Semenanjung branjangan meremang dalam kabut
dini hari, semilir angin utara terasa mencucuk persendian, debur ombak
terdengar bergemuruh menghantam hamparan karang, di salah satu tebing karang
yang menjorok ke laut lepas dua orang bertampang gagah tengah berdiri
berhadapan, sudah hampir sepenanakan nasi kedua sosok tubuh ini diam bagai
patung pualam,kedua mata mereka tampak terpejam sesekali raut dari wajah
keduanya berubah menegang bulir-bulir keringat menetes dari kedua sosok tubuh
ini.
“kanda gegar wahana, ayahanda prabu menghendaki kakanda hadir di kedaton”
Ujar pemuda berambut ikal dengan plat bahu dodot sutra berwarna coklat
keemasan.
“dinda platik waja, lebih baik kau kembali ke kedaton..bukankah sudah
aku katakana berulang kali..aku tidak tertarik dengan pemerintahan, tempat ku di sini..kalau dinda menghendaki
tahta..aku rela memberikannya pada dirimu..”
Pemuda berambut ikal bernama platik waja ini hanya bisa geleng-gelengkan
kepalanya, dia tahu betul sifat kakaknya bila menghendaki satu tujuan.
“tidak bisa begitu kanda, bagaimanapun juga ayahanda prabu sudah membagi
pusat pemerintahan menjadi dua…jadi saya harap kanda menyadari tangung jawab sebagai anak tertua..”
Untuk pertama kalinya pemuda dengan gelang akar bahar di lengannya ini
membuka matanya, pandangan tajam
dirasakan bak sembilu bilamana pemuda bernama gegar wahana ini memandang orang
dihadapannya.
“dinda platik waja, terus terang aku bosan dengan kehidupan istana yang
penuh dengan muslihat, topeng kepalsuan..apa kau tidak sadar mereka yang
mengelilingi kita itu cuma tunduk dengan pangkat serta jabatan yang kita miliki
bukan tulus tunduk pada gegar wahana atau platik waja..”
“tapi kakang…”
“jika tidak ada keperluan lain, pengawal mu sudah siap mengantar diri mu
kembali ke kedaton…”
Platik waja hanya bisa menarik napas panjang, pemuda gagah berambut ikal
ini lantas perintahkan beberapa pengawal menyiapkan tandu bagi dirinya, namun
sebelum tandu yang di gotong empat pengawal sampai di hadapan platik waja, dari
arah tenggara terdengar jeritan ketakutan seorang perempuan, dengan sigap
platik waja melesat ke sumber suara tapi
pemuda berambut ikal dengan plat bahu dodot sutra ini tertegun dihadapan sana terpaut
lima langkah, kakaknya gegar wahana
tengah melancarkan beberapa serangan pada seekor beruang hitam yang hendak
menyerang seorang gadis berkerudung putih.
“dinda platik waja, bawa nyisanak itu menjauh dari tempat ini..” sentak
gegar wahana yang tengah berkutat dengan beruang ganas itu
“pengawal bantu dinda gegar wahana melawan binatang itu..” teriak platik
waja sambil membawa sosok perempuan yang kini terkulai pingsan di bahu kirinya.
Beruang hitam itu sangat
ganas, beberapa kali gegar wahana hampir tersambar cakar binatang ini, sepuluh
pengawal yang diperintahkan platik waja terlihat keteteran, delapan diantaranya terluka cukup serius dan
akhirnya tewas karena kehabisan darah, sedang dua yang lainnya tunggang
langgang melarikan diri.
“breeettt…!!”
Lengan sebelah kanan gegar wahana tampak mengucurkan darah, binatang ini
semakin buas dan liar dengan sekali lesatan tubuhnya sudah lima langkah
disamping kiri gegar wahana dan siap menancapkan kukunya yang besar dan runcing
ke perut gegar wahana
“deeessss…!!!”
Sekelebatan bayangan tampak mendaratkan pukulan kearah binatang ini,
beruang yang terkena tendangan Cuma bergeming sedikit, detik berikutnya
sosoknya telah melesat kearah bayangan yang menyerangnya yang tak lain dari
platik waja.
Platik waja cabut Mandau yang tersemat dipunggungnya, dengan senjata itu
pemuda berambut ikal ini kembali menyongsong serangan yang dilancarkan sang
beruang.
Sepuluh jurus telah berlalu, pada satu kesempatan platik waja berhasil
mengujamkan Mandau yang di pegangnya di punggung beruang, namun alangkah
kagetnya pemuda ini bulu tebal beruang itu ternyata sangat licin dan
mementahkan tusukan mandaunya, platik waja tata kuda-kuda penyerangan namun
serangan beruang terlalu cepat datang.
“craaakkkk…!!”
Sambaran cakar beruang itu tampak tergambar jelas dipunggung platik
waja, plat dodot sutranya tampak terlepas dan berlumuran darah, pemuda berambut
ikal ini terhuyung dan jatuh di tanah berumput disusul raungan sang beruang
yang siap menghujamkan cakarnya kembali ke tubuh pemuda malang ini.
“prrrraaaaakkikkkk…!!!”
Cahaya kehijauan terlihat berpendar
berserabutan ke segala arah, sang beruang hitam terdengar meraung
panjang, dihadapan binatang ini tampak sosok orang tua bersorban dengan jubah
kuning melambai ditiup sang bayu dari sisi teluk
“asalamualaikum..maap bila kami menggangu ketentraman datuk..”
Ujar sosok berjubah kuning sambil merangkapkan telapak tangannya di
depan dada, beruang ini sesaat tatap dengan tajam sosok yang menghentikan
serangannya pada platik waja, begitu matanya membentur kilauan hijau di telapak
tangan orang berjubah kuning, binatang ini terlihat menundukan kepalanya detik
berikutnya sosoknya terlihat jauh dilamping bukit sebelah selatan kemudian
hilang di rimbunnya pepohonan hutan.
“kisanak apa kau tidak apa-apa…” ujar orang tua berjubah kuning ini pada
platik waja
“pak tua..tolong kakak ku dulu..dia terluka parahh..” kata platik waja tersengal
Orang tua berjubah kuning ini tengok pemuda bergelang akar bahar di
bahunya yang tampak terkapar di rerumputan, dengan sekali kelebatan sosoknya telah
berada di samping gegar wahana.
“tuan..tolong adik ku dulu..dia kesakitan..” ujar gegar wahana sambil
menunjuk kearah platik waja.
Orang tua berjubah kuning ini Cuma bisa geleng-geleng kepalanya, begitu
menengok kearah gegar wahana pemuda ini telah pingsan begitupun dengan platik
waja.
“subahan Allah..kakak beradik yang sangat menyayangi , demi
menyelamatkan putri ku Zahra mereka sampai bertaruh nyawa seperti ini, lebih
baik keduanya saya bawa ke pondok..”
Dengan sekali hentakan tubuh orang tua berjubah kuning ini berkelebat
sambil mendukung gegar wahana di pundak kanan dan platik waja di bahu kiri
sedang sang gadis di dukungnya di sebelah depan, seakan mendukung kapas orang
tua berjubah kuning ini lesatkan badannya kearah barat daya.
oooOooo
sanjaya alias sada lanang
terlihat menarik napas dalam, tongkat berujung sapu lidi diletakkan melintang
di pangkuannya.
“lalu mengapa kedua pangeran itu sekarang berseteru, syeh..”
Syeh idlopi terlihat mengambil sesuatu dari balik lengan jubah
kuningnya, ketika orang tua ini membuka telapak tangan kanannya kemilau cahaya
hijau terpendar kesesantro ruangan.
“pasangan benda ini yang mereka cari….” Ujar syeh idlopi pelan
“tasbeh…”
“benar tuan sada lanang…ketika
saya menyelamatkan keduanya dari beruang ganas itu untaian tasbeh saya
tercecer, sebulan sesudah raja negri ini mangkat kedua pangeran itu diangkat
menjadi prabu, satu ketika keduanya kembali kepondok ini untuk mempersunting
Zahra anak saya untuk dijadikan permaisuri namun itu tidak mungkin terjadi..”
“kenapa syeh…”
“kedua raja itu menginginkan Zahra menjadi permaisuri mereka berdua..”
“hah..apa otak kedua raja itu sudah keblinger..” sentak sada lanang
“untuk mengulur waktu, saya mengajukan syarat selama empat puluh hari
siapapun diantara keduanya yang berhasil mengumpulkan untaian tasbeh saya yang
terserak di semenanjung branjangan dialah yang berhak mempersunting Zahra..”
“sekarang sudah hari keberapa dari ketetapan sayambara itu syeh..”
“kalau saya tidak salah hitung, hari inilah jangka waktu yang saya
tetapkan berakhir…tapi rupanya salah satu dari raja itu menggunakan jalan
pintas..”
“hemmm…”
“kenapa tuan sada lanang..”
“ah..tidak syeh..”
Ujar sada lanang atau sanjaya, pemuda dengan parut melintang di pipi
kirinya ini sekilas teringat akan sepak terjangnya dimasa lalu…
“besok saya dan Zahra berencana meneruskan perjalanan ke pulau jawa
dwipa, sekalian menyirap kabar keberadaan anak saya yang pertama yang terlebih
dahulu bertolak ke jawa dwipa..”
“oh..jadi Zahra memiliki seorang kakak..” ujar sada lanang
“benar tuan sada lanang, kami berasal dari Gujarat, negri kami
syam..anak saya yang pertama laki-laki bernama syarif syam dia memiliki rambut yang sangat panjang sampai
menyentuh tanah, dia sengaja ke pulau jawa dwipa mencari seorang wali yang
diyakini dapat memotong rambutnya,
karena di negri kami tidak ada senjata apapun yang dapat memotong
rambutnya itu..”
“baiklah syeh..sayapun berencana pulang ke jawa dwipa..sudah lama saya
meninggalkan guru sekaligus bopo saya..”
(seperti diketahui sebelumnya, sada lanang atau sanjaya ini adalah murid
sekaligus anak dari wiku dharma persada sebelum kutuk menimpa dirinya, harap
baca episode: Elegi Sapta Daya, pen)
ooooOoooo
selesai
salam bhumi deres mili
akan datang: keris sang mahapatih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar