KONTAK SAYA

Email Twitter Facebook

TELUSURI

GALERI FOTO

Kategori Arsip Daftar Isi

MULAI DARI SINI

Pelayanan Portfolio Pembayaran

Senin, 01 Agustus 2011

Sisi Kalbu Nan Kelam


     Ratri pandang dengan tajam orang tua buta yang ada didepanya sementara tangan kanan sang dara ini siap menrik platuk pistol yang ada digenggamannya.
“nduk, tunggu apa meneh, balaskan dendam ayahmu..”
Jari-jari ratri tampak gemetar, perasaannya berkecamuk antara menjalankan tugas pimpinannya, atau mengumbar amarahnya untuk menuntut balas pada laki-laki tua yang telah membunuh ayahnya ini.
“kenapa paman tega melakukannya, bukankah ayah ratri adalah kakak paman sendiri..”
Lelaki tua buta ini Cuma tersenyum pahit, sejenak hembusan napasnya terdengar berat
“sebagai seorang polisi yang baik, kamu terikat dengan tugas sedang sebagai anak yang berbakti kamupun berkewajiban melaksanakan amanat terakhir mendiang ayahmu..”
“DOOOORR..!!”
Letusan senjata api menyalak merobek kabut dini hari, suasana subuh kembali hening, hembusan sang bayu dari lereng gede menyibak daun-daun jati yang berjajar menuruni lembah, hampa sunyi dan sepi seakan tak pernah terjadi apapun sebelumnya ditempat teresebut.
                                          ooooOoooo

     Hembusan angin utara menyibak rambut panjang gadis kecil yang tengah digandeng ibunya ini, sementara tangan mungilnya yang lain tergenggam setangkai bunga anggrek bulan berwarna jingga, tak lama sosok keduanya sampai disatu tempat pemakaman, setelah melewati beberapa nisan disalah satu sudut taman pemakaman terlindung pohon kamboja langkah keduanya terhenti
“bunda anggreknya indah ya..”
Perempuan muda ini Cuma tesenyum masgul, setelah mengelus rambut putrinya dengan kasih dengan segera tubuhnya beresimpuh dihadapan makam, sesaat matanya terpejam, setelah selesai mendoakan sang ahli kubur, ditaburkannya beberapa bunga yang sudah dipersiapkannya dari rumah.
“ ratri..taruh anggrek itu diatas makam ayahmu..”
Gadis kecil tujuh tahun ini kemudian letakan tangkai anggrek bulan jingga diatas makam ayahnya.
“bunda..katanya mau ke tempat ayah, tapi ko ayah gak mau nemuin ratri..ayah marah ya ama ratri..”
Wanita mua ini tampak tercekat, sesaat dipandanginya putri kecilnya ini dengan mata yang berkaca-kaca, dipeluknya tubuh mungil putrinya dengan erat tak lama isaknya terdengar
“ayah sangat menyayangimu ratri, gak mungkin marah sama ratri..”
“tapi kenapa ayah, tidak menemui ratri bundaa..
“ayahmu sedang ada tugas..”
Percakapan ibu dan putrinya ini terhenti dengan datangnya sosok lain, seorang laki-laki separuh baya dengan setelan jas hitam dan dikawal beberapa orang yang sepertinya bodyguard
 “hera, aku turut berduka dengan kepergian bang radit, negri ini kehilangan salah satu ilmuwan terbaiknya..”
“terimakasih bang anggara..”
“hera, bang radit adalah kakaku satu-satunya, ketika masih hidup bang radit pernah berpesan bila terjadi sesuatu pada dirinya, semua kebutuhan ratri begitupun pendidikan dan masa depannya akan menjadi tanggung jawabku..bagaimana hera..”
“kalau itu amanat dari mendiang ayahnya ratri, saya menurut saja..tapi apa bang anggara sudah mengetahui pemyebab dari kematian bang radit..”
Sesaat leleki berjas hitam ini tarik napas dalam
“belum ada kabar dari pihak berwajib hera..”
Perempuan muda hanya mampu memeluk ratri putrid kecilnya, sementara rembang petang mulai melingkupi wilayah pekuburan, rinai hujan mulai turun membasahi bumi.

                                        ooooOoooo

Duapuluh lima tahun kemudian
     Dara berkulit hitam manis ini tampak kepalkan tinjunya dengan geram, semenara dua puluh orang anak buahnya dengan seragam yang lusuh terlihat menolong beberapa rekannya yang terluka.
“inspektur ratri, lapor..beberapa anak buah kita terluka, misi penyergapan rupanya telah bocor hingga mereka mempersiapkan serangan dan jebakan..”
“pasti ada penghianat..”
“menurut inspektur siapa..”
“sulit diduga, baiklah kita kembali ke mako..”
“siap perintah..”
     Villa dipuncak bukit itu begitu asri, dimana sejauh mata memandang hamparan perkebunan teh menghijau bagai permadani alam yang tak pernah usang tergerus zaman, ditambah hawa yang sejuk serta kabut tipis yang senantiasa melingkupi seluruh kawasan menciptakan aura alam yang exotic, tapi tidak begitu dangan yang sedang dirasakan sosok dara hitam manis ini, sebuah gemuruh bhatin sedang berkecamuk diotak dan perasaannya hingga kehadiran satu sosok lain mengejutkan sang dara.
 “sepagi ini, apa yang mengganggu pikiran mu ratri..”
Sesaat dara ayu ini terkejut, tapi senyium manisnya mengembang ketika tahu siapa yang menyapanya.
“bundaa..sudah lama disini..”
“selama dirimu menjelajah alam hayalmu..”
“bunda, bisa saja..”
“paman mu kemana..”
“sudah seminggu ini paman ada urusan diluar kota..”
“ratri, kamu harus patuh pada pamanmu, karena dia kamu sukses mencapai cita-citamu menjadi abdi Negara, pembela kebenaran..”
“saya mengerti bunda, namun akhir-akhir ini ada sesuatu yang mengganjal perasaan saya..”
“apa itu ratri, cerita dong sama bundamu ini..”
“tentang misteri kematian ayah..
Perempuan separuh baya ini tampak tercekat, kejadian duapuluh tahun yang lalu seakan dihadirkan kembali dibenaknya, perlahan dari dalam tas sebuah benda dikeluarkan dan diserahkan pada ratri putrinya.
“kotak music..maksud bunda apa..”
“ratri dengar, mendiang ayahmu adalah seorang ilmuwan setaraf professor, tiga hari sebelum kejadian tewasnya , kotak music ini diserahkan ayah pada bunda, dan sempat berpesan agar menyerahkannya padamu ketika usiamu duapuluh lima tahun..”
“terus apa maksudnya bunda..”
“bunda juga kurang tahu, tapi mungkin kotak music ini dapat membuka tabir misteri kematian ayahmu..”

                                            ooooOoooo

     Gemuruh hujan badai diluar gedung yang tampak megah itu tak menyulutkan semangat seorang lelaki gagah berjubah putih yang sedang konsentrasi dengan mikroskop micron, sesekali tampak bergumam sendiri, dilain saat terlihat kerutkan dahinya, tanpa disadari lelaki gagah yang ternyata seorang ilmuwan satu sosok lain tampak berdiri dibelakangnya.
“bang radit, bagaimana kabarmu..”
Lelaki gagah berjubah putih ini hentikan penelitiannya, dipandangnya sesaat orang yang baru datang dan menegurnya ini.
“anggara, mau apa kau datang lagi kemari, apa pernyataan ku tempo hari kurang jelas..”
“ayolah bang, kita ini saudara..kalau abang ikut..hidup kita akan makmur..”
“merusak masa depan anak bangsa dengan barang haram itu..”
“dipasar gelap harganya akan melambung, pikirkan masa depan keluargamu, terutama ratri anakmu..”
“dengar anggara apapun yang terjadi jangan libatkan keluargaku, terutama ratri anakku..”
“ratrikan keponakanku juga bang..”
“kalau tahu pamannya gembong mafia narkoba, entah apa pandangannya kelak pada dirimu.”
Anggara tampak menggeram marah, setelah mencaci maki tanpa arti yang jelas lelaki ini tinggalkan gedung mewah yang ternyata sebuah laboratorium dengan mobilnya, sepeninggal anggara lelaki gagah berjubah putih ini ambil sesuatu yang terselip dibawah meja kerjanya yang kalau diamati mirip seperti sebuah kotak music, dengan cepat ilmuwan ini selipkan sebuah cip pada salah satu sudut didalam kotak music tersebut.
                                                ooooOoooo
     Ratri genggam cip yang baru saja disaksikannya disebuah monitor, wajah ayunya tampak kelam membesi, keesokan harinya dengan izin dari komandannya, gadis ini langsung pimpin kembali tugas penyergapan terhadap gembong narkoba nomer wahid yang ternyata pamannya sendiri sekaligus menuntut balas akan kematian ayahnya, disebuah daerah terpencil akhirnya penyergapan dimulai, dalam baku tembak anggara pamannya sekaligus gembong narakoba terluka dibagian matanya hingga buta, namun dengan lihai gembong narkoba ini bisa melarikan diri.
     Sebulan kemudian tanpa sengaja ratri menemukan tempat persembunyian pamannya, disebuah daerah  pegunungan lereng gede, tanpa membawa anak buahnya inspektur ayu ini akhirnya dapat berhadapan dengan pamannya, sebuah pistol ditodongkan dihadapan anggara yang sekarang buta kedua matanya.
“nduk..tunggu apa meneh, balaskan dendam ayahmu..”
Jari-jari ratri tampak gemetar, perasaannya berkecamuk antara menjalankan tugas pimpinannya, atau mengumbar amarahnya untuk menuntut balas pada laki-laki tua yang telah membunuh ayahnya ini.
“kenapa paman tega melakukannya, bukankah ayah ratri adalah kakak paman sendiri..”
Lelaki tua buta ini Cuma tersenyum pahit, sejenak hembusan napasnya terdengar berat
“sebagai seorang polisi yang baik, kamu terikat dengan tugas sedang sebagai anak yang berbakti kamupun berkewajiban melaksanakan amanat terakhir mendiang ayahmu..”
“DOOOORR..!!”
Suara pistol terdengar memekakan telinga, tak lama dari dalam bangunan ratri melangkah keluar dengan cepat dan tanpa berpaling tinggalkan tempat tersebut, tak lama dari dalam rumah satu sosok lelaki dengan borgol dikedua tangannya yang telah rusak dan terlepas ditanah berjalan terseok-seok dengan tongkatnya  menuju kearah barat berlawanan arah dengan ratri yang kini sosoknya telah sampai dilamping bukit sebelah timur.

Selesai

Salam Bhumi Deres Mili
penulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lisensi

Lisensi Creative Commons
BHUMI DERES MILI by BHUMI DERES MILI is licensed under a Creative Commons Atribusi 3.0 Unported License.
Berdasarkan karya di KANG KUSYOTO, KYT.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http//:www.bhumideresmili.blogspot.com.

Total Tayangan Halaman

About

Pages

Download

Powered By Blogger

Search Box

Popular Posts

Followers