Mentari sepenggalah ketika rd.angglarang
menginjakan kakinya disebuah tanjung berpasir putih, tanjung itu bernama wahina
terletak tiga kilometer dari kerajaan jayapurantala, ibu kota kerajaan yang
terletak disebuah kepulauan berbentuk kepala burung dengan pegunungan
legendaris “jaya wijaya” dimana salju abadi senantiasa melingkupi puncak gunung
tersebut.
“itukah pegunungan jaya
wijaya, yang pernah diceritakan ayahanda linggabuana..”
Membatin rd. anggalarang,
pemuda gagah berbaju putih calon raja padjajaran yang tengah menjalankan lelaku
atau ritual pengembaraan selama satu tahun sebelum dirinya diangkat menjadi
prabu ditatar sunda ini pindahkan buntalan bututnya dibahu kiri, kemudian
dengan ringan melangkahkan kaki menuju kearah selatan dimana meremang tersaput
kabut sebuah puncak pegunungan yang selalu dilingkupi salju abadi, pemuda ini
tidak menyadari dari tadi sepasang mata mengawasinya dengan tajam, begitu
anggalarang lesatkan badannya kearah selatan sosok yang ternyata seorang dara
jelita berbaju ungu keluar dari tempat persembunyiannya.
“pemuda itu bukan orang
sembarangan, ini kali usahaku harus berhasil..”
Setelah termenung beberapa
saat, dara ayu berbaju ungu ini lesatkan badannya yang ramping kearah dimana
rd.anggalarang pergi.