Malam beranjak ke dini hari,
hembusan angin dari lereng pegunungan Himalaya begitu dingin menusuk
persendian, ditengah titik salju yang semakin deras beberapa sosok hitam tampak
berkelebat, begitu cepatnya gerakan sosok-sosok ini hingga yang tampak hanya
bayangannya saja, disatu bibir jurang yang tertutup tebalnya kabut, sosok-sosok
ini hentikan gerakannya.
“prajurit..apa kau yakin ini
tempatnya..”
“hamba yakin gusti patih..”
“bagus..segera siapkan
tali..sepuluh prajurit turun kedasar jurang..angkat mayat pertapa itu ke
atas..”
“baik gusti patih..”
Tak menunggu lama
sepuluh orang prajurit dengan cepat
meluncur kedasar jurang, tapi setelah sekian lama ditunggu kesepuluh orang itu
seakan raib ditelan bumi.
“apa yang terjadi..kenapa
mereka lama sekali..”
Membatin orang tinggi besar
berpakaian zirah yang tak lain dari patih Angkor-kham yang diutus prabu tamtama
gama untuk mengambil mayat pertapa dari dasar jurang tanpa dasar semenanjung
Himalaya.
“seluruh prajurit ikut aku
kedasar jurang..siagakan senjata kalian..”
Perlahan patih kerajaan
lembah hindus ini hunus pedang yang menggantung dipinggangnya lalu tanpa ragu
melompat kebibir jurang disusul seluruh prajurit yang mengiringinya.
Dengan menggunakan pedang
yang ditancapkan di dinding jurang,
patih Angkor-kham terlihat meluncur deras kebawah diikuti anak buahnya
menggunakan tali, jurang itu memang sangat dalam hampir sepeminum teh mereka
meluncur namun dasar jurang belum juga dijejakinya.
Tubuh-tubuh itu terus
meluncur dengan deras, kabut tebal terlihat mengambang dipertengahan jurang,
begitu menembusnya seakan tertusuk ribuan es yang membekukan.
Patih Angkor-kham merasakan
daya luncur kebawah semakin kencang, menandakan dasar jurang yang semakin
dekat, pedang yang menancap di dinding jurang dicabutnya lalu dengan sebat
diputarnya sedemikian rupa hingga mengurangi daya luncur yang deras kebawah,
detik berikutnya patih kerajaan ini telah sampai didasar jurang tanpa dasar
semenanjung Himalaya, diikuti prajurit lembah hindus.
“prajurit priksa seluruh
dasar jurang ini..”
“baik gusti patih..”
Ketika fajar menyingsing
diufuk barat, patih Angkor-kah belum juga menemukan keberadaan sepuluh anak
buahnya yang sudah terlebih dahulu menuruni jurang, ketika patih kerajaan
lembah hindus ini bermaksud memutuskan untuk kembali ke permukaan, sudut
matanya menangkap satu sosok tubuh yang tertelungkup dibebatuan padas.
“prajurit..balikan sosok
yang tertelungkup itu..”
Dengan gemetar salah satu
prajurit menggunakan ujung kaki balikan sosok yang tertelungkup di bebatuan
cadas.
“apakah ini mayat pertapa
itu..” ujar patih Angkor-kham
“sulit diduga gusti
patih..tapi menilik dari pakaiannya..sepertinya mayat ini orang desa biasa yang
mungkin terpeleset masuk kejurang, atau bisa juga orang yang putus asa
mengakhiri hidupnya ditempat ini..”
“lebih baik kita keatas,
perasaan ku mulai tidak enak..belum lagi sepuluh prajurit terdahulu entah
dimana keberadaanya..”
Memikir sampai disitu, patih
kerajan lembah hindus ini balikkan badannya, tapi baru beberapa langkah jerit
pekik kesakitan terdengar dari prajurit-prajurit lembah hindus dibelakangnya.
Patih Angkor-kham tersentak
manakala balikkan tubuh kebelakang, seluruh prajurit yang mengiringinya
terkapar bermandikan darah, disusul sekelebatan bayangan diikuti gemuruh angina
kencang kini tampak berdiri dihadapnya.
“siapa kau..”
Sosok yang berdiri dihadapan
patih Angkor-kham ini sangat mengerikan, sekujur badannya digelayuti ribuan
ular berbisa yang mendesis keras.
“mahluk macam apa kau ini..apa
kau tidak mengetahui sedang beradapan dengan siapa..”
Sentak patih kerajaan ini
gusar, manakala mahluk dengan puluhan ular dibadannya Cuma diam sambil
memandangnya dengan dingin membuat lelaki tinggi besar ini bergidik.
“menggunakan pangkat dan
jabatan hanya untuk menakuti..semua itu hanya kedok..topeng kepalsuan..sampai
kapan semua itu dimiliki..kalau diakhir semuanya petaka terus mengikuti..”
“ditanya malah
bersenandung..kau menyindir aku..”
“berkaca..mawas diri,
sebelum malaikat maut menghampiri..jika ilalang tak bisa tunduk seperti
padi..lebih baik dibakar tandas sampai tak bersemi..”
“mahluk kurang ajar..jangan
kira karena ular-ular itu aku takut..terima hukuman..kau telah membantai
pasukan kerajaan..”
Dengan cepat patih
Angkor-kham tusukkan pedangnya kedepan, namun alangkah kagetnya patih kerajaan
lembah hindus ini begitu sadar tubuhnya seakan tidak bisa bergerak dari
tempatnya berdiri
“jika ilalang tak bisa
tunduk seperti padi, lebih baik dibakar tandas sampai tak bersemi..”
Selesai dengan senandungnya,
puluhan ular yang bergayut pada sosok ini secara serentak menerjang patih
Angkor-kham..yang tampak terbelalak pasrah dengankengerian..
Sejengkal lagi tubuh patih
ini lumat dibatuk puluhan ular..hembusan hawa sangat dingin tampak membungkus
tubuh sang patih menghentikan gerakan dari puluhan ular.
“kalau daku mau..sengsara
akan dikau dapat..jawab satu pertanyaan..siapa jati diri dari prabu..tantama
gama..”
“apa urusan mu..mengapa
tidak kau laksanakan niat mu..mahluk celaka..”
“nyali setipis
kertas..tersiksa sepanjang hayat..anak-anak..puaskan rasa lapar kalian..”
Kembali puluhan ular yang
tertahan oleh hawa dingin ini menggeliat menampkkan lidahnya yang bercabang,
siap melumat mangsa didepannya.
“tunggu..” sentak panglima
Angkor-kham
“berubah pikiran jalan
menuju keselamatan..katakan atau petaka tinggal sejengkal..”
“dia bernama..san…”
“crrraaaaakkk….!!”
Tubuh patih Angkor-kham
tersentak beberapa saat kemudian ambruk dibebatuan jurang..nyawanya kandas
sudah..”
Bersamaan dengan itu satu
sosok lain melesat mendekati mahluk penuh ular tersebut
“apa yang terjadi lindu
bergola..”
Mahluk mengerikan yang
dipanggil lindu bergola ini haya diam, ekor
matanya sempat menangkap gerakan bayangan meninggalkan jurang..tak lama
sosoknya yang mengerikan berubah menjadi seorang lelaki separuh baya dengan
selempang kain putih dibahunya.
“aku rasa anak itu yang
melakukannya..”
“kau benar lindu
bergola..dia menggunakan aji sapta daya buat menghabisi orang ini..”
“lalu apa yang harus kita
lakukan dengan anak durhaka itu windu kuntoro..”
“aku tahu kelemahan ajian
itu..tapi muntuk sementara kita bantu menyelamatkan para pertapa yang akan
dibantai atas perintah anak durhaka itu..”
“baiklah..kita jangan
mengulur waktu..”
Kedua orang yang tak lain
dari windu kuntoro atau wiku dharma persada dan lindu bergola atau pertapa
sapta raga yang tengah melacak keberadaan sanjaya sampai kenagri seribu bukit
Hindustan ini masing-masing jejakkan kakinya kebatu, sosok keduanya terlihat
melayang keatas tak lama raib begitu menembus kabut tebal di pertengahan
jurang.
ooooOoooo
Lamping bukit yang tersaput kabut tipis
itu seakan sunyi, tapi begitu kita masuk kedalam sebuah cegukan berbentuk goa
ratusan orang dengan persenjataan lengkap tampak berbaris dihadapan satu sosok
tegap dengan baju zirah dibadannya, sosok ini adalah bekas panglima kerajaan
lembah hindus, panglima rendra kila.
“saudara sekalian, sudah
saatnya kita rebut kembali kedaton lembah hindus..kalian tahu putri mahkota
maespati pewaris sah kerajaan ada diantara kita..”
Ujar panglima rendra kila
sambil acungkan pedangnya keudara, diambut gegap gempita oleh pasukan yang
masih setia dengan prabu maespati.
“baiklah saudara-saudara
ku..mari kita berebut pahala..lebih baik gugur dengan terhormat daripada hidup secara
pengecut.."
Tak berapa lama
iring-iringan pasukan yang dipimpin panglima rendra kila keluar dari dalam goa
diikuti gerimis yang mulai turun membasahi bumi.
Sementara di kedaton Lembah hindus
Prabu tamtama gama terlihat gusar, mondar-mandir tak
tentu arah kadang menggeram bak orang gila, dicabutnya pedang yang selalu
berada dipunggungnya diperhatikannya bilah pedang yang memancarkan aura biru
itu dengan seksama.
“celaka..bagaimana bisa
kedua guruku itu sampai di kerajaan ini..bukankah pertapa sapta raga telah aku
bunuh dengan pedang ini..”
Gumam prabu tamtama gama,
raja muda ini lupa pertapa sapta raga memiliki ilmu atau ajian sapta daya yang
bisa membuatnya bangkit dari kematian sebanyak tujuh kali.
“terpaksa aku bunuh patih
Angkor-kham..agar jati diri ku yang sebenarnya tidak terungkap..tapi cepat atau
lambat keberadaan diriku akan ketahuan juga pada akhirnya..huhhh..”
“hahahaha…tepat sekali anak
durhaka..sekarangpun kedokmu telah terungkap..!!”
Prabu.tamtama gama
terperanjat dihadapannya kini berdiri dua orang yang sangat dikenalnya
“guurr..guru..”
Tergagap prabu tamtama gama
menyebut kalimat itu.
“guru..masih berani kau
panggil diriku guru..setelah kau menghianatiku..” sentak wiku dharma persada
“sanjaya..sekalipun kau
gunakan aji sapta daya berpuluh kali untuk merubah wujudmu..goresan dipipi kiri
mu itu tak akan bisa ditutupi..” ujar pertapa sapta raga sambil gelengkan
kepala
“guru..saya..”
“hebat sekali kelakuan mu
sanjaya..menjadi prabu..dengan kudeta..licik dan kejam..kejahatan mu selangit
tembus..berikan pedang sanggabuana
itu, kau tidak pantas memilikinya..”
Kembali wiku dharma persada
angkat bicara sambil angsurkan tangan kanannya kearah prabu tamtama gama yang
tak lain dari sanjaya.
Sanjaya yang terdesak dengan
keadaan menjadi nekad, pedang sangga buana yang telah terhunus dengan beringas
dibabatkan kearah kedua guru yang yang ada didepannya.
“benar-benar murid
murtad..lindu bergola..cepat lempar benda itu kearahnya setelah dia gunakan
ajian sapta daya..”
Sebuah suara mengiang
seperti nyamuk ditelinga kanan lindu bergola atau pertapa sapta raga, pertapa
sapta raga maklum akan hal itu, begitu sambaran pedang sangga buana lewat sejengkal
disamping badannya dengan cepat pertapa sapta raga lancarkan totokan jarak jauh
yang membuat sanjaya diam tak bergerak dengan pedang sangga buana masih
tergenggam.
Seekor harimau kumbang
dengan taring berkilat penjelmaan sanjaya meraung hebat manakala sepercik
cairan kental berwarna merah mengenai muka dari hewan penjelmaan sanjaya, tapi
binatang ini mendadak bisa melepaskan diri dari totokan pertapa sapta raga dan
dengan ganas kembali menyerang keduanya.
Disaat seperti itu entah
dari mana datangnya sekelebatan bayangan dengan cepat pukulkan sebuah benda
berbentuk ikatan sapu lidi besar kearah tubuh harimau kumbang penjemaan
sanjaya..
“deeeessss..!!”
Kembali terdengar auman
dahsyat menggidikan diikuti perubahan wujud asli dari sanjaya yang terkulai
lemas berlumuran darah diwajahnya.
“ampuuuunn..guruuu..”
Sentak sanjaya sambil
menjatuhkan tubunhnya berlutut ditanah, seorang pemuda gagah berbaju putih
dengan sapu lidi besar tampak berdiri diantara pertapa sapta raga dan wiku
dharma persada
“siapa kau anak muda..sapta
daya langsung musnah terkena senjatamu..” ujar pertapa sapta raga
“saya anggalarang..seorang
pengelana biasa..”
“kelemahan aji sapta daya
adalah percikan darah dari mahluk berjenis kelamin perempuan, tapi kau gunakan
sapu lidi untuk memusnahkannya..kau pasti bukan orang sembarangan..”
“sudahlah pak.tua..pasukan
yang dipimpin panglima rendra kila sudah menguasai istana, tugas ku disini
telah selesai..saya pamit melanjutkan pengembaraan..”
“kisanak..saya…”
Belum selesai ucapan wiku
dharma persada, sosok anggalarang telah raib dari tempat itu meninggalkan sapu
lidi besar yang tercampak dilantai istana.
“sanjaya..kutukan yang aku
ucapkan pada dirimu..terbukti..kau sekarang hanya orang biasa..seluruh ilmu mu
musnah..” ujar pertapa sapta raga lirih
“guru..saya menyesal..”
“penyesalan selalu datang
terlambat..kami tidak punya pilihan lain..”
Pedang sanggabuana yang
tercampak dilantai diambil oleh pertapa sapta raga
“hukuman atas dirimu tidak
bisa ditunda..”
“guru..beri kesempatan saya
sekali lagi..”
“terlambat..sanjaya..daripada
kau menanggung kutuk lebih baik aku akhiri sampai disini..”
Pedang sanggabuana tampak
meluncur deras kearah tubuh sanjaya yang tengah berlutut..
Mendadak seluruh ruangan
diselimuti kabut, begitu kabut sirna satu sosok berjubah putih telah beridiri
sambil menahan pedang sanggabuana yang akan mengakhiri nyawa sanjaya.
“sifu.zen..”
Gumam pertapa sapta raga dan
wiku dharma persada berbarengan
“manusia tidak berhak
mendahuluim ketentuan sang pemilik jagat..”
“sifu zen..maapkan kami..”
“semua yang terjadi didunia
ini tidak ada yang abadi..takdir telah ditentukan..setelah ini ku tunggu diri
kalian di kediamanku..dan kau anak muda bernama sanjaya..harus ikhlas menjalani
kutuk yang telah terucap..walau ilmu mu musnah..sapu lidi atau sada lanang itu
akan sangat berguna bagi diri mu kelak..”
Setelah berucap begitu sosok
dalam kabut tersebut musnah dari ketiganya
“sanjaya tinggalkan tempat
ini..kami pun harus menerima hukuman atas kejahatan yang telah kami perbuat
pada sifu.zen guru kami..”
Ujar wiku dharma persada
yang langsung mengajak pertapa sapta raga pergi meninggalkan tempat itu,
sementara diluar istana gegap gempita suara para prajurit yang telah berhasil
menguasai istana lembah hindus dibawah pimpinan panglima rendra kila.
ooooOoooo
Tempat itu masih sama separti puluhan
tahun yang lalu ketika wiku dharma persada atau windu kuntoro dan pertapa sapta
raga atau lindu bergola ketika digembleng dan menjadi murid-murid dari sifu zen
sebelum keduanya dengan licik membunuh sifu zen sang guru dengan alasan agar
ilmu dari sifu zen tidak dikuasai oleh selain mereka berdua.
(baca.episode:kutukan sang pendekar, pen)
Hampir sepekan wiku dharma
persada dan pertapa sapta raga terpekur bersemadi ditempat dimana dulu mereka
berdua membantai sifu.zen, titik-titik salju perlahan telah menyelimuti
keduanya hingga sebatas leher, saat itulah segumpal kabut muncul dihadapan
keduanya dimana didalam kabut tampak baying-bayang orang tua berjubah putih
dialah sosok astral sifu. Zen
“buka mata kalian..” ujar
sosok astral sifu.zen
Perlahan kedua orang ini
buka kedua matanya, hawa sedingin salju terpancar dari tubuh sifu. Zen membuat
wiku dharma persada dan pertapa sapta raga menggigil menahan dingin
“penebusan dosa dari apa
yang telah kalian lakukan akan berlaku mulai saat ini..windu kuntoro mulai
detik ini dirimu bernama mpu.danur wenda..kau dan keturunanmu akan menjadi
pembuat senjata mustika bagi kemaslahatan umat…sedangkan kau..lindu
bergola..detik ini namamu jantra bolang..kelak akan datang pada mu seorang alim
ulama pembawa agama baru ditanah jawa dwipa yang akan menugaskan dirimu penjaga
kelestarian rawa bolang. Sedangkan pedang sangga buana akan aku semayamkan di
kawah gunung sangga buana ditanah jawa dwipa, kelak akan ada sosok kesatria
yang berhak memilikinya..mudah-mudahan saat itu tiba kalian bisa menjadi saksi, nah
murid-murid ku..waktuku tidak banyak..hadapilah semuanya dengan ikhlas dan
kepasrahan total pada sang pemilik hidup..”
Bersamaan dengan hembusan
angina utara yang kencang sosok astral sifu.zen perlahan pudar dan menghilang
dari pandangan keduanya.
ooooOoooo
salam bhumi deres mili
Segera menyusul: pergolakan
bhatin sang ksatria
silahkan ditunggu komentarnya..
BalasHapussilahkan ditunggu komentarnya..
BalasHapussilahkan ditunggu komentarnya..
BalasHapus