Hari masih terang-terang tanah. Kicau burung seakan
menyambut sang bola jagat yang perlahan muncul dari rimbun pepohonan mastaba
yang banyak tumbuh di sekitar perbukitan dimana disalah satu lembah nan subur
berderet puluhan rumah beratapkan rumbia melingkari sebuah bangunan yang cukup
besar berlantai tiga dengan cungkup berbentuk limas. Dua orang berpakaian hijau
ringkas dengan sebilah pedang tipis di pinggang kirinya terlihat terkantuk
menyandar di salah satu tiang gerbang. Onggokan kayu bekas api unggun tampak
menghitam dengan asap tipis masih mengepul di tiup angin di pagi hari nan sejuk
itu.
Gemuruh
puluhan ladam kuda memaksa kedua orang penjaga gerbang ini terhenyak dari
kantuknya. Lantas cabut pedang masing-masing menyongsong beberapa penunggang
kuda yang kini berhenti sekitar lima puluh tombak dari bangunan utama lantai
tiga berbentuk limas.
“Siapa Kalian dan ada keperluan apa…” sentak salah
seorang penjaga pintu gerbang sambil memegang hulu pedangnya.
Tiga orang bertampang sangar serentak melompat dari
punggung kuda yang di tungganginya.