu zen tidak dikuasai oleh selain mereka berdua.
(baca.episode:kutukan sang pendekar, pen)
     Hampir sepekan wiku dharma persada dan pertapa sapta raga terpekur bersemadi ditempat dimana dulu mereka berdua membantai sifu.zen, titik-titik salju perlahan telah menyelimuti keduanya hingga sebatas leher, saat itulah segumpal kabut muncul dihadapan keduanya dimana didalam kabut tampak baying-bayang orang tua berjubah putih dialah sosok astral sifu. Zen
“buka mata kalian..” ujar sosok astral sifu.zen
Perlahan kedua orang ini buka kedua matanya, hawa sedingin salju terpancar dari tubuh sifu. Zen membuat wiku dharma persada dan pertapa sapta raga menggigil menahan dingin
“penebusan dosa dari apa yang telah kalian lakukan akan berlaku mulai saat ini..windu kuntoro mulai detik ini dirimu bernama mpu.danur wenda..kau dan keturunanmu akan menjadi pembuat senjata mustika bagi kemaslahatan umat…sedangkan kau..lindu bergola..detik ini namamu jantra bolang..kelak akan datang pada mu seorang alim ulama pembawa agama baru ditanah jawa dwipa yang akan menugaskan dirimu penjaga kelestarian rawa bolang. Sedangkan pedang sangga buana akan aku semayamkan di kawah gunung sangga buana ditanah jawa dwipa, kelak akan ada sosok kesatria yang berhak memilikinya..mudah-mudahan saat itu tiba kalian bisa menjadi saksi, nah murid-murid ku..waktuku tidak banyak..hadapilah semuanya dengan ikhlas dan kepasrahan total pada sang pemilik hidup..”
Bersamaan dengan hembusan angina utara yang kencang sosok astral sifu.zen perlahan pudar dan menghilang dari pandangan keduanya.
ooooOoooo

salam bhumi deres mili 
Segera menyusul: pergolakan bhatin sang ksatria

3 komentar:

Lisensi

Lisensi Creative Commons
BHUMI DERES MILI by BHUMI DERES MILI is licensed under a Creative Commons Atribusi 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di KANG KUSYOTO, KYT.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http//:www.bhumideresmili.blogspot.com.

Total Tayangan Halaman

About

Pages

Download

Powered By Blogger

Search Box

Popular Posts

Followers