Deru suara kendaraan yang lalu lalang sudah akrap ditelinga tubuh renta itu, wajah murung dengan tatapan mata kosong senantiasa menghiasi kesehariannya, hampir tiap hari pak.anggoro begitu orang-orang disekitar jembatan penyebrangan mengenalnya sebagai sosok tunawisma, tak ada seorangpun peduli dengan keberadaannya, yang menarik dari sosok renta ini adalah adanya sebuah ember kecil butut berwarna hitam yang tergeletak dihadapannya dalam keadaan kosong melompong tanpa ada uang receh sekepingpun,tapi agaknya pak anggoro mengacuhkannya, terbukti dengan sikapnya yang selalu memalingkan wajahnya kesamping kanan tubuhnya, seakan tak peduli mau ada yang ngasih atau tidak.
Dari arah selatan seorang pemuda berwajah tirus tampak melangkah didapan pak anggoro, sambil meletakan beberapa uang recehan keember dihadapan orang tua ini, pemuda itu termasuk orang yang dermawan juga, karena tiap melalui jembatan penyebrangan untuk berangkat dan pulang kerja selalu menyisihkan uangnya diember butut pak anggoro, meskipun dia merasa aneh setiap meletakan uang koin atau kertas diember itu selalu terdengar letupan kecil sepeti benda terbakar, tapi ketika pemuda itu hendak berlalu..suara serak menegurnya…
“ora usah diisi maning cah bagus..joraken ember iku..kosong..(gak usah diisi lagi..biarkan ember itu kosong, pen)”
Pemuda berwajah tirus ini tertegun , hentikan langkahnya bahkan sekarang menghampiri pak anggoro.
“saya ikhlas memberi sodakoh ini pak…” ujar sang pemuda yang kini jongkok disamping pak anggoro
“keikhlasan hanya gusti Allah yang mengetahui, bersyukur atas segala nikmatNYA jauh lebih bermakna dari apapun yang ada didunia ini..”
“maksud bapak..”
“siapa namanu cah bagus..”
“saya hendra pak..”
“coba cah bagus letakan beberapa uang receh atau kertas di ember bapak..”
“maksudnya..”
“jangan banyak tanya dan berfikir..lakukan saja..”
Dengan agak ragu hendra merogoh saku celananya, selembar uang seribuan tergenggam ditangannya, pak anggoro Cuma anggukan kepala manakala hendra kembali memandangnya.
“Deeeeesssssss…!!!”
Sebuah letupan kecil terdengar manakala uang kertas seribuan itu menyentuh dasar ember, dan yang tersisa hanya seonggok debu berwarna hitam yang membuat hendra tercekat ditempat duduknya.
“kenapa bisa begitu pak..”
Orang tua ini Cuma tersenyum pahit, tanpa memperdulikan hendra yang masih bengong pak anggoro meneruskan ucapannya
“cah bagus pernah makan syomai di flaza senayan..”
“belum pernah pak, yang saya dengar syomai disana terkenal paling lezat diibukota, bahkan kaum elit dan pemerintahan menjadi langganan tetapnya.”
Ujar hendra tak habis pikir antara uang yang terbakar didalam ember dengan syomai, maksud bapak ini apa sebenarnya.
“dulu..restoran syomai itu punya bapak..”
Bertambah terkejut hendra dibuatnya, dan tanpa diminta sebuah kisah meluncur dari bibir kering orang tua ini….